Sukses

Rusia Diduga Gunakan Senjata Kimia, Banyak Warga Ukranina Dilaporkan Gagal Napas

Rusia diduga telah menggunakan senjata kimia saat mengepung kota Mariupol, Ukraina.

, Jakarta Rusia diduga telah menggunakan senjata kimia saat mengepung kota Mariupol, Ukraina. Dugaan tersebut muncul karena orang-orang dilaporkan mengalami gagal napas dan masalah neurologis.

Negara-negara Barat pun kini sedang menyelidiki klaim yang belum dikonfirmasi tersebut. Seperti Amerika Serikat (AS) dan Inggris yang mengatakan mereka tengah bekerja untuk mengonfirmasi laporan yang belum diverifikasi soal Rusia yang menggunakan senjata kimia dalam invasi mereka di Ukraina.

"Ada laporan-laporan bahwa pasukan Rusia kemungkinan telah menggunakan bahan kimia dalam serangan kepada warga Mariupol. Kami bekerja cepat dengan mitra-mitra untuk memverifikasi laporan," kata Menteri Luar Negeri Inggris, Liz Truss di akun Twitternya.

"Setiap penggunaan senjata semacam itu akan menjadi eskalasi yang tidak berperasaan dalam konflik ini dan kami akan meminta Putin dan rezimnya bertanggung jawab."

Sementara juru bicara Pentagon John Kirby mengatakan bahwa AS juga tengah memantau laporan tersebut. "Kami tidak dapat mengonfirmasi pada saat ini dan akan terus memantau situasi  dengan cermat," kata Kirby.

"Laporan ini, jika benar, sangat memprihatinkan dan merefleksikan kekhawatiran yang kita miliki tentang potensi Rusia untuk menggunakan berbagai alat kerusuhan, termasuk gas air mata dicampur zat kimia di Ukraina."

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Sebabkan Kegagalan Pernapasan

Anggota parlemen Ukraina Ivanna Klympush melalui akun Twitternya menulis bahwa "zat yang tidak diketahui" telah digunakan di kota Mariupol yang menyebabkan kegagalan pernapasan dan gangguan gerakan. "Kemungkinan besar senjata kimia!" cuit Klympush.

Penasihat wali kota Mariupol, Petro Andryushchenko menulis di Telegram mengenai laporan serangan senjata kimia yang belum terkonfirmasi.

"Kami sedang menunggu informasi resmi dari militer," tulis Andryushchenko.

Pada hari Senin (11/04), Batalion Azov, milisi ultranasionalis di Ukraina, mengklaim sebuah pesawat nirawak Rusia telah menjatuhkan "zat beracun" kepada pasukan dan warga sipil Ukraina di Mariupol. Akibat serangan tersebut dilaporkan bahwa orang-orang mengalami gagal napas dan masalah neurologis.

"Tiga orang memiliki tanda-tanda yang jelas akan keracunan oleh senjata kimia, tetapi tanpa konsekuensi bencana," kata pemimpin batalion Andrei Biletsky dalam sebuah pesan video di saluran Telegram miliknyai.

 

3 dari 4 halaman

Zelensky Serukan Sanksi untuk Rusia

Menanggapi laporan ini, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky pun menyerukan sanksi berat agar dijatuhkan kepada Moskow.

"Kami menggapi ini dengan sangat serius," kata Zelensky, dilansir kantor berita Reuters.

"Saya ingin mengingatkan kembali pemimpin-pemimpin dunia kemungkinan penggunaan senjata kimia sudah didiskusikan militer Rusia, dan pada saat itu artinya perlu reaksi yang lebih keras dan cepat pada agresi Rusia," sambungnya.

Sementara itu, wali kota Mariupol Vadym Boychenko mengatakan pada hari Senin (11/04) bahwa lebih dari 10.000 warga telah tewas akibat serangan Rusia. Ia mengatakan jumlah korban tewas bisa melampaui 20.000 orang menyusul serangan berminggu-minggu di kota di selatan Ukraina tersebut, meninggalkan jasad-jasad korban "berserakan di jalan-jalan kota."

Boychenko juga menuduh pasukan Rusia telah memblokir konvoi bantuan kemanusiaan yang menuju ke dalam kota. Ia mengatakan hal tersebut dilakukan Rusia untuk menyembunyikan pembantaian yang mereka lakukan dari dunia luar.

4 dari 4 halaman

Rusia Ditendang dari Dewan HAM PBB

Rusia ditendang dari keanggotaan Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Keputusan itu diambil setelah mayoritas negara anggota menyetujui draf resolusi penangguhan keanggotaan Federasi Rusia di Dewan Hak Asasi Manusia PBB, atas laporan pelanggaran berat dan sistematis dan pelanggaran hak asasi manusia di Ukraina.

Resolusi yang diprakarsai Amerika Serikat pada Kamis 7 April 2022 mencapai dua pertiga suara mayoritas anggota dalam pemungutan suara di Majelis Umum PBB yang diperlukan untuk meloloskan resolusi tersebut, dengan 93 suara mendukung dan 24 menentang. Mengutip Al Jazeera, Jumat (8/4/2022), ada 58 negara memutuskan abstain, termasuk Indonesia, tetapi suara mereka tidak dihitung dalam penghitungan akhir.

Resolusi singkat tersebut menyatakan "keprihatinan besar atas krisis hak asasi manusia dan kemanusiaan yang sedang berlangsung di Ukraina, khususnya atas laporan pelanggaran dan pelanggaran hak asasi manusia dan pelanggaran hukum humaniter internasional oleh Federasi Rusia, termasuk pelanggaran berat dan sistematis dan pelanggaran hak asasi manusia".

Pemungutan suara, yang menjadikan Moskow sebagai anggota tetap pertama Dewan Keamanan PBB dan membuat keanggotaannya dicabut dari badan PBB mana pun, segera disambut oleh Kiev tetapi dikritik oleh Moskow.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.