Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat hingga 28 April 2025, terdapat 6 perusahaan asuransi dan reasuransi serta 11 dana pensiun yang masuk dalam pengawasan khusus.Â
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono mengatakan langkah ini dilakukan untuk memastikan stabilitas keuangan serta perlindungan terhadap pemegang polis dan peserta dana pensiun di tengah tantangan industri.
Baca Juga
"OJK terus melakukan berbagai upaya mendorong penyelesaian permasalahan pada lembaga jasa keuangan melalui pengawasan khusus di mana sampai dengan 28 April 2025 dilakukan terhadap 6 perusahaan asuransi dan reasuransi," ujar Ogi dalam Konferensi Pers, Asesmen Sektor Jasa Keuangan dan Kebijakan OJK Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan April 2025, Jumat (9/5/2025).
Advertisement
Selain itu, OJK juga terus memantau kepatuhan perusahaan terhadap pemenuhan kewajiban peningkatan ekuitas yang ditetapkan untuk tahap pertama pada tahun 2026. Dari total 144 perusahaan asuransi dan reasuransi, 109 di antaranya telah memenuhi persyaratan minimum ekuitas.
"Berdasarkan laporan bulanan per akhir Maret 2025, terdapat 109 perusahaan asuransi dan reasuransi dari 144 perusahaan atau bertambah 3 perusahaan dari bulan sebelumnya yang telah memenuhi jumlah minimum ekuitas yang dipersyaratkan untuk tahap 1 di tahun 2026," jelas Ogi.
Tidak hanya itu, OJK juga terus mengawasi industri dana pensiun yang turut menghadapi tantangan serupa. Pengawasan khusus juga terdapat 11 dana pensiun yang masuk dalam pengawasan khusus.
Pertumbuhan Aset Industri Asuransi dan Dana Pensiun.
Meski terdapat entitas yang diawasi secara khusus, secara keseluruhan industri perasuransian dan dana pensiun menunjukkan pertumbuhan positif dari sisi aset.
Hingga Maret 2025, total aset industri asuransi tercatat sebesar Rp1.145,63 triliun, tumbuh 1,49% secara tahunan. Sementara itu, industri dana pensiun mencatatkan pertumbuhan aset sebesar 6,15% year-on-year menjadi Rp1.524,92 triliun.
Pada sektor asuransi komersil, total aset mencapai Rp925,37 triliun dengan pendapatan premi selama Januari–Maret 2025 sebesar Rp87,71 triliun. Sementara program pensiun wajib mencatatkan aset sebesar Rp1.141,79 triliun, naik 7,46% year-on-year, dan program pensiun sukarela tumbuh 2,43% menjadi Rp383,13 triliun.
Â
Â
OJK Luncurkan Daftar Sektor yang Layak Dibiayai Bank, Apa Saja?
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai bahwa di tengah ketidakpastian global dan meningkatnya tensi perang tarif internasional, sektor industri pengolahan dan perdagangan besar tetap menjadi andalan dalam penyaluran kredit bank.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyampaikan bahwa hingga Februari 2025, porsi terbesar pembiayaan perbankan masih terserap pada sektor industri pengolahan sebesar 15,69% dan perdagangan besar sebesar 14,98%.
"Hingga posisi data Februari 2025, porsi penyaluran kredit perbankan masih didominasi oleh industri pengolahan (15,69%) dan perdagangan besar (14,98%)," kata Dian dikutip dari jawaban tertulisnya, Kamis (8/5/2025).
Jika dilihat dari NPLnya secara yoy, kedua industri tersebut berkembang dengan baik setahun belakangan (meskipun NPL industri pengolahan sedikit meningkat secara yoy).
"Ini menandakan kedua industri tersebut masih memiliki prospek yang baik untuk dibiayai oleh perbankan," ujarnya.
Industri Non-Migas
Ke depannya, industri non-migas memiliki prospek yang baik apabila mampu dikembangkan dengan baik pula dengan pembiayaan dari perbankan.
Melihat peningkatan permintaan elektronik dan industri otomotif, Indonesia memiliki prospek pada pengembangan semikonduktor mulai dari pertambangan (silika, tembaga, bauksit, emas), pengolahan, pembuatan, hingga fabrikasi semi konduktor.
Â
Advertisement
Nikel dan Hilirisasi Peluang Emas Indonesia di Tengah Tren Global EV
Komoditas nikel juga menjadi perhatian khusus, terutama karena perannya dalam pengembangan kendaraan listrik (Electric Vehicle/EV). Nikel, sebagai bahan utama baterai lithium, menjadi komoditas strategis yang kini tengah naik daun.
"Nikel sedang menjadi hot commodity terkait dengan berkembangnya Electronic Vehicle (EV), mengingat Nikel menjadi bahan utama baterai lithium EV dan Indonesia merupakan penghasil Nikel terbesar," ujarnya.
Dian menambahkan bahwa Indonesia memiliki peluang besar dalam rantai nilai hilirisasi nikel, mulai dari penambangan, pembangunan smelter, hingga produksi dan daur ulang baterai.
"Proses hilirisasi nikel dapat dimulai dari proses penambangan, pembangunan smelter, produksi dan perakitan baterai serta daur ulang baterai. Sehingga di setiap tahapannya, Indonesia memiliki peran dan peluang pengembangan," ujarnya.
Perbankan Harus Cermat
Meski demikian, OJK tetap mengingatkan perbankan untuk lebih cermat dalam menganalisis kondisi makroekonomi global dan domestik. Hal ini penting untuk mengantisipasi potensi pelemahan industri komoditas yang bisa berdampak pada kualitas kredit dan stabilitas sektor keuangan nasional.
"OJK meminta bank untuk melakukan analisis terhadap macroeconomic environment di lingkungan global dan domestik untuk mengantisipasi penurunan kinerja di industri komoditas yang dapat berdampak pada kualitas kredit bank," pungkasnya.
Â
Â
Advertisement