Sukses

737 Orang Terbunuh Sejak Kudeta Militer di Myanmar

Gejolak politik di Myanmar sejak kudeta militer 1 Februari 2021, telah merenggut ratusan nyawa.

Liputan6.com, Yangon - Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik Burma (AAPPB) menyebut gejolak politik di Myanmar sejak kudeta militer 1 Februari 2021, telah merenggut ratusan nyawa. Menurut AAPP, pasukan keamanan Myanmar telah membunuh 737 orang dan menahan 3.229 lainnya di seluruh negeri.

"AAPP prihatin dengan semua yang ditahan, terutama di lokasi yang dirahasiakan," katanya.

Enam tahanan ditangkap pada Minggu 18 April di Yankin, pinggiran kota terbesar Myanmar, Yangon, menurut Tony Cheng dari Al Jazeera.

Kelompok pemantau di Myanmar itu telah meminta tindakan internasional, mengungkapkan keprihatinan atas penyiksaan dan pembunuhan pengunjuk rasa anti-kudeta di negara Asia Tenggara tersebut.

Kekesalan warga memuncak saat militer menyiarkan gambar enam tahanan muda yang menunjukkan tanda-tanda penyiksaan parah. Dalam gambar yang disiarkan MRTV milik militer pada Minggu malam, wajah empat pria dan dua wanita tampak berlumuran darah dan memar.

Salah satu wanita terlihat rahangnya bengkak dan tampak bagian mata begitu hitam.

"Junta ini menggunakan penyiksaan sebagai kebijakannya," kata Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPPB) Myanmar dalam sebuah tweet.

"Jika komunitas internasional tidak bertindak, penyiksaan dan kematian, jelas akan berlanjut."

 

Saksikan Video Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kekacauan di Myanmar

Myanmar berada dalam kekacauan sejak Jenderal Senior Ming Aung Hlaing merebut kekuasaan pada 1 Februari.

Di tengah berlanjutnya protes, pembunuhan dan penangkapan massal, Perserikatan Bangsa-Bangsa telah memperingatkan bahwa situasi di Myanmar mungkin menuju "ke arah konflik besar-besaran".

Kim Jolliffe, seorang peneliti hubungan sipil dan militer Myanmar mengatakan, keputusan militer untuk menyiarkan gambar keenam tahanan itu bertujuan untuk menyebarkan ketakutan.

"Strategi junta Myanmar dari awal sampai akhir didasarkan pada langkah yang sama. Kami bisa lebih brutal dari Anda. Kami bisa menjadi lebih menyakitkan dan menakutkan daripada Anda," kata Jolliffe dalam sebuah tweet.

"Hanya itu yang mereka miliki. Tapi itu tidak mengenal batas."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.