Sukses

Amerika Serikat Ancam Indonesia agar Tak Beli Sukhoi Rusia?

Rusia curiga ada negara lain yang ingin mencegah Indonesia membeli senjata dari mereka.

Liputan6.com, Jakarta - Pesawat Sukhoi SU-35 yang rencananya dibeli dari Federasi Rusia tak kunjung tiba di Republik Indonesia. Pihak Rusia pun curiga ada intervensi pihak ketiga yang berupaya mempengaruhi keputusan pembelian pesawat itu.

Amerika Serikat (AS) diduga mencegah pembelian senjata dari Rusia lewat taktik pemberian sanksi. Beberapa negara pun sudah ditegur AS karena tertarik membeli senjata Rusia. Menurut pihak Rusia, hal tersebut adalah perkara bisnis karena AS juga menjual senjata.

"Seperti kasus Turki, kasus India, dan kasus China, Amerika Serikat mencoba mencegah negara-negara sahabat kami untuk bekerja sama dengan Rusia di ranah militer dan teknis," ujar Oleg V. Kopylov, Deputy Chief of Mission Kedutaan Besar Rusia untuk Republik Indonesia di Jakarta, Rabu (18/12/2019).

"Hal ini cukup dipahami karena AS juga memiliki industri teknis militer yang besar, dan AS merupakan eksportir senjata terbesar di dunia, dan ini tentang persaingan. Namun, persaingan bisa adil dan tidak adil," ucapnya.

Rusia  mengatakan bahwa persaingan dagang lewat ancaman memberi sanksi bagi pembeli adalah tindakan yang tak adil. Oleg Kopylov berpandangan tiap negara harus diberikan kebebasan untuk membeli senjata.

"Indonesia bisa melihat yang mana yang terbaik, yang paling efektif dari segi harga, dan Indonesia akan membeli senjata tersebut. Itulah kompetisi yang adil," lanjut Oleg.

Ia berharap agar intervensi negara lain tidak mempengaruhi proses pembelian Sukhoi. Oleg juga yakin Indonesia tidak bisa dikendalikan ancaman pihak ketiga. Meski demikian, ia belum dapat menyebut kapan pembelian Sukhoi bisa difinalisasi.

Sebelumnya, AS pernah menegur Turki karena membeli sistem pertahanan misil S-400 asal Rusia, akibatnya Turki langsung diancam sanksi senat AS. India pun kena peringatan karena membeli sistem misil S-400 juga.

"Preferensi kuat kita adalah (agar India) mencari alternatif-alternatif lain dan melihat apakah kita bisa menjadi mitra India dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan pertahanan tersebut," ucap Randall Schriver, asisten menteri pertahanan AS untuk Urusan Keamanan Asia dan Pasifik, seperti dikutip South China Morning Post.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Amerika Kembali Tegur Turki karena Belanja Senjata Rusia

Amerika Serikat (AS) kembali membahas kekesalan mereka atas aksi Turki yang belanja sistem pertahanan Rusia. Aksi Turki dinilai tak pantas mengingat negara itu merupakan anggota NATO yang notabene anti-Rusia.

Teguran dilayangkan oleh Senator James Risch yang menjabat sebagai Ketua Komite Hubungan Luar Negeri di Senat AS. Ia meminta agar Turki mulai bersikap selayaknya anggota NATO. 

"NATO dibuat untuk menekan Rusia. Turki adalah anggota NATO dan mereka seharusnya bersikap seperti anggota NATO," tegas Risch seperti dikutip Global News.

Senjata yang dimaksud adalah sistem pertahanan rudal S-400 dari Rusia. Keputusan belanja itu sudah diumumkan sejak 2017. Aksi Turki pun memancing kecurigaan NATO.

Perkara rudal ini juga AS ogah menjual misi Patriot ke Turki. AS pun memberi sinyal akan menerapkan sanksi pada Turki sesuai hukum yang berlaku.

Sanksi tersebut mengarah pada ekspor-ekspor militer Rusia berdasarkan Countering America's Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA) atau UU Melawan Musuh Amerika Melalui Sanksi yang disahkan pada tahun 2017.

Masalah jual-beli senjata ini berpotensi makin panjang, karena sebagai balasannya Senator Risch justru enggan mengizinkan pembelian lima pesawat tempur Lockheed-Martin F-35 ke Turki. Padahal, pesawat itu sudah siap kirim.

"Sebagai ketua dari Komite Hubungan Internasional, saya harus memberi izin semua senjata yang dikirim ke luar negeri. Saya memberitahukan mereka saya tidak mengizinkan F-35 selama dama rudal S-400 di dalam negara dan kendali Anda," ujar Risch.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.