Sukses

Transaksi Mencurigakan Rp 300 Triliun di Kemenkeu Terungkap, DPR Wanti-Wanti Soal Ini

Ada temuan transaksi mencurigakan ditengah pegawai Kementerian Keuangan dengan angka mencapai Rp 300 triliun.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD mengungkap ada temuan transaksi mencurigakan ditengah pegawai Kementerian Keuangan. Tak tanggung-tanggung, angkanya mencapai Rp 300 triliun yang diketahui terjadi sejak 2009-2023 ini.

Menanggapi temuan itu, Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun meminta Kemenkeu segera mendalami temuan transaksi mencurigakan tersebut. Salah satunya untuk memberikan penjelasan yang bisa dicerna oleh masyarakat umum.

"Pertama syaa ingin menyampaikan bahwa, harus dilakukan upaya-upaya awal bahwa secara berjenjang tahapannya mulai dari klarifikasi, klarifikasi tersebut kemudian mulai klarifikasi dokumen, klarifikasi fata kemudan informasi terkait inforimasi tersebut," kata dia kepada Liputan6.com, Kamis (8/3/2023).

"Jangan sampai kemudian dtaa informasi dna kemudian dokumen yang terkait datanya itu tidak korelatif dan tak sinkron," sambung Misbakhun.

Dia khawatir, jika informasi awal itu tak segera diklarifikasi, bakal berdampak ke masyarakat. Utamanya, mengenai informasi yang terus bergulir di masyarakat, padahal datanya belum lengkap atau clear.

"Karena kalau dengan angka-angka yang bombastis seperti ini, masyarakat mendapatkan informasi awal, informasi awal yang belum teruji terklarifikasi melalui proses klarifikai, maka saya khawatir akan mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap Kementerian Keuangan, kepada Menkeu yang selama ini sudha menyampaikan banyak hal bahwa dia telah membangun integritas membangun governance, membangun tata kelola, membangun budaya-budaya bagaimana melakukan pengawasan melekat wistleblower system dan sebagainya," bebernya.

Atas dampak dari temuan awal tadi, Misbakhun juga meminta adanya kolaborasi antarpihak. Tak hanya Kemenkeu, tapi juga melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebagai penemu awal.

"Terkait itu semua, menurut saya, klarifikasi tahapan PPATK dan sebagainya, menurut saya kalau sifatnya masih data awal lebih baik jangan dipublikasikan. Silakan dipublikasikan tapi harus di jelaskan kepada masyarkaat, 'ini perlu diklarifikasi' pada saat press conference," urainya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Panggil Sri Mulyani ke DPR

Komisi XI DPR RI berencana memanggil Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Menyusul sederet kasus yang saat ini ramai menjadi perbincangan.

Sebut saja, kasus Rafael Alun Trisambodo yang ternyata memiliki 40 rekening. Terbaru, ada dugaan transaksi mencurigakan dengan total nilai Rp 300 triliun yang disebut Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD. Ini juga yang menjadi tindak lanjut dari temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun mengatakan ada peluang untuk memanggil Menkeu Sri Mulyani dan jajarannya. Hanya saja, saat ini posisi DPR masih dalam masa reses.

"Terkait dengan memanggil Menkeu ke DPR, nanti kan ada mekanisme pemanggilan itu. Mekanismenya adl DPR sekarang sedang reses, maka nanti akan pada masa sidang kita akan masuk, kita akan bicarakan di rapat internal urgensi kepentingannya memanggil Menteri Keuangan," ujarnya kepada Liputan6.com, Kamis (8/3/2023).

Misbakhun menerangkan, kecenderungannya adalah memang di awal masa sidang tahun ini. Mengingat sejumlah kasus yang terjadi di lingkungan Kementerian Keuangan.

Komisi XI sebagai mitra Kemenkeu, kata dia, dipandang perlu untuk melakukan diskusi langsung dengan Menkeu dan jajarannya.

"Nah, apakah nanti diagendakan itu akan jadi keputusan internal di Komisi XI. Tapi kalau dilihat dari begitu kuatnya berita-berita di media saat ini, menurut saya ini menjadi hal yang sangat serius untuk ditanyakan secara langsung ke Menteri Keuangan," sambungnya.

Diketahui, Kemenkeu saat ini tengah dihadapkan dengan sejumlah kasus. Sebut saja mantan pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo soal jumlah harta kekayaan yang berbeda. Lalu, ada eks Kepala Bea Cukai DI Yogyakarta Eko Darmanto yang menunjukkan gaya hidup hedon.

Terbaru, ada Kepala Bea Cukai Makassar yang juga disebut-sebut punya rumah megah. Belum lagi, ada dugaan transaksi mencurigakan hingga Rp 300 triliun di lingkungan pegawai Kemenkeu.

 

3 dari 3 halaman

Kemenkeu Belum Terima Laporan Resmi

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) buka suara soal adanya dugaan transaksi mencurigakan sebesar Rp 300 triliun.

Inspektur Jenderal Kemenkeu Awan Nurmawan Nuh, mengaku hingga saat ini belum menerima informasi tersebut. Oleh karena itu, pihaknya akan melakukan pengecekan lebih lanjut terkait temuan transaksi mencurigakan itu.

"Memang sampai saat ini khususnya Inspektorat Jenderal belum menerima informasinya seperti apa. Nanti akan kami cek," kata Awan Nurmawan kepada Liputan6.com, Kamis (9/3/2023).

Hal serupa juga diungkapkan Staf Ahli Menteri Keuangan Yustinus Prastowo. Yustinus menyatakan pihaknya masih enggan berkomentar banyak terkait informasi transaksi mencurigakan tersebut, karena belum menerima dengan resmi surat dari PPATK.

"Kami belum menerima suratnya, jadi belum bisa berkomentar," ujar Prastowo.

Kendati demikian, Yustinus menegaskan Kementerian Keuangan tetap berkomitmen untuk mendukung semua proses penyelesaian kasus tersebut, dan memastikan akan menindaklanjuti lebih dalam serta menyampaikan kepada publik terkait hasilnya nanti.

"Komitmen kemenkeu kita ada pada sisi yang sama. Jadi, komitmen yang tidak perlu diragukan karena tadi regulasi sistem bekerja, kami pastikan semua akan ditindaklanjuti dengan baik, dan kami akan transparan kepada anda

"Dan waktunya ketika ada perkembangan tentu kami akan juga punya tanggung jawab moral untuk menyampaikan kepada publik," ujarnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.