Sukses

Mantan Presiden Korea Selatan Bantah Tuduhan Pemberontakan

Jika dinyatakan bersalah, Yoon akan menjadi presiden ketiga dalam sejarah Korea Selatan yang dihukum atas tuduhan pemberontakan.

Liputan6.com, Seoul - Mantan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol membantah tuduhan melakukan pemberontakan terkait deklarasi darurat militer pada 3 Desember 2024. Pernyataan itu disampaikannya dalam sidang pidana perdananya di Pengadilan Distrik Pusat Seoul pada Senin (14/4/2025).

Yoon resmi dicopot dari jabatannya awal bulan ini setelah proses pemakzulan. Pada Januari lalu, dia sempat ditangkap atas tuduhan ini—menjadikannya kepala negara pertama dalam sejarah Korea Selatan yang ditahan saat masih menjabat. Namun, dia kemudian dibebaskan karena alasan prosedural.

"Mengklasifikasikan peristiwa yang hanya berlangsung beberapa jam, tanpa kekerasan, dan segera menerima permintaan pembubaran dari Majelis Nasional sebagai pemberontakan ... bagi saya tidak berdasar hukum," tegas Yoon di pengadilan seperti dikutip dari CNA.

Jaksa penuntut menuduh Yoon merencanakan pemberontakan untuk menggulingkan tatanan konstitusional. Bukti yang diajukan mencakup persiapan darurat militer yang dirancang Yoon sebelumnya, termasuk pengerahan militer ke gedung parlemen dengan perintah memecahkan jendela dan memutus listrik.

Pengadilan turut mendengarkan kesaksian dari dua perwira militer yang dihadirkan oleh jaksa penuntut. Salah satunya mengklaim bahwa dia mendapat perintah dari komandan tertinggi untuk menyeret keluar para anggota parlemen yang berkumpul di Majelis Nasional agar darurat militer bisa diberlakukan.

Anggota parlemen saat itu menentang kehadiran tentara bersenjata dan memanjat pagar gedung parlemen agar dapat masuk dan melakukan pemungutan suara yang akhirnya membatalkan deklarasi darurat militer Yoon.

2 dari 2 halaman

Proses Hukum yang Panjang

 

Ahli hukum memperkirakan bahwa proses persidangan Yoon akan berlangsung lama.

"Putusan pertama kemungkinan akan keluar sekitar bulan Agustus, tapi karena kasus ini melibatkan sekitar 70.000 halaman bukti dan banyak saksi, pengadilan bisa memperpanjang sidang jika dianggap perlu," kata pengacara Min Kyoung-sic kepada AFP.

Sebagai perbandingan, mantan presiden Park Geun-hye dimakzulkan pada Desember 2016, namun Mahkamah Agung baru mengeluarkan putusan akhir atas kasus suap dan korupsinya pada Januari 2021.

Jika bersalah atas tuduhan pemberontakan, Yoon dapat dijatuhi hukuman maksimal penjara seumur hidup atau hukuman mati.

Namun, sangat kecil kemungkinan hukuman mati akan dilaksanakan. Korea Selatan telah menjalankan moratorium tidak resmi atas eksekusi sejak tahun 1997.

Produksi Liputan6.com