Sukses

Pengusaha: Sediakan Pasokan Listrik Dulu, Baru Bangun Smelter

"Kalau bangun pabrik nggak ada energinya, bagaimana coba?" tanya Staff Ahli PT Indotama Ferro Alloys PMA, Hermana Tanuwijaya.

Ambisi pemerintah mendorong hilirisasi sektor pertambangan melalui pembangunan inddustri pengolahan dan pemurnian (smelter) tak sepenuhnya berjalan optimal. Di tengah desakan agar pengusaha membangun smelter, justru pasokan listrik yang memadai belum sepenuhnya tersedia.

Staff Ahli PT Indotama Ferro Alloys PMA, Hermana Tanuwijaya mengatakan, perusahaanya telah berulang kali diminta kepal daerah untuk membangun smelter di wilayahnya. Perusahaan mengaku menyanggupi permintaan tersebut dengan jaminan adanya pasokan listrik untuk mengoperasikan pabrik tersebut.

"Ada Bupati minta buka pabrik supaya rakyat bisa bekerja, kami penuhi permintaan mereka tapi kami minta disediakan sumber energi," kata Hermana, dalam sebuah diskusi, di kawasan Cikini, Jakarta, Minggu (10/11/2013).

Untuk satu pabrik pengelolahan dan pemurnian mineral, perusahaan sedikitnya membutuhkan pasokan listrik berkapasitas 15 Mega watt (MW). Selama ini, pembangunan smelter khususnya di kawasan timur Indonesia menghadapi kendala terbesar karena minimnya pasokan listrik.

"Kalau bangun pabrik nggak ada energinya, bagaimana coba?" tanya Hermana.

Pelaku usaha pertambangan sebetyulnya bisa membangun smelter dengan mendirikan pembangkit listrik bertenaga batubara. Namun hingga kini, pengusaha justru kesulitan mendapatkan pasokan batu bara akibat banyaknya peraturan. Selain itu, banyak pengusaha yang harus mengeluarkan biaya besar untuk membangun pabrik.

"Batu bara sangat rumit, perlu ijin pemurnian, supaya tidak mencemari lingkungan, kapal sampai pelabuhan tidak mungkin tidak tercecer, kan batubara ada debunya bagaimana ini, kalau lewat daerah ini takut cermar, jadi sangat sulit. Energi lain tidak besar," pungkasnya.

Sebagai informasi, kewajiban bagi perusahaan membangun smelter muncul setelah keluarnya Undang-Undang Mineral dan Batubara (Minerba) Nomor 4 tahun 2009 yang melarangan ekspor barang tambang mentah. Ketentuan ini mulai berlaku pada 2014.(Pew/Shd)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini