Sukses

04-09-1887: Napoleon III si Demokratis yang Mati di Pengasingan

Jenderal militer keturunan Napoleon Bonaparte itu akhirnya meregang nyawa di tempat pengasingan Chislehurst, Inggris.

Liputan6.com, London - Tepat pada 4 September 144 tahun silam, rezim kekaisaran Raja Prancis Charles Louis Napoleon Bonaparte digulingkan. Jenderal militer itu akhirnya meregang nyawa di tempat pengasingan Chislehurst, Inggris.

Charles Louis Napoleon Bonaparte lahir di Paris, anak ketiga dan terakhir dari Raja Louis dan Ratu Hortense Belanda. Ia keponakan Napoleon I.

Karena keluarga Bonaparte dibuang dari Prancis setelah kejatuhan sang paman Napoleon Bonaperte, Charles Louis Napoleon akhirnya tinggal dan dididik secara pribadi di Swiss dan Bavaria. Ibunya mendidik dia dengan kemuliaan dari legenda Napoleon, dan mempersiapkannya untuk mengembalikan kekuasaan keluarga.

Berawal pada akhir Abad ke-18 dan awal Abad ke-19 ketika Prancis mendesakkan pengaruhnya yang kuat kepada gelanggang politik Belanda, sang Jenderal Napoleon Bonaparte menjadi pemimpin negara itu. Ia yang merupakan seorang anggota militer, berhasil menjatuhkan pemerintahan kekaisaran Prancis pada tahun 1799.

Cakupan taklukannya bukan hanya di Prancis, melainkan di seluruh wilayah yang ditaklukkan oleh angkatan bersenjata Prancis. Kemudian, sebagai seorang jenderal, dia memimpin pasukannya untuk berperang melawan Kerajaan Austria, Kekaisaran Rusia dan Raja Inggris.

Sejak tahun 1806, keturunan Napoleon ini memimpin hampir seluruh Eropa. Napoleon jelas memainkan perang penting dalam sejarah Eropa pada saat itu. Salah satu pencapaiannya yang penting adalah modernisasi prosedur administrasi dan sistem peradilan di wilayah kekuasaannya. Dia juga menerapkan sistem bobot (kilogram) dan juga sistem pengukuran (meter) yang baru. Selain itu, pendaftaran kelahiran, kematian dan perkawinan diperkenalkan serta setiap orang diharuskan mempunyai nama keluarga.

Untuk mencapai tujuan itu, ia menulis pamflet dan risalah untuk merumuskan program politik, menggambarkan dirinya sebagai pembaharu sosial, politik liberal, ahli militer, dan pendukung pembangunan pertanian dan industri. Dia juga memimpin dua upaya bersenjata yang gagal untuk menggulingkan rezim Raja Louis Philippe, pada tahun 1836 dan 1840. Dipenjara seumur hidup, ia melarikan diri pada tahun 1846.

Setelah Louis Philippe digulingkan dalam tahun 1848, Charles Louis Napoleon menawarkan dirinya sebagai calon presiden republik Perancis yang baru. Betapa terkejutnya para veteran politik ketika ia menang.

Kemenangannya tak bertahan lama, dalam pemilihan legislatif pada tahun 1849 pihak konstitusi membatasi dia untuk satu masa jabatan 4 tahun. Dia memutuskan melakukan kudeta pada tanggal 2 Desember 1851, dengan asumsi bisa mendapatkan kekuasaan diktator dan memperluas masa jabatannya sampai 10 tahun.

Meskipun ditentang oposisi, ada bukti nyata dukungan rakyat yang mendorongnya untuk terus menjabat setahun kemudian. Mengkonversi Republik Kedua ke dalam Kekaisaran Kedua; karena anak Napoleon I telah dikenal pengikutnya sebagai Napoleon II, Louis Napoleon mengambil gelar Napoleon III.

 

Dua Periode Pemerintahan

Sejarawan membagi pemerintahannya menjadi dua periode. Kediktatoran pertama yang bertahan sampai 1860. Selama itu, dibatasi kebebasan pers dan kebebasan berpikir intelektual, koran disensor dan banyak penulis diasingkan, termasuk Victor Hugo.

Setelah 1860, Charles Louis Napoleon memulai serangkaian reformasi liberal yang memuncak dalam sebuah monarki terbatas, reformasi Liberal pada tanggal 2 Januari 1870, ditandai oleh undang-undang tenaga kerja, gerakan menuju perdagangan bebas, dan kebangkitan partai oposisi.

Pada tahun 1868 ia memberikan kebebasan berkumpul dan melonggarkan pembatasan terhadap pers. Ia juga memperpanjang rel kereta api Prancis dan mencoba untuk memperbaiki kondisi masyarakat miskin. Mungkin karya Napoleon III yang paling tahan lama adalah rekonstruksi Paris, diawasi oleh perencana kota Baron Haussmann.

Keberhasilannya, bagaimanapun juga dibayangi oleh kebijakan luar negeri yang terlalu sering idealis, sehingga memunculkan bahaya yang nyata untuk keamanan Prancis. Dari 1854-1856 Prancis bergabung dengan Inggris, Kekaisaran Ottoman, dan kerajaan Sardinia dalam Perang Krimea memerangi kemajuan Rusia.

Pada tahun 1859, Napoleon III berperang lagi dengan kerajaan Sardinia untuk mengusir Austria dari Italia.

Meskipun Prancis menang tahun 1860, intervensinya ternyata menciptakan masalah lain. Napoleon tidak meramalkan kemungkinan bahwa Italia akan bersatu pada tahun 1861, menciptakan kekuatan antara Eropa dengan Prancis sehingga harus bersaing.

Pada tahun 1863 Napoleon III mendorong Maximilian Archduke of Austria, menjadi kaisar Meksiko. Marah oleh intervensi Prancis, Amerika Serikat menuntut agar ia meninggalkan Prancis. Namun, Maximilian tidak nurut dan dibunuh oleh pemerintah Meksiko.

Ancaman dari Rusia, khususnya tak diduga Prancis pada tahun 1870. Napoleon dan rezimnya pun digulingkan di Paris pada tanggal 4 September 1870. Ia lalu meninggal dalam pengasingan di Chislehurst, Inggris.

Meski ada kekejian dalam pemerintahannya, Napoleon III yang dipuji karena membawa pemerintahan ke arah demokrasi. Dia membuat segala yang aneh dan pemerintahan yang terombang-ambing dari rezim otoriter menjadi semakin demokratis.

Petani sangat mendukung dia, sehingga ia populer dan terus terpilih dalam pemilihan. Pada masa pemerintahannya, ia berupaya untuk mengurangi kemiskinan,  mendorong industrialisasi, dan memperbaiki infrastruktur negara.  Namun ketika ia diberikan reformasi liberal, ia tidak bisa menangani oposisi, sehingga dikalahkan saat mencoba untuk menavigasi antara demokrasi dan penindasan. (Ado)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini