Sukses

Jika Rusia Gunakan Senjata Kimia, Presiden Ukraina Ancam Terapkan Sanksi Lagi

Presiden Volodymyr Zelenskyy mengatakan akan menggunakan lebih banyak sanksi lagi jika Rusia menggunakan senjata kimia.

Liputan6.com, Kiev - Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengatakan pada Senin (11 April) bahwa Rusia dapat menggunakan senjata kimia di Ukraina dan meminta Barat untuk menjatuhkan sanksi keras terhadap Moskow yang bahkan akan menghalangi pembicaraan tentang penggunaan senjata tersebut.

Dilansir dari laman Channel News Asia, Selasa (12/4/2022), ada laporan yang belum dikonfirmasi pada hari Senin yang menunjukkan bahwa senjata kimia digunakan di pelabuhan Mariupol, Ukraina selatan yang terkepung.

"Kami memperlakukan ini dengan sangat serius," kata Zelenskyy dalam pidato video malamnya pada hari Senin. Dia tidak mengatakan senjata kimia telah digunakan.

"Saya ingin mengingatkan para pemimpin dunia bahwa kemungkinan penggunaan senjata kimia oleh militer Rusia telah dibahas. Dan pada saat itu, itu berarti bahwa perlu untuk bereaksi terhadap agresi Rusia dengan lebih keras dan lebih cepat."

Petro Andryushchenko, ajudan walikota Mariupol, menulis di saluran Telegramnya bahwa laporan tentang serangan kimia belum dikonfirmasi dan dia berharap untuk memberikan perincian dan klarifikasi nanti.

Sekretaris pers Pentagon John Kirby mengatakan Amerika Serikat mengetahui laporan tersebut.

"Kami tidak dapat mengonfirmasi saat ini dan akan terus memantau situasi dengan cermat," kata Kirby. 

"Laporan-laporan ini, jika benar, sangat memprihatinkan dan mencerminkan kekhawatiran yang kami miliki tentang potensi Rusia untuk menggunakan berbagai agen pengendali kerusuhan, termasuk gas air mata yang dicampur dengan bahan kimia, di Ukraina."

Invasi Rusia, yang telah menewaskan ribuan orang dan membuat jutaan orang mengungsi, telah bergeser dari gerbang Kyiv ke timur Ukraina, dengan serangan besar-besaran diperkirakan akan terjadi di sana.

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Sanksi untuk Rusia

Uni Eropa mengatakan pada hari Senin bahwa lebih banyak sanksi terhadap Rusia adalah sebuah pilihan.

"Sudah waktunya untuk membuat paket ini sedemikian rupa sehingga kita tidak akan mendengar bahkan kata-kata tentang senjata pemusnah massal dari pihak Rusia," kata Zelenskyy. 

"Embargo minyak terhadap Rusia adalah suatu keharusan. Setiap paket sanksi baru terhadap Rusia yang tidak mempengaruhi minyak akan diterima di Moskow dengan senyuman."

Sebelumnya, Uni Eropa menyatakan Senin (4/4) akan mengadakan pembahasan mengenai babak baru sanksi terhadap Rusia, menyusul laporan mengenai kekejaman di kota-kota Ukraina yang telah diduduki pasukan Rusia.

Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell mengemukakan dalam sebuah pernyataan bahwa Uni Eropa “akan memajukan, karena masalahnya mendesak, pembahasan mengenai sanksi-sanksi lebih lanjut terhadap Rusia.”

Borrell mengatakan, “Pembantaian di kota Bucha dan kota-kota lain di Ukraina akan tercantum dalam daftar kekejaman yang dilakukan di tanah Eropa.”

Sanksi-sanksi akan dibahas pekan ini. Para menteri luar negeri Uni Eropa akan dapat membacanya di sela-sela pertemuan NATO akhir pekan ini atau pada pertemuan rutin mereka pekan depan.

Pernyataan Borrell menyebutkan bahwa Uni Eropa akan menawarkan bantuan untuk para jaksa penuntut Ukraina yang mengumpulkan dan mengamankan “bukti kejahatan perang.”

Uni Eropa juga mendukung investigasi terhadap kejahatan yang dilakukan Mahkamah Kejahatan Internasional dan komisioner HAM PBB, menurut pernyataan itu.

Sehari sebelumnya Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken mengecam keras Rusia, menuduh negara itu melakukan kekejaman perang di Ukraina, sewaktu dunia menyaksikan gambaran sekilas pertama mayat-mayat warga Ukraina yang dibiarkan di jalan-jalan Bucha, pinggiran Kota Kiev, setelah pasukan Rusia meninggalkan daerah itu.

 

3 dari 4 halaman

Sanksi Dewan HAM PBB

Rapat Umum PBB, Kamis (7/4/2022) memutuskan menskors Rusia dari Dewan Hak Asasi Manusia PBB. Rusia dikeluarkan karena dianggap melanggar HAM secara sistematis karena menyerang Ukraina.

Dilansir Channel News Asia, dalam rapat yang dipimpin Amerika Serikat (AS), sebanyak 93 voters setuju Rusia keluar, 24 voters mengatakan tidak, dan 58 voters abstain. Rapat itu sendiri mengambil tempat di New York, AS.

Sebanyak 2/3 voting dibutuhkan untuk mengeluarkan Rusia dari anggota Dewan HAM PBB. Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB, Gennady Kuzmin menilai voting itu ilegal dan bermuatan politis.

Selanjutnya, Gennady menegaskan Rusia keluar dari Dewan HAM PBB. Namun pernyataan itu dibalas Duta Besar Ukraina untuk PBB, Sergiy Kyslystya.

"Anda tidak mengajukan pengunduran diri setelah dipecat," ujar Sergiy.

Rusia sejatinya sedang berada dalam tahun keduanya di Dewan HAM PBB. Setiap negara mendapat jatah tiga tahun menjadi anggota.

4 dari 4 halaman

Anak Putin Ikut Jadi Target Sanksi

AS telah memberlakukan sanksi terhadap lingkaran dalam Presiden Rusia Vladimir Putin, termasuk putrinya.

Daftar itu juga termasuk keluarga Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov dan bank-bank besar.

Langkah-langkah tersebut mengikuti pengungkapan baru kekejaman oleh pasukan Rusia di Ukraina, termasuk gambar jasad warga sipil yang tersebar di jalan-jalan Bucha, dekat ibukota Kiev. Rusia mengatakan, tanpa bukti, gambar-gambar itu dibuat oleh pejabat Kiev. 

Meskipun citra satelit menunjukkan warga sipil tewas ketika Rusia menguasai Bucha, Putin pada Rabu menggambarkan peristiwa itu sebagai "provokasi kasar dan sinis oleh rezim Kiev".

Mengacu pada pembunuhan Bucha, Presiden AS Joe Biden mengatakan pada hari Rabu: "Tidak ada yang kurang terjadi daripada kejahatan perang besar." 

"Negara-negara yang bertanggung jawab harus bersatu untuk meminta pertanggungjawaban para pelaku ini," tambah Biden.

AS mengatakan bahwa putri Putin, Katerina Vladimirovna Tikhonova dan Maria Vladimirovna Vorontsova, dikenai sanksi "karena menjadi anak-anak Putin yang sudah dewasa, di mana properti dan kepentingannya diblokir".

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.