Sukses

24-11-1993: Vonis Bersalah Bagi 2 Bocah Pelaku Pembunuhan Sadis

Di usia 10 tahun, Thompson dan Venables melakukan penculikan, penyiksaan, dan pembunuhan terhadap seorang balita.

Liputan6.com, Bootle - Dua bocah laki-laki berusia 10 tahun, Robert Thompson dan Jon Venables menggemparkan Inggris pada 1993. Pada usia yang masih sangat muda, mereka telah melakukan penculikan, penyiksaan, dan pembunuhan terhadap James Patrick Bulger (2).

James dilaporkan menghilang di pusat perbelanjaan the New Strand di Bootle, Inggris. Dua hari kemudian, tubuhnya ditemukan dalam kondisi termutilasi di Walton, Liverpool.

Pada 20 Februari 1993, Thompson dan Venables didakwa atas kasus penculikan dan pembunuhan James. Keduanya dinyatakan bersalah pada 24 November di mana peristiwa ini menandai bocah-bocah tersebut sebagai pembunuh termuda yang dihukum dalam sejarah Inggris modern.

Jejak Thompson dan Venables terekam melalui CCTV di pusat perbelanjaan the New Strand pada 12 Februari 1993. Dalam rekaman itu mereka digambarkan tengah melakukan pengamatan terhadap target.

Saat itu keduanya tengah bolos sekolah. Perilaku yang sering mereka lakukan.

Dan sepanjang berada di pusat perbelanjaan tersebut, Thompson dan Venables pun tertangkap kamera mencuri sejumlah barang termasuk di antaranya permen, boneka, beberapa baterai, dan sekaleng cat berwarna biru bermerk Humbrol.

Barang-barang tersebut kelak ditemukan di lokasi pembunuhan James.

Salah seorang pelaku kemudian mengakui bahwa mereka berencana untuk menculik seorang anak, membawanya ke jalan yang padat di samping mal, dan mendorongnya ke jalur lalu lintas.

"Aku ingat ada pengumuman saat itu bahwa seorang anak laki-laki hilang," ujar Gaynor Davis (44) yang bekerja di The Photo Expert seperti dikutip dari Smh.com.au.

Kamera CCTV merekam insiden hilangnya James terjadi pada pukul 15.42 waktu setempat.

Usai menculik balita malang itu, Thompson dan Venables membawanya berjalan sejauh empat kilometer, melintasi Liverpool dan menuju kanal Leeds and Liverpool.

Selama menempuh perjalanan, mereka sempat bertemu dengan banyak orang, namun tak ada seorang pun yang menaruh curiga padahal terdapat benjolan di dahi James dan ia dalam kondisi menangis.

Orang-orang beranggapan bahwa James adalah adik dari kedua bocah kejam tersebut.

Ketika tiba di Desa Walton, mereka menggiring James ke sebuah jalur kereta api di dekat Stasiun Walton & Anfield. Di sanalah penyiksaan dimulai.

Kekejaman Terungkap

Dalam persidangan terungkap di lokasi tersebut, korban disiksa.

Yang merenggut nyawa James adalah ketika kepalanya ditimpa besi seberat 10 kilogram yang digambarkan oleh pengadilan sebagai pelat sambung pada rel kereta api. Kekejaman ini menyebabkan anak laki-laki itu mengalami 10 patah tulang tengkorak.

Ahli patologi, Alan Williams menjelaskan bahwa James menderita begitu banyak luka. Total terdapat 42 jejak kekerasan di tubuh mungil bocah itu.

Yang lebih mengerikan lagi, polisi menduga ada unsur kekerasan seksual mengingat sepatu, kaos kaki, dan celana James dilepas oleh kedua pelaku. 

Ketika diinterogasi seputar kekerasan seksual, Thompson dan Venables enggan menjawab secara rinci. Mereka juga menolak tuduhan telah melakukan penyiksaan dengan menggunakan baterai.

Sebelum meninggalkan lokasi tersebut, kedua pelaku meletakkan tubuh James di rel kereta, agar kematian korban dianggap sebagai kecelakaan.

Tubuh korban akhirnya ditemukan pada 14 Februari. Menurut ahli patologi forensik, James telah meninggal dunia setelah ditabrak kereta.

"Aku sudah berurusan dengan banyak kasus pembunuhan, namun belum pernah melihat cedera yang dialami oleh seseorang yang tidak mampu melindungi dirinya sendiri. Anda tak bisa membayangkan bahwa pelakunya adalah anak-anak," ujar Albert Kirby, salah seorang pejabat di kepolisian setempat.

Dalam sebuah memoar berjudul, My James, ayah dari James, Ralph Bulger menumpahkan perasaannya.

"Mereka tahu apa yang mereka lakukan jahat. Thompson dan Venables memiliki banyak kesempatan untuk membiarkan James tetap hidup, namun mereka bahkan tidak menunjukkan satu ons pun kasih sayang atau perasaan bagi anak laki-laki yang baru saja memulainya hidupnya...," ujar Ralph.

Venables dan Thompson kemudian dikenai hukuman seumur hidup. Namun karena usia mereka masih sangat belia, delapan tahun kemudian atau tepatnya pada tahun 2001, mereka bebas bersyarat dari rumah penahanan anak.

Keduanya diberi identitas baru, dilarang bertemu satu sama lain, dilarang kembali ke Liverpool tempat di mana mereka melakukan pembunuhan, dan dibatasi sejumlah persyaratan lainnya.

Venables yang pada tahun 2010 berusia 27 tahun ternyata melakukan kejahatan kembali. Tindak kriminal yang dilakukannya bukan perkara sepele sehingga dia harus kembali ke rumah tahanan.

Kabar ini seolah membuka luka lama bagi banyak pihak. Kalangan yang sedari awal berpendapat bahwa Venables tidak semestinya dibebaskan merasa mendapat pembenaran dari peristiwa ini.

Venables disebut-sebut sempat ditahan di St. Helens di Merseyside. Ada yang menyebutkan bahwa ia telah dibebaskan pada 3 September 2013.

Sementara Thompson dikabarkan sempat berada di Pusat Perawatan Barton Moss di Manchester. Ia dibebaskan pada usia 23 tahun pada Juni 2001.

Para staf yang merawatnya memberi komentar positif. Namun bagaimana pun ia disebut tidak menunjukkan sikap penyesalan atas perbuatannya. Kini setelah keduanya memiliki identitas baru dan anonimitas keberadaan dan kondisi mereka tidak diketahui pasti.

Dalam peristiwa terpisah, sejarah mencatat terjadi kebakaran di sebuah pabrik pakaian di Dhaka, Bangladesh pada 24 November 2012. Insiden ini menewaskan 112 orang.

Sementara itu pada 24 November 2015, bus yang membawa pasukan pengawal presiden Tunisia meledak di Tunis. 14 orang dilaporkan tewas dalam peristiwa ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini