Sukses

Warna Darah Pria Ini Seperti Susu Setelah Menderita Diabetes, Mengapa?

Karena diabetes, warna darah pria ini tampak seperti susu. Apa penyebabnya?

Liputan6.com, Harrisburg - Seorang pria berusia 39 tahun di Pennsylvania, Amerika Serikat, dilarikan ke unit gawat darurat setelah mengalami mual, muntah, sakit kepala dan hilang kesadaran. Sebelumnya, dia telah dinyatakan menderita diabetes oleh dokter spesialis yang menanganinya.

Untuk mengobati penyakit tersebut, dokter pun memberinya sejumlah obat khusus, namun ia tidak mengonsumsinya secara teratur, menurut laporan kasus yang diterbitkan pada Senin, 25 Februari 2019 dalam jurnal Annals of Internal Medicine.

Ketika tiba di rumah sakit, pria itu kehilangan kesadaran dan membutuhkan tabung pernapasan untuk membantunya mendapatkan oksigen dengan segera. Tim medis pun segera memeriksanya dan mengambil sampel darah dari tubuhnya.

Darah laki-laki ini begitu kental dengan lemak, sehingga para dokter ahli perlu mengambilnya secara manual --praktik tersebut dikenal sebagai bloodletting. Tes mengungkapkan bahwa pria itu memiliki kadar trigliserida yang sangat tinggi --sejenis lemak-- dalam darahnya.

Tingkat trigliserida di bawah 150 miligram per desiliter (mg/dL) dianggap normal, menurut National Institutes of Health (NIH), sedangkan di atas 500 mg/dL dinilai tak wajar. Faktanya, kadar trigliserida dalam darah lelaki itu adalah lebih dari 14.000 mg/dL.

"Kandungan trigliserida yang amat tinggi membuat darah pria itu berwarna seperti susu," tulis co-author studi kasus ini, Dr. Philipp Koehler dan Dr. Matthias Kochanek, dari University Hospital of Cologne di Jerman, sebagaimana dikutip dari Live Science, Selasa (26/2/2019). Keduanya adalah pihak yang merawat pasien tersebut.

Kadar trigliserida yang tinggi dapat menyebabkan peradangan pada pankreas, atau pankreatitis, suatu kondisi yang bisa berpengaruh serius pada tubuh. Uji laboratorium menunjukkan, pasien memiliki kadar enzim pankreas yang meningkat, yang menjadi penyebab ia tak sadar diri.

Tes juga mengungkapkan bahwa pria itu menderita ketoasidosis diabetik, yakni komplikasi diabetes yang berpotensi mengancam jiwa jika terjadi ketika tubuh memecah lemak dengan sangat cepat. Ini kemudian mengarah pada penumpukan asam dalam darah yang disebut keton, menurut NIH.

Ketoasidosis terjadi karena tubuh tidak menghasilkan cukup insulin, hormon yang membantu gula atau glukosa, masuk ke dalam sel sehingga gula dapat digunakan sebagai bahan bakar tubuh (tanpa glukosa, tubuh mengubah lemak sebagai bahan bakar).

Bloodletting

Ketika seorang pasien memiliki kadar trigliserida yang sangat tinggi, dokter dapat menggunakan sebuah mesin khusus untuk menyaring lemak dari darah --proses ini dinamakan plasmapheresis.

Tetapi ketika dokter yang menangani pria itu mencoba mempraktikan metode tersebut, mesin yang dipakai menjadi tersumbat dan tak berfungsi baik karena kadar lemak darah si pasien yang amat tinggi.

Tim medis lantas mencobanya kembali untuk yang kedua, tetapi mesin tersebut masih saja tersumbat. Karena insiden inilah, para dokter ahli beralih untuk menerapkan bloodletting.

Mereka mengambil satu liter darah pria itu, lalu menggantinya dengan sel darah merah dan plasma dari pendonor. Ternyata, ini bisa menurunkan kadar trigliserida pada pasien tersebut sehingga para dokter menyedot satu liter lagi darahnya, kali ini menggantinya dengan cairan.

Dua hari kemudian selama menjalani perawatan intensif, kadar trigliserida si pasien sudah mulai cukup rendah, dan mesin untuk plasmapheresis bisa bekerja tanpa tersendat.

Lima hari kemudian, dokter dapat melepaskan tabung pernapasan laki-laki itu dan ia dinyatakan tidak memiliki gejala neurologis.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Menarik dan Inovatif

Dr. Philipp Koehler dan Dr. Matthias Kochanek mengatakan kepada Live Science bahwa mereka belum pernah melihat kasus seperti ini sebelumnya.

Laporan baru menunjukkan bahwa, jika plasmapheresis tidak dapat dilakukan, bloodletting konvensional dengan penggantian darah dan cairan dapat menjadi alternatif yang efektif untuk pasien dengan trigliserida yang sangat tinggi.

Guy Mintz, direktur kesehatan jantung dan lipidologi di Sandra Atlas Bass Heart Hospital milik Northwell Health (jaringan layanan kesehatan nirlaba) di Manhasset, New York --yang tidak terlibat dalam kasus ini-- mengemukakan bahwa laporan kasus tersebut merinci adaptasi perawatan yang menarik dan inovatif untuk situasi genting karena trigliserida yang tinggi dalam darah.

"Saya memuji para dokter karena berpikir anti mainstream, dengan mencoba bloodletting," Mintz menjabarkan. "Laporan tersebut memberikan pilihan kepada para dokter terkait pilihan pengobatan baru untuk trigliserida yang sangat tinggi, ketika terapi standar rumah sakit ... gagal."

Para penulis berhipotesis bahwa kadar trigliserida darah yang sangat tinggi disebabkan oleh kombinasi resistensi insulin, obesitas, diet yang tidak tepat dan diabetes yang tidak diobati dengan baik.

Mereka mencatat, ketoasidosis dan kadar trigliserida yang sangat tinggi adalah tanda-tanda kekurangan insulin. Selain itu, pengujian juga menunjukkan pasien memiliki penanda genetik yang dikaitkan dengan kadar trigliserida yang lebih tinggi, yang mungkin juga memengaruhi risikonya.

Pasien menggunakan obat diabetes yang disebut inhibitor (zat penghambat) sodium-glucose cotransporter-2 (SGLT2), dan ada beberapa kekhawatiran bahwa obat ini dapat meningkatkan risiko ketoasidosis, menurut Food and Drug Administration AS.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.