Sukses

Ulama Mesir: Islam Telah Diperalat untuk Menumpahkan Darah

Imam Besar Al-Azhar menyebut kelompok ekstremis membelokkan agama untuk tujuan politik mereka sendiri dan membuat konflik kian memanas.

Liputan6.com, Kairo - Para pemimpin dan delegasi dari 50 negara berkumpul di Kairo untuk menghadiri konferensi yang disponsori oleh Al Azhar Mesir bertajuk "Kebebasan dan Kewarganegaraan: Keberagaman dan Integrasi".

Dalam kesempatan tersebut, para ulama dan tokoh lintas agama, termasuk, Imam Besar Al-Azhar Mesir Dr Ahmad Al Tayeb, mendesak pemerintah dan masyarakat kawasan Timur Tengah serta dunia Islam untuk berbuat lebih banyak dalam menciptakan "budaya koeksistensi" antarumat beragama.

Ahmad Al Tayeb menegaskan, Timur Tengah saat ini mengalami masa di mana kelompok ekstremis membelokkan agama untuk tujuan politik mereka sendiri dan membuat konflik kian memanas.

"Kita menyaksikan banyak masalah di kawasan ini, seperti perang tanpa alasan yang logis. Suatu hal yang menyakitkan melihat agama dipandang ada di balik perang ini. Kita melihat banyak orang yang kehilangan nyawanya," kata Ahmad Al Tayeb pada 28 Februari 2017 lalu.

"Gambarannya semakin suram. Para kriminal memanfaatkan penafsiran yang salah (tentang Islam) yang sama sekali tak ada kaitannya dengan agama atau kitab suci kita...semua masalah ini tak ada kaitannya dengan Islam, tetapi Islam telah diperalat untuk menumpahkan darah," kata ulama besar Mesir itu seperti dikutip dari Antara, Minggu (5/3/2017).

Shaikh Tayeb mengatakan, kekerasan yang dilakukan sejumlah kelompok ekstremis telah membuat dunia salah dalam memandang Islam.

"Ruh dan jiwa sirna, dan terciptalah lautan darah. Saat ini hal itu membuat banyak orang beralih melawan agama kita."

"Islamofobia telah menciptakan dampak yang sangat serius terhadap warga muslim di seluruh dunia. Kita perlu membebaskan manusia sedunia untuk mendapatkan penawar untuk penyakit ini," sambung dia.

Sementara itu Sekretaris Jenderal Liga Arab, Ahmed Aboul Gheit, mengajak umat Islam meneladani dan bercermin kepada toleransi Islam saat muslim menguasai Andalusia--Spanyol sekarang. Kala itu, umat Islam dan Kristen dapat hidup berdampingan dengan damai.

"Era Andalusia meneladankan tingkat toleransi yang optimal. Tak ada bandingannya, pengalaman yang menakjubkan. Tetapi kini kita hidup di era fanatisme. Ini adalah fenomena yang tengah terjadi, sangat disayangkan dan menyedihkan," kata Aboul Gheit seperti dilaporkan laman Khaleej Times.

"Masa depan Dunia Arab, akan sangat tergantung apakah wilayah ini sedia merangkul berbagai budaya dan agama serta mengantarkannya ke 'era pluralisme'. Saya yakin sekali Timur Tengah akan besar karena keberagaman, atau mengering dan bahkan mati jika kita kehilangan itu," imbuh Aboul Gheit.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.