Sukses

Minim Perhatian, Negara 'Termuda' Ini Terancam Genosida

Negara itu adalah Sudah Selatan. Menurut Komisi HAM PBB, negeri yang kaya minyak itu kini berada di tebing perpecahan perang etnis.

Liputan6.com, Juba - Negara paling muda di dunia kini terancam mengalami pemusnahan massal atau genosida. Sementara, tak ada satupun perhatian dunia kepada mereka.

Negara itu adalah Sudan Selatan. Menurut Kepala Komisi HAM PBB, Yasmin Sooka, negeri yang kaya minyak itu kini "berada di tebing perpecahan perang etnis".

Dikutip dari The Independent Kamis, (15/12/2016), Yasmin Sooka kepada Dewan Keamanan PBB memohon kepada komunitas internasional untuk mencegah perang bak Rwanda --di mana saat itu dua suku terbesar Tutsi dan Hutu saling bersiteru-- yang menjurus pada pemusnahan massal. Sooka meminta kepada PBB agar segera dikerahkan setidaknya 4.000 pasukan perdamaian untuk menjaga keselamatan warga sipil.

Ia juga meminta agar dibentuk pengadilan untuk mengadili kekejaman di negeri yang masih 'seumur jagung' itu.

Puluhan ribu orang telah terbunuh dalam pertikaian di Sudan Selatan dan lebih dari sejuta orang mengungsi.

Konflik pecah pada Desember 2013, setelah Presiden Salva Kiir memecat wakilnya, Riek Machar. Akibatnya perang sipil pun tak terelakkan.

Sementara itu, otoritas Sudan Selatan bersikeras mereka tak menargetkan penduduk sipil, tapi para pengungsi bersaksi bahwa baik itu pemerintah maupun pemberontak menewaskan warga sipil etnis tertentu. Kesaksian itu mendukung peringatan Sooka tentang kekhawatiran genosida Rwanda 1994.

Sooka juga mengatakan ribuan perempuan telah diperkosa dan akibat dari perang, negara itu terjerumus ke inflasi lebih dari 800 persen di bulan Oktober 2016.

"Invetigasi tim dari PBB yang baru-baru ini tiba di Sudan Selatan menemukan indikasi proses pembersihan etnis di negara itu," kata Sooka.

Perempuan itu juga mengkhawatirkan bahwa pertempuran akan semakin membahayakan karena musim kemarau telah tiba di negara itu.

Sementara itu, Presiden Sudan Selatan Salva Kiir telah meminta dialog nasional untuk mempertanyakan identitas nasional di depan parlemen.  Ia juga meminta agar gencatan senjata dimulai tapi tak memberikan solusi bagaimana menghadapi serangan oposisi dari penjuru negeri itu.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini