Sukses

Rendang Berasal dari Negara Indonesia atau Malaysia? Ini Kata Ahli

Masyarakat Indonesia dan Malaysia lagi-lagi bertikai mengenai asal-usul rendang. Studi yang ada menyebutkan rendang berasal dari Indonesia, meskipun juga ada cara makan rendang khas Malaysia.

Liputan6.com, Jakarta - Siapa yang tak tahu rendang? Hidangan daging beraroma yang direbus dengan santan dan berbagai macam rempah bumbu rendang, termasuk kunyit, serai, lengkuas, jahe, bawang merah, cabai, dan bawang putih.

Dari mana asal-usulnya? Sejarah rendang hampir sama kompleksnya dengan cita rasa masakan yang kaya dan berlapis-lapis itu. Baru-baru ini, kontroversi mengenai asal-usulnya kembali ramai diperbincangkan. Apakah rendang berasal dari Indonesia atau Malaysia?

Melansir dari laman Culture Trip, Selasa (8/11/2022), kontroversi asal-usul rendang muncul sejak pertengahan 2010-an ketika negara-negara Asia Tenggara — Indonesia, Malaysia, dan Singapura — mencoba mengklaim beberapa hidangan khas budaya tertentu sebagai bagian dari kampanye warisan nasional masing-masing. Makanan yang dimaksud adalah kepiting cabai Singapura, nasi ayam Hainan, lumpia Semarang, sate, dan rendang.

Menurut laporan BBC, rendang berasal dari masyarakat etnis Minangkabau di Sumatera Barat, Indonesia yang memasaknya dengan kerbau – hewan penting dalam budaya Minang – bukan ayam atau sapi yang masakannya mungkin paling terkenal.

Daging kerbau itu keras, berotot, dan sangat cocok dengan waktu memasak yang lama untuk rendang. Padahal, kata rendang sendiri berasal dari 'merendang' yang artinya lambat memasak. Secara tradisional, hidangan dimasak antara tiga dan tujuh jam dengan api kecil di atas api kayu.

Gusti Anan, guru besar sejarah Universitas Andalas di Sumatera, menjelaskan bagaimana tradisi merantau (migrasi sukarela) Minangkabau mengakibatkan penyebaran rendang ke negara-negara tetangga di Semenanjung Malaya.

 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Tradisi Merantau Orang Minang dan Makanan Tahan Lama untuk Dibawa

Tradisi merantau orang Minang merupakan versi migrasi yang khas bagi masyarakat mereka, yang menurut penelitian, terkait dengan tradisi matrilineal di mana laki-laki dianggap 'tamu' di rumah istri mereka dan tanah leluhur diwariskan kepada perempuan bukan laki-laki.

Pria (dan juga beberapa wanita) memilih untuk bermigrasi dengan harapan mendapatkan pengalaman hidup serta peluang finansial yang lebih baik. Mereka melakukan perjalanan ke tempat-tempat seperti Malaysia dan Singapura dengan berjalan kaki atau melalui sungai, dan mencari makanan seringkali merupakan perjuangan.

Anan berkata, “Untuk mengatasi masalah ini, mereka akan membawa makanan dari rumah mereka … dan makanan yang bisa bertahan lama dalam kondisi baik adalah rendang.” Dibungkus dengan pisang raja atau daun pisang, mereka membawanya untuk perbekalan selama perjalanan.

Akar resepnya tidak sepenuhnya jelas. Anan berpendapat bahwa India memiliki pengaruh yang kuat dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi dan budaya orang Minangkabau sebagai akibat dari pedagang India datang ke pulau-pulau Indonesia pada abad ke-2 untuk mencari mineral seperti emas dan timah.

Indonesia menjadi pusat perdagangan rempah-rempah karena lokasinya antara India dan Cina pada abad ke-15, dan banyak elemen budaya India, China, Arab, dan Eropa tertinggal di tempat-tempat di sepanjang rute perdagangan saat para pelaut melewatinya. Inilah sebabnya mengapa rendang dianggap dekat dengan kari India.

3 dari 4 halaman

Malaysia Punya Rendang Kalio dan Rendang Tok

"Ada fase sebelum menjadi rendang yang disebut 'kalio', tahap memasak daging dalam bumbu dan santan sebelum cairannya menguap, jadi konsistensinya masih lebih basah," kata Anan. Dia menyebutkan orang Minangkabau menyebut tahap kalio sebagai 'kari'.

Arie Parikesit, pembawa acara TV kuliner dan juru kampanye makanan inovasi dari Pulau Jawa di Indonesia, mengatakan dari mana asalnya rendang dimakan dengan gaya kalio atau 'setengah rendang' dan ini adalah versi paling umum di Malaysia.

“Tapi dalam keadaan aslinya,” kata Arie, “itu adalah rendang hitam, berpasir dalam kuah karamel yang disebut dedak rendang.” Di Malaysia, ada versi serupa – rendang tok – tetapi lebih jarang.

Tok – kependekan dari datuk – diterjemahkan sebagai 'kerajaan' dan diyakini berasal dari juru masak kerajaan negara bagian Perak, Malaysia, yang menambahkan bahan-bahan seperti gula aren dan kelapa parut segar yang digoreng kering, yang akan terlalu mahal untuk orang biasa.

Tetapi bahkan pada asalnya, rendang dianggap sebagai hidangan terhormat oleh orang Minangkabau, sebagai manifestasi dari filosofi mereka: kesabaran, kebijaksanaan, dan ketekunan.

Hidangan yang memakan waktu lama seperti rendang umumnya hanya dimasak pada acara-acara khusus seperti pernikahan atau penobatan pemimpin lokal.

Anan berpendapat bahwa pentingnya budaya rendang tidak dapat diremehkan. “Rendang berarti kemakmuran, kekayaan dan juga salah satu bentuk kreativitas masyarakat,” ujarnya. Ini adalah makanan 'adat' – mengikuti adat dan tradisi lokal orang Minangkabau.

4 dari 4 halaman

Perkembangan Asal Rendang

Memang tidak diragukan, rendang telah berkembang dan beradaptasi atas keberadaannya di sekitar wilayah Melayu-Indonesia yang mengacu pada kepulauan Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Brunei.

Dr. Shahrim Ab Karim, profesor dari Warisan dan Budaya Makanan Malaysia di Universitas Putra Malaysia, menjelaskan bahwa orang Malaysia juga telah mengubah hidangan dari waktu ke waktu untuk menyebutnya sebagai milik mereka sendiri.

“Tentu tidak bisa kita pungkiri itu berasal dari Indonesia, tapi seiring berjalannya waktu, kita buat dari Malaysia,” ujarnya. “Di Malaysia, itu dianggap sebagai hidangan nasional, dimakan pada acara-acara bergengsi seperti pernikahan atau Hari Raya Islam.” 

Sementara rendang ayam adalah versi hidangan yang lebih sehari-hari, rendang daging sapi dianggap lebih istimewa karena membutuhkan waktu lebih lama untuk dimasak dan oleh karena itu disimpan hanya untuk acara-acara yang paling terhormat.

 

Penulis: Safinatun Nikmah

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.