Sukses

Kemenkeu Usul Cukai Minuman Berpemanis Diterapkan 2024

Pemerintah menunda penerapan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) tahun ini menjadi tahun 2024 mendatang.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah menunda penerapan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) tahun ini menjadi tahun 2024 mendatang.

Alasannya penarikan cukai minuman berpemanis ini harus diusulkan dalam Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF). 

“Kebijakan cukai minuman berpemanis sesuai dengan mekanisme UU HPP (Harmonisasi Peraturan Perpajakan), rencananya akan kami usulkan dalam KEM-PPKF 2024," kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani dalam konferensi pers APBN KiTa, Jakarta, Senin (17/4/2023).

Asko menjelaskan dengan lahirnya UU HPP, pengusulan dan penambahan cukai baru harus dilakukan melalui mekanisme Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sehingga Ditjen Bea Cukai harus mengusulkannya terlebih dahulu dalam KEM-PPKF sebelum dibahas dalam Rancangan APBN. 

“Pengusulan dan penambahan cukai baru itu melalui mekanisme undang-undang RAPBN yang nantinya akan diawali dengan penyusunan KEM-PPKF 2024," kata dia.

Demi Kendalikan Obesitas hingga Diabetes

Sebelumnya, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr. Siti Nadia Tarmizi M.Epid mengatakan penerapan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) menjadi salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan risiko obesitas hingga diabetes.

"Kita (Kemenkes) juga mengusulkan, dalam memperkuat regulasi adalah, pengenaan cukai minuman berpemanis dalam kemasan. Jadi sebagai salah satu pengendalian penyakit tidak menular dalam bidang fiskal, kita mengusulkan kepada Menteri Keuangan supaya ada penerapan cukai," kata Nadia beberapa waktu lalu dilansir dari Antara.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Tak Bisa Diterapkan Tahun Ini

Namun, imbuh Nadia, rencana penerapan cukai tersebut kemungkinan tidak bisa dilakukan pada tahun ini. Meski begitu, dia memastikan rencana kebijakan tersebut masih berproses dan perlu pembahasan lebih lanjut di Kementerian Keuangan terutama untuk melibatkan pembahasan dengan ahli, industri, hingga masyarakat.

"Kan cukai masuk sebagai regulasi untuk APBN 2023, ya, kayaknya itu kita sudah nggak mungkin kekejar. Mungkin nanti 2024. Tapi tetap kita kawal," kata Nadia.

"Tapi sebenarnya Kementerian Keuangan sudah setuju, ya, untuk minuman berpemanis itu menjadi salah satu yang kita tambahkan untuk cukainya," imbuh dia.

3 dari 3 halaman

Jokowi Tarik Cukai Plastik dan Minuman Berpemanis di 2023, Bidik Rp 4,06 Triliun

Presiden Joko Widodo akan menarik cukai dari sejumlah produk seperti plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan. Total dari penerimaan itu ditarget mencapai Rp 4,06 Triliun di 2023.

Hal ini berkaitan dengan diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 130 Tahun 2022 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2023. Jokowi diketahui meneken beleid ini pada 30 November 2022 lalu.

Dalam beleid tersebut, Jokowi mematok target penerimaan dari cukai produk plastik sebesar Rp 980 miliar. Sementara, target pendapatan dari cukai produk minuman berpemanis dalam kemasan sebesar Rp 3,08 triliun. Maka, total dari keduanya, menurut target Jokowi, adalah Rp 4,06 triliun.

Selain cukai plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan tadi, Jokowi juga menarik cukai hasil tembakau (CHT) hingga minuman beralkohol.

Rinciannya, untuk CHT dipatok target sebesar Rp 232,5 triliun, cukai ethyl alkohol sebesar Rp 136,9 miliar, serta minuman mengandung ethyl alkohol sebesar Rp 8,6 triliun. Dengan begitu, total target yang dikejar dari kategori cukai ini mencapai Rp 245,4 triliun.

Secara umum, untuk pendapatan dari pajak, bea dan cukai, Jokowi menargetkan Rp 2.021 triliun. Sementara, untuk pajak pendapatan dalam negeri saja, Jokowi menargetkan Rp 1.963 triliun.

Ini termasuk dengan Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

 

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.