Sukses

Peringatan 75 Tahun Nakba: Presiden Palestina Desak PBB Cabut Keanggotaan Israel

Untuk pertama kalinya PBB menggelar peringatan Nakba, pertemuan yang ditentang dengan keras oleh Israel dan Amerika Serikat.

Liputan6.com, Washington - Presiden Palestina Mahmoud Abbas pada Senin (15/5/2023), mendesak PBB untuk mencabut keanggotaan Israel kecuali negara itu menerapkan solusi dua negara dan memungkinkan kembalinya pengungsi Palestina ke tanah mereka.

Hal tersebut disampaikan Presiden Abbas dalam pidatonya pada peringatan 75 tahun Nakba, yaitu eksodus massal sekitar 700 ribu warga Palestina pada tahun 1948 dari wilayah yang sekarang menjadi Israel.

Dalam pidato penuh emosi selama satu jam, Presiden Abbas juga bertanya "mengapa lebih dari 1.000 resolusi yang diadopsi oleh badan-badan PBB tidak pernah dilaksanakan?"

Abbas kemudian mengangkat sepucuk surat dari Menteri Luar Negeri Israel Moshe Sharett setelah resolusi yang menjanjikan terwujudnya negara Palestina dan kembalinya pengungsi Palestina diadopsi pada tahun 1947 dan 1948 serta mengatakan, "Mereka harus memenuhi kewajiban ini atau berhenti menjadi anggota (PBB)."

Nasib para pengungsi Palestina dan keturunan mereka, yang jumlahnya diperkirakan lebih dari 5 juta di seluruh Timur Tengah, disebut tetap menjadi isu utama yang diperdebatkan dalam konflik Arab-Israel.

Israel telah menolak pengembalian massal pengungsi ke tanah mereka sendiri dengan alasan itu akan mengancam karakter mereka sebagai negara Yahudi.

Secara khusus, Abbas menyalahkan Inggris sebagai penguasa Palestina sebelum pembagian wilayah pada tahun 1947, dan Amerika Serikat (AS), sekutu utama Israel. Menurutnya, kedua negara itu memikul tanggung jawab politik dan etis karena mengusir rakyat Palestina dan "menanamkan" Israel di tanah bersejarah Palestina.

"Israel tidak akan melanjutkan permusuhan dan agresinya tanpa dukungan dari kedua negara ini," tegas Abbas seperti dilansir AP, Selasa (16/5).

Abbas mengecam Israel yang mengklaim dirinya satu-satunya demokrasi di Timur Tengah dengan mengatakan, "Merekalah satu-satunya negara di dunia yang menduduki bangsa lain."

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Palestina Tidak Menentang Yahudi

Selama pidatonya, Abbas turut menyentil pernyataan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen yang menyebut bahwa Israel telah membuat gurun bermekaran.

"Palestina sebelum 1947 sangat beradab, hijau, dengan danau dan sungai, dan bahkan mengekspor jeruk ke Eropa," kata Abbas.

Hak paling penting yang dituntut warga Palestina saat ini, ujar Abbas, adalah penentuan nasib sendiri dan negara merdeka berdasarkan perbatasan Juni 1967. Dia menegaskan kembali bahwa Palestina telah setuju menerima 22 persen dari kesepakatan tahun 1947 sebagai bagian dari solusi dua negara, bukan 44 persen yang diberikan dalam partisi.

Namun, Abbas menggarisbawahi bahwa solusi dua negara sedang dihancurkan. Dia menyoroti bagaimana para menteri Israel secara terbuka menyerukan Nakba lain dan warga Israel menyerukan pembunuhan warga Palestina.

Palestina, ungkap Abbas, tidak akan pernah meninggalkan atau menyerahkan Yerussalem Timur yang mereka dambakan sebagai ibu kota negara.

Lebih lanjut, dalam pidatonya Abbas menjelaskan bahwa Palestina tidak menentang Yahudi.

"Tapi saya menentang mereka yang menduduki tanah kami," tutur Abbas.

Abbas sendiri lahir di Safed, Galilea, yang sekarang bagian dari Israel. Dan seperti halnya pengungsi lainnya, Abbas mengatakan bahwa dia juga ingin pulang.

Israel, kata Abbas, harus mengakui dan meminta maaf atas peristiwa Nakba yang dalam bahasa Arab berarti "bencana". Nakba telah menciptakan krisis pengungsi terpanjang di dunia.

Selain itu, Abbas juga menuntut Israel membayar kompensasi kepada para pengungsi dan tanah yang sekarang mereka duduki.

Jika akar persoalan itu tidak diatasi, Palestina akan terus memperjuangkan haknya dan mengambil tindakan hukum, terutama di Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Pernyataan Abbas tersebut disambut tepuk tangan meriah dari para delegasi yang menghadiri peringatan Nakba pertama oleh PBB di markas besar organisasi itu di New York.

3 dari 3 halaman

Israel Tuduh Palestina Memutarbalikkan Sejarah, PBB: Pendudukan Harus Diakhiri

Israel jelas menentang pernyataan Abbas.

"Kami akan melawan kebohongan 'Nakba' dengan kekuatan penuh dan kami tidak akan membiarkan Palestina terus menyebarkan kebohongan dan memutarbalikkan sejarah," ujar Menteri Luar Negeri Israel Eli Cohen lewat sebuah pernyataan.

Duta Besar Israel untuk PBB Gilad Erdan melalui suratnya kepada para duta besar asing untuk PBB mengutuk peringatan Nakba dan mendesak mereka untuk tidak menghadiri apa yang disebutnya sebagai "peristiwa keji" dan "upaya terang-terangan untuk mendistorsi sejarah."

Erdan menuturkan bahwa mereka yang hadir akan memaafkan anti-semitisme dan memberikan lampu hijau kepada warga Palestina untuk terus mengeksploitasi organisasi internasional mempromosikan narasi fitnah mereka.

Majelis Umum PBB yang beranggotakan 193 negara menyetujui sebuah resolusi pada 30 November 2022 dengan suara 90-30 dan 47 abstain, yang isinya meminta Komite PBB untuk Pelaksanaan Hak-hak Rakyat Palestina yang Tidak Dapat Dicabut untuk mengatur pertemuan tingkat tinggi dalam rangka peringatan Nakba pada 15 Mei. AS bergabung dengan Israel untuk menentang resolusi tersebut.

Abbas pun memanfaatkan momentum ini untuk menyerukan Majelis Umum PBB agar menetapkan 15 Mei sebagai hari internasional untuk memperingati penderitaan Palestina.

Berbicara dalam forum yang sama dengan Abbas, Kepala Urusan Politik PBB Rosemary DiCarlo mengungkapkan kekhawatiran mendalam bahwa prospek negosiasi solusi dua negara terus menyusut.

Dia merujuk pada ekspansi pesat pemukiman Yahudi yang ilegal menurut hukum internasional, kekerasan yang meluas termasuk oleh pemukim Israel, dan penggusuran, penghancuran, serta penyitaan properti milik Palestina yang terus menerus dilakukan Israel.

"Rakyat Palestina layak mendapatkan kehidupan yang adil dan bermartabat serta realisasi hak mereka untuk menentukan nasib sendiri dan kemerdekaan," kata DiCarlo. "Posisi PBB jelas. Pendudukan harus diakhiri."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini