Sukses

Pemerintah Siapkan Hunian Layak dan Bersubsidi Bagi MBR, Siapa Minat?

Pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan seperti Loan to Value (LTV) dan Financing to Value (FTV) sebesar 100 persen untuk kredit properti yang berlaku hingga 31 Desember 2023, dan kebijakan insentif PPN DTP yang diberikan selama masa pandemi.

Liputan6.com, Jakarta Industri properti telah mampu membuktikan diri menjadi salah satu leading sector yang mampu menggerakkan perekonomian Indonesia. Saat ini, industri properti di Indonesia bukan lagi hanya sekedar real estate dan perumahan, namun juga meliputi kawasan komersial/superblok, Transit Oriented Development (TOD), kawasan industri, Kawasan Ekonomi Khusus, hingga kawasan pariwisata.

Berdasarkan backlog perumahan dalam data Susenas 2020, keluarga yang belum memiliki rumah masih mencapai 12,75 juta. Angka ini berpotensi meningkat seiring pertumbuhan rumah tangga baru yang diperkirakan mencapai 700–800 ribu KK setiap tahun.

“Untuk itu, implementasi new urban development perlu diintegrasikan ke dalam kebijakan pengelolaan perkotaan dengan pemanfaatan lahan secara efisien, sistem transportasi yang saling terintegrasi, serta penyediaan fasilitas publik yang layak dan nyaman,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat menyampaikan keynote speech secara daring dalam acara Diskusi Properti bertema Kontribusi Industri Bagi Perekonomian Nasional dan peluncuran buku Membangun Indonesia melalui Industri Properti, Senin (10/04).

Kebangkitan di sektor properti pasca pandemi telah membuka kesempatan kerja bagi masyarakat di berbagai sektor dan menggerakkan sedikitnya 175 multiplier effects.

Selain itu, bangkitnya sektor properti juga turut meningkatkan penggunaan komponen dalam negeri dan mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini dibuktikan dengan tumbuhnya ekonomi Indonesia di tahun 2022 sebesar 5,31 persen (ctc).

Guna mendorong kemudahan mekanisme layanan perizinan berusaha, khususnya pada sektor properti di Indonesia, Pemerintah telah melakukan reformasi regulasi melalui diterbitkannya Undang-Undang Cipta Kerja.

Pemerintah tentunya terus berupaya mendorong percepatan layanan perizinan dasar industri properti antara lain Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR), Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), Sertifikat Laik Fungsi (SLF), dan Persetujuan Izin Lingkungan yang memerlukan dukungan dari Pemerintah Daerah untuk percepatan pelaksanaannya.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Peningkatan Demand dan Investasi

Dalam mendorong peningkatan demand dan investasi di sektor properti, Pemerintah juga telah mengeluarkan berbagai kebijakan seperti Loan to Value (LTV) dan Financing to Value (FTV) sebesar 100 persen untuk kredit properti yang berlaku hingga 31 Desember 2023, dan kebijakan insentif PPN DTP yang diberikan selama masa pandemi.

“Guna membantu Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) untuk memperoleh hunian yang layak dan untuk memberikan subsidi atas hunian tersebut, Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan mengenai kenaikan jual rumah khusus MBR yang saat ini berada dalam proses harmonisasi,” ungkap Menko Airlangga.

Revisi regulasi mengenai batasan harga rumah subsidi tersebut dilakukan sejalan dengan telah diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2022 tentang Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), sebagai tindak lanjut dari pemberlakuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Menutup sambutannya, Menko Airlangga menyampaikan agar KADIN Indonesia senantiasa menjadi pilihan pertama dan utama dalam mewakili suara dan kepentingan dunia usaha, serta tentunya memiliki kepedulian tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi secara nasional. Menko Airlangga juga berharap agar peluncuran buku “Membangun Indonesia melalui Industri Properti” tersebut dapat bermanfaat dan bisa mendorong industri properti lebih maju lagi.

3 dari 4 halaman

Mendominasi, BTN Salurkan KPR Subsidi ke 658 Ribu Rumah MBR

PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) masih mendominasi program pembiayaan subsidi berbasis fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP). Padahal ada 39 bank yang ikut serta dalam program subsidi untuk perumahan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) ini.

Sayangnya sebagian besar bank tersebut masih enggan untuk berkontribusi maksimal dalam pembiayaan subsidi dan tidak mencapai kuota yang ditetapkan. Alhasil, portfolio BTN dalam pembiayaan FLPP jauh lebih besar dibandingkan dengan akumulasi dari 38 bank lainnya.

Fakta tentang kontribusi dan keberpihakan BTN dalam menyalurkan FLPP ini terungkap dalam riset Rumah Untuk Semua: Problematika Rumah Masyarakat Berpenghasilan Rendah, yang diluncurkan Katadata Insight Center, Senin (15/8/2022).

Riset tersebut menjabarkan bahwa sejak 2010 hingga April 2022, BTN telah menyalurkan pembiayaan FLPP kepada lebih dari 658 ribu rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). BTN mendominasi hingga 58,4 persen dalam program subsidi yang dimaksudkan agar masyarakat bawah bisa memiliki rumah layak

Sementara itu, di tempat kedua, ada Bank Negara Indonesia (BNI) dengan 60.755 rumah, kemudian Bank Syariah Indonesia (BSI) 49.402, dan Bank Rakyat Indonesia (BRI) sebesar 24.932 unit rumah. Padahal dibandingkan BNI, BSI, dan BRI, BTN tergolong lebih kecil dalam hal permodalan.

“Pencapaian ini karena BTN memiliki rekam jejak panjang dalam menjalankan mandat penyalur KPR, yaitu sejak tahun 1976. Selain itu, BTN memiliki komitmen tinggi dan keberpihakan nyata dalam membantu pemerintah mewujudkan program Sejuta Rumah Rakyat. Peran sentral BTN menjadi kunci keberhasilan penyaluran FLPP,” tulis Riset Katadata Insight Center.

 

4 dari 4 halaman

Penyaluran KPR Subsidi

Menurut riset ini, penyaluran KPR Subsidi memang memiliki karakteristik khusus dan berbeda dibandingkan dengan penyaluran KPR Non Subsidi. Salah satunya adalah mengenai suku bunga. Untuk KPR Subsidi ditetapkan sebesar 5 persen di sepanjang masa jangka waktu kredit, bahkan hingga 20 tahun.

Sedangkan untuk KPR Non Subsidi bank memiliki kebebasan mengatur suku bunga sesuai dengan keadaan pasar. Sebelum adanya Pandemi Covid 19, bahkan bank-bank BUMN dapat menetapkan suku bunga KPR Non Subsidi hingga 10 persen, dua kali lipat dibandingkan suku bunga untuk KPR Subsidi.

“Ditambah lagi risiko gagal bayar MBR lebih besar dibandingkan dengan debitur non MBR. Sehingga keberhasilan penyaluran KPR Subsidi sangat membutuhkan komitmen dari perbankan yang bekerja sama dengan pemerintah,” kata panelis Katadata Mulia Amri dalam webinar Rumah untuk Semua: Mencari Solusi Masyarakat Merdeka Punya Rumah yang diselenggarakan Katadata, Senin (15/8/2022).

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini