Sukses

Kisah Kelam Dani Burt hingga Jadi Juara Selancar Adaptif Sedunia

Burt yang saat ini berusia 35 tahun adalah seorang juara Selancar Adaptif Dunia, sekaligus dokter terapi fisik dan pendukung kesetaraan gender dalam dalam selancar adaptif

Liputan6.com, Jakarta Dani Burt terbangun dari koma selama 45 hari setelah kecelakaan sepeda motor, ia melihat kaki kanannya telah diamputasi hingga di atas lutut. Ia pun merasa kesal, marah, dan merasa hancur karena menjadi tak mampu menjadi disabilitas.

Saat itu Burt masih berusia 19 tahun dan meninggalkan keluarganya yang toksik di New Jersey, tempat ia lahir dan dibesarkan untuk kemudian tinggal di San Diego. Sensasi mendebarkan tingggal sendirian awalnya membuatnya merasa bahwa kehidupan barunya terbuka lebar di hadapannya, hingga kecelakaan itu mengubahnya menjadi keputusasaaan.

Namun, Burt yang saat ini berusia 35 tahun adalah seorang juara Selancar Adaptif Dunia, sekaligus menyandang gelar Doctor of Physical Therapy dan pendukung kesetaraan gender dalam dalam selancar adaptif, karena masih merupakan olahraga yang didominasi pria. Ia kini tidak takut untuk mengeksplorasi perasaan gelap yang ia alami saat pertama kali terbangun dari koma pada tahun 2004 dan menempatkannya dalam pengawasan bunuh diri.

Perasaan kelamnya telah ia ubah dengan menjadi penasihat terbaik saat bekerja dengan sesama pasien yang diamputasi atau pasien yang terluka parah.

“Salah satu alasan saya merasa ingin bunuh diri karena kecelakaan itu, juga karena anggapan masyarakat tentang seseorang yang memasuki kehidupan disabilitas," kata Burt, seperti dilansir Forbes.

“Saya pikir hal negatif yang mengerikan inilah yang akan menghancurkan hidup saya, dan ternyata benar. Itu hanya sesuatu yang dibuat-buat oleh masyarakat. Sekarang bagi saya pribadi, kata difable dan disabilitas, saya tidak punya masalah dengan itu. Saya memilikinya. Itu bagian dari diriku, itu bagian dari identitasku," ujarnya.

Namun ia juga tidak menyangkal kalau dirinya juga pernah merasa sedih. Ia juga tidak bisa langsung mengadvokasi pasien dengan disabilitas dan menjadi peselancar wanita. Lima minggu koma membuat pleksus brakialis (serat saraf) di lengan kirinya cedera, lumpuh, tidak bisa digerakkan dari bahu ke bawah.

Ia juga mengalami kolaps paru-paru, limpa pecah, dan pendarahan dalam yang parah. Dia tidak bisa duduk di tempat tidur; awalnya, dia bahkan tidak tahu kakinya hilang. Dia menjalani trakeostomi, jadi dia tidak bisa berbicara. Yang membuatnya semakin kesal karena ia tidak bisa membela dirinya sendiri atau bahkan sekedar menyetujui amuputasi kaki kanannya. Itu semua harus ia atasi sendiri sejak usianya masih remaja.

Tapi juga karena masih muda dan sehat maka tidak butuh waktu lama bagi Burt untuk bangkit kembali. Dia bisa menggerakkan lengannya; kemudian, kaki kirinya dengan terapi fisik. Dia bisa duduk di tempat tidur. Akhirnya, ia melakukan terapi okupasi rawat inap dan rawat jalan serta terapi wicara. Burt menderita cedera otak akibat pengkodean dua kali dan selanjutnya kekurangan oksigen, dan dia serta ahli terapi fisiknya sedang mengerjakan kognisinya. Juga tentunya ia membutuhkan asuransi kesehatan yang baik karena tagihannya meroket hingga melebihi $ 2 juta (sebelum kecelakaan itu, dia bekerja di cabang San Diego Home Depot yang dia pindahkan dari New Jersey).

 

Simak Video Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Bantuan terapis

Suatu hari, Burt juga merasa terhibur dengan keberadaan terapisnya, yang merekomendasikannya untuk mempelajari community college. Sebelumnya ia tidak pernah berencana untuk kuliah.

“Tetapi melihat apa yang dilakukan ahli terapi fisik saya untuk mendapatkan mobilitas fungsional saya kembali dan menjadi mandiri lagi, saya pikir, Itu pasti pekerjaan yang paling berharga dan menakjubkan yang pernah Anda lakukan. Melakukan itu untuk orang lain itu luar biasa," kata Burt. Hingga pada akhirnya ia memutuskan pergi ke community college sebagai asisten terapi fisik.

Burt diterima dan memulai programnya lebih dari enam bulan setelah kecelakaannya, mengambil satu kelas pada satu waktu. Penyesuaian diri bukan hanya satu-satunya permasalahannya. “Saya memiliki kaki palsu yang paling buruk; Saya bahkan tidak bisa berjalan satu blok pun tanpa terjatuh berkali-kali," Burt terkekeh.

“Saya mulai terbiasa dengan cara orang memperlakukan saya sekarang setelah saya difabel, semua pandangan tertuju pada Anda, dan berada di dalam tubuh yang bahkan Anda tidak benar-benar tahu bagaimana cara kembali berfungsi dan mencoba mencari tahu."

Ketika dia sedang mengerjakan sertifikasi asisten terapi fisik dan menemukan bahwa segalanya menjadi lebih mudah secara mental dan fisik, seorang teman bertanya mengapa dia tidak pergi untuk terapi fisik. Burt menjawab: "Karena itu adalah gelar doktor, dan saya tidak ingin kuliah pada awalnya. Namun setelah memikirkannya, saya tidak memiliki alasan yang cukup untuk tidak mencobanya."

Dia dipindahkan ke San Diego State untuk menyelesaikan gelar sarjananya, dan entah memang sudah ditakdirkan, San Diego State juga tahun itu mulai menawarkan gelar doktor dalam terapi fisik. Tak melepaskan kesempatan itu, Burt melamar dan diterima. Program doktor terapi fisik mengharuskan kandidatnya magang lengkap.

Burt pun ingin kembali ke Sharp Memorial Hospital, tempat ia pernah menjadi pasien, dan akhirnya bekerja sebagai murid terapis yang merawatnya. 

“Bahkan sebelum saya diwisuda, saya telah bekerja dengan mereka. Merupakan suatu kehormatan untuk bekerja dengan beberapa terapis yang sama yang merupakan terapis saya dan untuk sepenuhnya memberikan kembali dan membayar semua yang telah dilakukan orang untuk saya," kata Burt.

 

3 dari 4 halaman

Mulai berselancar

Saat mulai kuliah, Burt tidak pernah menekuni dunia berselancar. Ia belum pernah mendengar peselancar adaptif yang berselancar setelah cedera. Burt memiliki pengetahuan tentang papan karena ia tumbuh dengan skateboard dan bodyboarding di New Jersey, tetapi platform ombak yang selalu berubah dan kontrol tubuh sulit untuk dikuasai pada awalnya. Meskipun demikian, Burt bersyukur bahwa dia menemukan selancar setelah kecelakaan itu.

“Sangat menyenangkan melakukan sesuatu yang tidak saya lakukan sebelum saya kehilangan kaki saya,” kata Burt. “Kembali ke skateboard dan bodyboarding yang menyakitkan bagi saya secara emosional, bahkan secara fisik. Saya terus merusak barang-barang. Jadi saya pikir, berselancar pasti membantu saya mencapai posisi saya sekarang.”

Awalnya saat pertama tinggal di San Diego, berselancar hanya untuk kesenangan dirinya. “Saya dibesarkan di air dan itu adalah sesuatu yang saya anggap rumah; lautan menjelaskan hal itu secara emosional dan mental. Anda tidak akan merasa lengkap tanpanya. Sungguh perasaan yang luar biasa."

Burt lalu memasuki kompetisi pertamanya di Hawaii pada tahun 2010 setelah seseorang secara acak menghampirinya di pantai dan mengundangnya untuk mengikuti kompetisi selancar adaptif. Dia berada di urutan ketiga melawan pesaing yang semuanya pria.

Saat International Surfing Association memulai debutnya di World Adaptive Surfing Championships tahun 2015, organisasi tersebut menghubungi Burt dan menjelaskan bahwa mereka menyelenggarakan kompetisi yang diharapkan dapat masuk ke Paralimpiade. Pada 2016, ia dinobatkan sebagai Juara Selancar Adaptif A.S. yang berkompetisi di divisi campuran gender. Pada 2017, Burt berkompetisi di selancar adaptif pertama divisi wanita dan menang.

Saat Burt bertemu dengan peselancar lain di kompetisi, dia dengan cepat mulai menghargai komunitas ini di mana dia bukan peselancar yang adaptif; hanya seorang peselancar. “Bertemu mereka secara langsung dan berada di acara ini, sungguh sangat manusiawi,” kenangnya. “Dalam kehidupan sehari-hari, saya tidak bisa menjalani hari tanpa ada yang bertanya tentang kaki saya, tetapi pada hal seperti ini, itu bukan faktor. Saya tidak tahu mengapa kebanyakan dari mereka kehilangan kaki; kami manusia, kami suka berselancar, kami akan berbicara tentang selancar.”

Namun Burt tidak ingin dirinya disebut sebagai inspirasi, ia tentu berterima kasih dengan sebutan itu, namun ia lebih senang jika orang melihat dirinya apa adanya.

“Banyak teman saya yang mengolok-olok saya karena saya selalu ingin berselancar saat fajar,” kata Burt. “Mereka seperti, 'Itu terlalu dini.' Saya hanya tidak ingin ditanya tentang salah satu momen terburuk dalam hidup saya. Saya ingin melakukan apa yang saya suka dan berdamai dengannya. Saya berterima kasih kepada orang-orang yang mengatakan bahwa saya adalah inspirasi, tetapi seringkali mereka bahkan belum melihat saya berselancar. Apakah saya menginspirasi karena saya memutuskan untuk bangun hari ini? Hanya karena saya memiliki satu kaki, bukan berarti hidup saya sudah berakhir."

Ditambah dengan menjadi atlet wanita dalam olahraga yang didominasi pria, Burt sering kali merasa dia berjuang untuk mendapatkan pengakuan atas apa yang dia ingin orang lain lihat pada dirinya: peselancar. Bahkan Burt sampai meneliti halaman Thrasher and Surfer di perpustakaan di New Jersey untuk mencari siapa saja yang mirip dengannya.

Representasi gender meningkat perlahan dalam berselancar, dengan lebih banyak wanita yang menjadi anggota. Tetapi masih terlihat mencolok perbedaannya di kompetisi ISA dan World Surf League (WSL). Seperti peselancar di ISA diberi poin, namun skor wanita tidak dihitung. Lalu di Adaptive Surfing World Championship 2018, ISA berupaya berkompromi dengan memberi skor wanita hanya 50 persen dari skor pria dalam kompetisis tim. Burt dan peselancar wanita lainnya tidak puas dengan itu.

“Sejauh kompetisi dan kejuaraan dunia, ini relatif baru untuk selancar adaptif,” kata Burt.

"Bagi saya, olahraga baru yang menerapkan diskriminasi gender itu gila. Saya tidak menyerah." Burt kemudian menulis surat kepada International Surfing Association (ISA) untuk memprotes keputusan tersebut, yang ditandatangani oleh 17 peselancar adaptif, penyelenggara acara, dan pendukung di seluruh dunia. Karena berselancar bukanlah penghasil uang utamanya, dia berani mengambil risiko untuk mempertaruhkan namanya.

“Saya bersedia untuk mengatakan sesuatu tentang itu dan berpotensi tidak pernah memenangkan kejuaraan dunia lagi,” katanya. Bahkan sampai anggota dewan kota California turut serta menanggapai skor tersebut. Sehingga pada akhirnya, WSL menanggapi dengan memberi hadiah uang yang sesuai untuk peselancar wanita. 

"Secara keseluruhan mereka tidak dapat melakukan ini lagi pada wanita. Itu adalah salah satu hal tersulit yang pernah saya lakukan — tetapi yang paling memuaskan,” kata Burt. Dengan demikian, ISA kini juga memustuskan untuk menambahkan 'Parasurving' ke program paralimpiade yang untuk sementara akan debut di Olimpiade Tokyo 2021, dengan 20 pria dan 20 wanita bersaing dalam kompetisi terpisah di garis pantai Pasifik Jepang.

Untuk Paris 2024, acara selancar akan berlangsung di Teahupo'o, Tahiti, di Polinesia Prancis, yang menampilkan beberapa ombak paling berbahaya di dunia. Burt menjelaskan Paralimpiade akan memajukan tidak hanya selancar adaptif tetapi juga dunia, meningkatkan visibilitas dan mengakui masalah aksesibilitas ke pantai dan lautan.

Baik itu mengadvokasi kesetaraan gender dalam berselancar atau untuk pasiennya sebagai ahli terapi fisik, inti dari semua yang dilakukan Burt adalah kesadaran dari pengalamannya sendiri. Ia mengalami dan merasakan sendiri diskriminasi, ketidaksetaraan gender berdasarkan ras atau disabilitas, baik di komunitas selancar dan dimanapun. Orang lain mungkin mengira kalau Burt hanya ingin merasa bahwa dirinya tidak sendirian. Melainkan, Burt hanya ingin mewakili, mencintai dan benar-benar melindungi teman-temannya dan komunitasnya, termasuk orang-orang yang lebih terpinggirkan.

4 dari 4 halaman

Infografis Tembus 1 Juta, Angka Kematian Covid-19 Dunia

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.