Sukses

Kisah Peniti Jadi 'Senjata' Wanita India Lawan Kekerasan Seksual

Hampir setiap wanita di India memiliki kisah pelecehan seksual yang terjadi di ruang publik yang ramai.

Liputan6.com, New Delhi - Hampir setiap wanita di India memiliki kisah pelecehan seksual yang terjadi di ruang publik yang ramai.

Untuk membalas pelaku pelecehan seksual, wanita menggunakan apa saja yang mereka miliki untuk melawannya. Misalnya, ketika para mahasiswi bepergian dengan bus dan trem yang penuh sesak di kota timur Kolkata beberapa dekade yang lalu, banyak dari mereka 'bersenjata' payung.

Para wanita juga kerap memanjangkan kuku dengan tajam untuk mencakar tangan pelaku.

Sedangkan yang lain menggunakan tumit sepatu stilleto mereka untuk menendang kemaluan pria, ketika para pelaku pelecehan beraksi memanfaatkan kerumunan untuk menempelkan kemaluannya ke punggung para wanita. 

Melansir dari BBC, Selasa (21/3/2023), banyak orang India menggunakan alat yang jauh lebih efektif untuk melawan pelaku dengan menggunakan peniti. Sejak penemuannya pada tahun 1849, peniti telah digunakan oleh wanita di seluruh dunia untuk menyatukan potongan-potongan pakaian yang berbeda, atau untuk mengatasi kerusakan pakaian.

Peniti juga digunakan oleh perempuan secara global, untuk melawan para pelaku pelecehan seksual.

Baru-baru ini ramai jadi perbincangan di Twitter para perempuan di India mengaku selalu membawa peniti di tas atau di tubuh mereka, untuk dijadikan senjata sebagai perlawanan menghadapi pelaku pelecehan seksual di tempat umum.  

Salah satunya Deepika Shergill, yang menulis tentang sebuah kejadian di masa lalunya, ketika dia mengalami pelecehan di sebuah bus yang mengharuskan dia untuk menusuk pelaku tersebut hingga berdarah, kata Shergill kepada BBC.

Insiden itu terjadi beberapa dekade yang lalu, tetapi dia masih ingat detail terkecil.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kisah Deepika Shergill Pakai Peniti Lawan Pria yang Melecehkannya

Pada saat kejadian itu Deepika Shergill berusia 20 tahun, dan si pelaku pelecehan berusia 40 tahun. Si pelaku selalu mengenakan baju safari abu-abu (sejenis baju setelan India dua potong yang populer di kalangan pegawai pemerintah) dan menggunakan sandal dengan ujung terbuka, lalu membawa tas kulit persegi panjang.

"Dia akan selalu datang dan berdiri di sampingku, membungkuk, menggosok pangkal pahanya di bagian belakang tubuhku, dan jatuh menimpaku setiap kali pengemudi menginjak rem," kata Shergill kepada BBC. 

Pada masa itu, Shergill sangat menderita dan pemalu, sehingga tidak ingin menarik banyak perhatian orang-orang sekitar. Alhasil dia menderita dalam diam selama berbulan-bulan. 

Tapi suatu hari, ketika si pelaku itu mulai masturbasi dan ejakulasi di bahu Shergill, akhirnya dia memutuskan sudah cukup waktunya berdiam dan harus bertindak.

"Saya merasa ternodai. Saat sampai di rumah, saya mandi sangat lama. Saya bahkan tidak memberi tahu ibu saya apa yang terjadi dengan saya," katanya.

"Malam itu saya tidak bisa tidur dan bahkan berpikir untuk berhenti dari pekerjaan saya, tetapi kemudian saya mulai berpikir tentang balas dendam. Saya ingin menyakitinya secara fisik, untuk mencegahnya melakukan hal ini kepada saya lagi," ucapnya kembali. 

Pada keesokan harinya, Shergill mengganti sepatu flatnya dengan stiletto dan naik bus, ditambah bersenjatakan peniti.

"Begitu dia datang dan berdiri di sampingku, aku bangkit dari tempat dudukku dan menginjak jari kakinya dengan tumitku. aku mendengarnya kesakitan, dan ini membuatku merasakan banyak kegembiraan. Lalu aku menggunakan peniti untuk menusuk lengan bawahnya dan segera keluar dari bus tersebut," tutur Shergill dalam ceritanya. 

Meskipun Shergill terus naik bus itu selama satu tahun lagi, dia berkata bahwa itulah terakhir kali dia melihatnya. Kisah Shergill sangat mengejutkan, tetapi tidak jarang yang mengalami hal ini.

 

3 dari 4 halaman

Cerita Serupa dari Wanita India yang Mengalami Pelecehan

Kisah serupa terjadi pada seorang wanita berusia 30-an, yang menceritakan kasus ketika seorang pria berulang kali mencoba meraba-raba dia di bus malam antara kota selatan Cochin dan Bengaluru (Bangalore).

"Awalnya saya mengabaikannya, mengira itu tidak disengaja," katanya.

Tetapi ketika pelaku itu melanjutkannya, dia menyadari bahwa hal itu disengaja, dan peniti yang dia gunakan untuk menjepit syalnya telah menyelamatkan harinya.

"Saya menusuknya dan dia menarik diri, tetapi dia terus mencoba lagi dan lagi, saya terus mencoba untuk menusuknya kembali. Akhirnya, dia menarik diri. Saya senang bahwa saya memiliki peniti ini, tetapi saya merasa konyol bahwa saya tidak berbalik untuk menamparnya," ucapnya kembali.

"Tapi ketika saya masih muda, saya khawatir orang tidak akan mendukung saya jika saya memberitahu yang lain," tambahnya.

Para aktivis mengatakan ketakutan dan rasa malu inilah yang dirasakan sebagian besar wanita yang membuat para pelaku kejahatan seksual berani dan membuat masalah ini meluas.

Menurut survei online di 140 kota di India pada tahun 2021, 56% wanita melaporkan telah dilecehkan secara seksual di angkutan umum, tetapi hanya 2% yang melapor ke polisi.

Sebagian besar mengatakan bahwa mereka mengambil tindakan sendiri atau memilih untuk mengabaikan situasi, seringkali menjauh karena tidak ingin membuat keributan, atau khawatir akan memperburuk situasi.

Lebih dari 52% wanita mengatakan mereka menolak pendidikan dan kesempatan kerja karena merasa tidak aman. "Ketakutan akan kekerasan seksual berdampak pada jiwa dan mobilitas perempuan lebih dari kekerasan yang sebenarnya," kata Kalpana Viswanath, salah satu pendiri Safetipin, yaitu sebuah organisasi sosial yang bekerja untuk membuat ruang publik aman dan inklusif bagi perempuan.

"Wanita mulai memberlakukan pembatasan pada diri mereka sendiri dan itu menyangkal bahwa kita setara dengan pria. Hal ini memiliki dampak yang jauh lebih dalam pada kehidupan wanita daripada tindakan pelecehan yang sebenarnya," tambah Kalpana Viswanath. 

4 dari 4 halaman

Pelecehan Seksual Pada Wanita Merupakan Kasus Global

Viswanath menunjukkan bahwa pelecehan terhadap perempuan bukan hanya masalah di India, itu merupakan masalah global.

Dalam sebuah survei yang diadakan oleh A Thomson Reuters Foundation terhadap 1.000 wanita di London, New York, Mexico City, Tokyo dan Kairo, menunjukan bahwa "jaringan transportasi yang ramai adalah tempat bagi pelaku untuk meluncurkan aksinya, apalagi ketika jam sibuk, mereka akan menggunakan alasan itu jika tertangkap. 

Viswanath memberitahukan, wanita di Amerika Latin dan Afrika mengatakan kepadanya bahwa mereka juga membawa peniti. Dan majalah Smithsonian melaporkan bahwa di AS, wanita menggunakan jepitan rambut bahkan di tahun 1900-an untuk menikam pria yang terlalu dekat dengan dirinya.

Namun meski menduduki puncak beberapa survei global dalam skala pelecehan publik, India tampaknya tidak menyadarinya sebagai masalah besar.

Viswanath mengatakan, sebagian pelaporan tersebut tidak tercermin dalam statistik kejahatan, dan karena pengaruh bioskop yang sangat populer dan mengajarkan kita bahwa pelecehan hanyalah cara merayu perempuan. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, kata Viswanath, banyak hal telah membaik di beberapa kota.

Di ibu kota Delhi, bus memiliki tombol panik dan kamera CCTV, lebih banyak pengemudi wanita telah dilantik, serta sesi pelatihan telah diselenggarakan untuk menyadarkan pengemudi dan kondektur agar lebih responsif terhadap penumpang wanita, dan petugas telah dikerahkan di bus.

Polisi juga telah meluncurkan aplikasi dan nomor telepon bantuan yang dapat digunakan perempuan untuk mencari bantuan. Tapi, Viswanath mengatakan, hal itu tidak selalu menjadi masalah bagi kepolisian.

"Saya pikir solusi yang paling penting adalah kita harus berbicara lebih banyak tentang masalah ini, harus ada kampanye media bersama orang-orang, untuk menyadarkan apa yang bisa diterima, dan apa yang tidak," katanya.

Sampai itu terjadi, Shergill dan kolega saya serta jutaan wanita India harus selalu membawa peniti mereka, ketika bepergian, tambah Viswanath

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.