Sukses

Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Bahaya Tembakau Sampaikan Aspirasi Soal Pasal Zat Adiktif di RUU Kesehatan

Kelompok organisasi masyarakat sipil menyampaikan aspirasi soal pengaturan zat adiktif dalam RUU Kesehatan.

Liputan6.com, Jakarta Kelompok organisasi masyarakat sipil menyampaikan aspirasi soal pengaturan zat adiktif dalam RUU Kesehatan.

Organisasi masyarakat sipil ini terdiri dari:

  • FAKTA Indonesia
  • Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)
  • Yayasan Lentera Anak
  • Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) 
  • Indonesian Youth Council for Tobacco Control (IYCTC)
  • Komnas Pengendalian Tembakau
  • Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI)
  • Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI).

Mereka menekankan pentingnya pengaturan zat adiktif produk tembakau, terutama dari sisi pemasaran. Mengingat, sifat adiksi dan eksternalitas negatif lainnya yang ditimbulkan produk tersebut.

Iklan, promosi, dan sponsor produk tembakau diyakini dan telah terbukti mendorong konsumsi rokok, termasuk pada anak-anak dan remaja.

Sejak 1970-an, berbagai negara di dunia telah melarang iklan dan bentuk-bentuk pemasaran lain produk tembakau. Dan kini telah mencapai 144 negara yang telah melarang iklan rokok termasuk negara-negara kecil. Hal ini dilakukan demi memberikan perlindungan kepada rakyatnya dari serbuan iklan zat adiktif yang berisiko pada kehidupan mereka.

Namun, hampir seratus tahun kemudian, Indonesia belum juga melarang iklan, promosi, sponsor rokok, dan menjadi satu-satunya negara ASEAN yang tidak melarang iklan rokok.

Seperti disampaikan Program Manager Komnas Pengendalian Tembakau Nina Samidi di hadapan Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Kesehatan sebagai Pimpinan Rapat Dengar Pendapat Umum (RPDU), Melkiades Laka Lena, Rabu, 10 Mei 2023.

“Dengan prinsip, rokok adalah produk legal namun bukan produk normal karena memiliki eksternalitas negatif pada kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, maka rokok sebagai produk yang mengandung zat adiktif nikotin harus dilarang untuk diiklankan, dipromosikan, dan melakukan sponsorship,” tegas Nina dalam RPDU tersebut.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Aturan Soal Zat Adiktif

Terkait zat adiktif, keberadaannya saat ini telah diatur pasal 113 dalam UU Kesehatan Nomor 36/2009.

Pasal ini berbunyi: “Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau, padat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan atau masyarakat sekelilingnya.”

Sejatinya, pasal zat adiktif menjadi sangat penting karena akan menjadi jangkar dalam berbagai pengaturan terkait produk-produk yang termasuk di dalamnya, lanjut Nina.

“Karena itu, pasal ini harus ada atau kita berisiko kehilangan seluruh aturan terkait dan membuat Indonesia mengalami kemunduran fatal di dunia kesehatan.”

3 dari 4 halaman

Upaya Menghilangkan Ayat Zat Adiktif dalam RUU Kesehatan

Dalam kesempatan lain Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyampaikan dugaan adanya upaya menghilangkan ayat zat adiktif dalam RUU Kesehatan.

Upaya penghilangan ayat ini diduga dilakukan oleh pihak pro industri rokok. Dalam rancangan ini, pasal zat adiktif tertuang dalam pasal 154. Produk tembakau yang masuk ke dalam kategori zat adiktif bersama narkotika, psikotropika, dan minuman beralkohol tampak sedang didorong agar dihapus dari pasal ini.

“Hal ini mengingatkan kita pada kasus ‘penghilangan pasal tembakau sebagai zat adiktif’ yang pernah terjadi di tahun politik pada 2009, yang saat itu dipimpin oleh Ketua Komisi Kesehatan, politikus PDI Perjuangan Ribka Tjiptaning.”

“Dan dari pemeriksaan Badan Reserse dan Kriminal Polri juga mengindikasikan adanya pejabat Kementerian Kesehatan yang terlibat dalam penghilangan ayat tersebut (sebagaimana telah diungkap dalam liputan investigasi Majalah TEMPO, 4 Oktober 2010),” kata Tulus.

Namun, kelicikan ini akhirnya terkuak saat draf dikirim ke Istana Negara untuk ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

“DPR harus waspada sejarah 14 tahun lalu ini bisa berulang,” kata Tulus Abadi.

4 dari 4 halaman

Halangi Regulasi Tembakau Berarti Hambat Perjuangan Menuju Indonesia Sehat

Senada dengan Tulus, Ketua IYCTC Manik Marganamahendra mengatakan bahwa usaha menghalangi masuknya regulasi yang mengatur produk tembakau telah menjadi bagian sejarah hitam pengendalian tembakau. Artinya menghalangi pula perjuangan mewujudkan kesehatan publik di Indonesia.

“Pasal 113 UU Kesehatan menempatkan Indonesia lebih beradab, seperti negara-negara maju yang tak lagi menormalisasi rokok dan produk tembakau lainnya.”

“Pasal ini mengatur secara ketat distribusi produk tembakau dan melarang secara permanen iklan rokok dalam bentuk apa pun, yang kini juga berlaku bagi produk berbasis nikotin lainnya, seperti vaping dan tembakau yang dipanaskan,” kata Manik.

Ia pun menerangkan, banyak negara maju menutup pintu pada normalisasi rokok. Bukan tanpa alasan, negara-negara itu telah melihat ribuan studi ilmiah dan bukti empiris bahwa produk tembakau menyebabkan gangguan kesehatan dan memicu berbagai macam penyakit. Akhirnya, dapat berdampak pula pada masalah sosial dan ekonomi.

Dengan kandungan 7.000 zat kimia dalam sebatang rokok termasuk nikotin yang sangat adiktif, produk tembakau adalah risiko utama penyakit-penyakit tidak menular (PTM) mematikan. Di Indonesia, kerugian makro mencapai 396 triliun di tahun 2015 atau lebih dari 3x lipat penerimaan cukai di tahun yang sama.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.