Sukses

Beli Gas di Atas USD 6 per MMBTU, Industri Susah Bersaing

Beberapa industri justru membeli harga di atas USD 6 per MMBTU, sehingga menurunkan daya saing produk.

Liputan6.com, Jakarta Industri manufaktur di tanah air sedang mengalami tekanan cukup berat dari kondisi di global maupun domestik. Saat ini, perekonomian dunia masih belum menentu dan tetap mengalami perlambatan karena adanya dampak perang Rusia-Ukraina dan perang Israel-Hamas Palestina.

Kondisi ini berpengaruh besar terhadap permintaan bagi sektor industri manufaktur di tanah air. Meskipun Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada Oktober 2023 yang dirilis Kementerian Perindustrian menunjukkan ekspansi dengan capaian 50,70, namun terjadi perlambatan dari angka 52,51 di September 2023.

Hal ini sejalan dari hasil Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada bulan yang sama, dengan posisi 51,5, turun dari September di posisi 52,3, sesuai yang dilansir oleh S&P Global.

“Untuk PMI manufaktur Indonesia, kita telah berada di posisi ekspansi selama 26 bulan berturut-turut. Meskipun industri manufaktur kita tengah mengalami gempuran yang bertubi-tubi, namun dari tingkat kepercayaan diri atau optimismenya masih cukup tinggi,” kata Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif di Jakarta, Rabu (1/11/2023).

Namun, Febri menyebutkan bahwa sektor industri saat ini masih terus menghadapi hantaman bertubi-tubi yang mempengaruhi produktivitas dan daya saingnya.

Kondisi Ekonomi

Selain kondisi ekonomi global yang berpengaruh pada permintaan, sektor manufaktur juga mengadapi nilai tukar Rupiah yang melemah yang berakibat pada melonjaknya harga bahan baku dan biaya produksi.

“Selanjutnya, eskternalitas lain yang berdampak terhadap industri manufaktur, adalah kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang tidak berjalan dengan baik. Beberapa industri justru membeli harga di atas USD6/MMBTU, sehingga menurunkan daya saing produk mereka,” kata Febri. 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kenaikan HGBT

Menurutnya, HGBT untuk sektor industri harus terlaksana dengan tepat sesuai peraturan yang berlaku. Sebab, adanya isu kenaikan HGBT akan berpengaruh terhadap daya saing industri.

Perluasan program HGBT itu juga akan berdampak terhadap peningkatan investasi sektor industri di Indonesia karena adanya ketersediaan energi yang kompetitif.

“Apalagi, pemerintah fokus untuk terus meningkatkan investasi dan kinerja sektor industri manufaktur karena menjadi motor penggerak utama pertumbuhan ekonomi nasional,” tuturnya.

Febri mencatat, beberapa kendala terhadap penerapan HGBT, antara lain adalah sektor industri mengalami pembatasan pasokan gas bumi dibawah volume kontrak. Misalnya, di Jawa Timur terjadi pembatasan kuota antara 27-80% kontrak dan pengenaan surcharge harian untuk kelebihan pemakaian dari kuota yang ditetapkan di hampir seluruh perusahaan.

 

 

3 dari 3 halaman

Industri Pengguna

Selanjutnya, masih ada industri penerima HGBT yang mendapatkan harga di atas USD6 per MMBTU, dan bahkan ada sektor industri pengguna yang belum menerima HGBT.

Sektor industri tersebut sudah direkomendasikan oleh Menperin mulai periode April 2021 – Agustus 2022. “Kami mendorong agar kebijakan HGBT bagi sektor manufaktur dapat dijalankan dengan menegakkan aturan-aturannya,” tegas Jubir Kemenperin.

Terkait capaian PMI Manufaktur Indonesia pada Oktober 2023, Jingyi Pan selaku Economics Associate Director S&P Global Market Intelligence menyampaikan bahwa sektor industri manufaktur di Indonesia terus berekspansi pada awal triwulan keempat.

“Namun demikian, tanda-tanda perlambatan lebih lanjut pada momen pertumbuhan telah terlihat, termasuk perlambatan kedua secara berturut-turut pada pertumbuhan permintaan baru dan kontraksi baru pada permintaan ekspor baru,” ungkapnya.

PMI Manufaktur Indonesia pada Oktober 2023 mampu melampaui PMI Manufaktur Amerika Serikat (50,0), Korea Selatan (49,8), Vietnam (49,6), Myanmar (49,0), Jepang (48,7), Taiwan (47,6), Thailand (47,5), Malaysia (46,8), Inggris (45,2), dan Jerman (40,7).

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini