Sukses

Bareng IFSB, Bank Indonesia Susun Rencana Pengembangan Industri Keuangan Syariah Global

Bank Indonesia berkolaborasi dengan Islamic Financial Service Board (IFSB) mengisiasi penyusunan Strategic Performance Plan (SPP) 2025 – 2027 yang memuat rencana pengembangan industri keuangan syariah global 3 tahun ke depan.

Liputan6.com, Jakarta Di tengah tingginya ketidakpastian saat ini, industri keuangan syariah global terus tumbuh menopang pemulihan ekonomi dunia.

Guna memperkuat pertumbuhan keuangan syariah global yang inklusif dan berkelanjutan tersebut, Bank Indonesia berkolaborasi dengan Islamic Financial Service Board (IFSB) mengisiasi penyusunan Strategic Performance Plan (SPP) 2025 – 2027 yang memuat rencana pengembangan industri keuangan syariah global 3 tahun ke depan.

Hal ini merupakan hasil pertemuan Gubernur BI Perry Warjiyo dengan Secretary General (SG) IFSB, Dr. Ghiath Shabsigh di sela-sela rangkaian kegiatan IsDB Annual Meeting 2024 di Riyadh, Arab Saudi.

"Perumusan SPP 2025 - 2027 perlu didukung dengan landasan strategis yang mempertimbangkan aspek people, process, dan technology dalam pengembangan inovasi industri keuangan syariah global," kata Asisten Gubernur Departemen Komunikasi Erwin Haryono dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (29/4/2024).

Dengan mencermati aspek tersebut, Gubernur BI menyampaikan agar IFSB dapat menyusun rencana strategis SPP tersebut berdasarkan 3 (tiga) pilar utama, yakni Pilar I - Standard Formulation, Pilar II - Standard Implementation, serta Pilar III – Organizational Transformation (termasuk sumber daya manusia).

Untuk mendukung hal tersebut, terutama dalam hal formulasi standar, Gubernur BI menyatakan kesediaan penuh untuk menjadikan praktek operasi moneter syariah Indonesia sebagai rujukan dalam penyusunan standar IFSB.

Standar Keuangan Syariah

Hal tersebut dinilai dapat meningkatkan peran IFSB, terutama dalam penyediaan standar keuangan syariah bagi negara anggotanya. Selain meningkatkan peran IFSB, Gubernur BI menilai penyeragaman standar di antara negara anggota dapat memperkuat competitive advantage pada sistem keuangan syariah sehingga dapat menarik lebih banyak pelaku untuk masuk di dalamnya.

SG IFSB mengapresiasi dan akan mengadopsi inisiasi 3 pilar tersebut dalam melengkapi rencana pengembangan IFSB yang telah disusun sejak penunjukannya pada 1 April 2024 silam.

IFSB juga berkomitmen untuk secara aktif berkoordinasi dengan Bank Indonesia memastikan rencana pengembangan industri keuangan syariah global telah sesuai dengan inovasi terkini di bidang keuangan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Bank Indonesia Tegaskan Pedagang Tanggung Biaya Layanan QRIS

Bank Indonesia (BI) menegaskan biaya layanan QRIS 0,3 persen menjadi beban yang harus ditanggung dari merchant atau pedagang. Hal ini seperti kesepakatan dari merchant yang telah bersedia untuk menyediakan transaksi pembayaran QRIS.

"(Biaya layanan)  ini memang tidak dikenakan ke konsumen, karena ini menjadi beban dari merchant (pedagang), ketika dia ikut serta dalam transaksi QRIS," ujar Deputi Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran, Bank Indonesia Elyana K. Widyasari dalam acara Pelatihan Wartawan di Pulau Samosir, Sumatra Utara, ditulis Senin (29/4/2024).

Elyana menuturkan, pengenaan tarif layanan QRIS 0,3 persen telah mempertimbangkan kelangsungan bisnis merchant. Besaran tarif juga telah sesuai kesepakatan bersama Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI). Di sisi lain, BI telah mengenakan biaya MDR (merchant discount rate) sebesar 0,3 persen untuk usaha mikro sejak 1 Juli 2023.

"Jadi, Bank Indonesia pada saat memang pricing-nya (tarif layanan), kita sudah mempertimbangkan bagaimana caranya transaksi ini bisa memudahkan masyarakat, tetapi penyelenggara pembayaran yang menyediakan layanan itu juga bisa tetap sustain," ujar dia.

Ia menegaskan, transaksi yang di-charge pakai QRIS dilarang dikenakan kepada konsumen. "Transaksi-transaksi yang di charge pakai QRIS 0,3 persen itu tidak boleh dikenakan ke konsumen, betul," ujar dia.

Apabila, konsumen merasa dirugikan atas pengenaan layanan tambahan atas transaksi melalui QRIS. Dia, menyebut konsumen yang bersangkutan dapat melaporkan langsung ke masing-masing penyelenggara sistem pembayaran.

"Nanti, Kalau misalnya ada merchant (pedagang) yang  menolak mungkin bisa disampaikan ke penyelenggara pembayaran, provider," ujar dia.

 

3 dari 3 halaman

Pengenaan Biaya MDR 0,3%

Sebelumnya, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede, menilai pengenaan tarif Merchant Discount Rate (MDR) sebesar 0,3 persen untuk layanan QRIS bagi pelaku usaha mikro lebih menguntungkan perbankan dan penyedia jasa pembayaran 

Sebaliknya, kenaikan MDR layanan QRIS menjadi berpotensi membebani bagi pelaku usaha yang menggunakan fasilitas QRIS.

"Kami melihat, dari sisi perbankan dan penyedia jasa pembayaran, hal ini dapat mendatangkan keuntungan, mengingat akan ada pembagian yang didapatkan kepada Lembaga-lembaga tersebut," kata Josua kepada Liputan6.com, Kamis, 6 Juli 2023.

Meski demikian, QRIS akan tetap menjadi pilihan masyarakat dalam bertransaksi, karena biayanya masih relatif lebih murah. Selain itu, kemudahan, serta kenyamanan bertransaksi akan menjadi alasan utama bagi masyarakat maupun pelaku usaha dalam menggunakan fasilitas QRIS ini.

 

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.