Sukses

Bank Indonesia Koreksi Pertumbuhan Ekonomi Global Jadi 2,3 Persen

Bank Indonesia meramal pertumbuhan ekonomi dunia pada 2023 ini akan semakin terhambat

Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia meramal pertumbuhan ekonomi dunia pada 2023 ini akan semakin terhambat. Hal ini sebagai imbas dari pengetatan moneter yang dilakukan negara maju, hingga potensi resesi sejumlah negara seperti Amerika Serikat (AS) hingga kawasan Uni Eropa.

"Pertumbuhan ekonomi global semakin melambat dari perkiraan sebelumnya. Disebabkan hasil fragmentasi ekonomi dan politik yang belum usai di global, serta pengetatan kebijakan moneter yang agresif di negara maju," ujar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo saat membacakan hasil rapat dewan gubernur (RDG) BI Januari 2023, Kamis (19/1/2023).

Menurut Perry, risiko potensi resesi di Amerika Serikat dan Eropa meningkat seiring koreksi pertumbuhan ekonomi yang cukup besar.

Selain itu, penghapusan kebijakan zero Covid-19 yang dilakukan China diperkirakan bakal turut menahan hambatan pertumbuhan ekonomi global.

"Secara keseluruhan, Bank Indonesia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2023 menjadi 2,3 persen dari prakiraan sebelumnya, sebesar 2,6 persen," terang Perry.

Kendati begitu, ia menilai tekanan inflasi global terindikasi mulai berkurang, sejalan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi global tersebut, meskipun tetap di level tinggi.

Itu terjadi seiring dengan masih tingginya harga energi dan pangan global, berlanjutnya gangguan rantai pasokan, dan masih ketatnya pasar tenaga kerja, terutama di Amerika Serikat dan Eropa.

"Sejalan dengan tekanan inflasi yang melandai, pengetatan kebijakan moneter di negara maju mendekati titik puncaknya, dengan suku bunga diperkirakan masih akan tetap tinggi di sepanjang 2023," tuturnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Resesi Global Mengancam, Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Justru Ciamik

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati meyakini perekonomian Indonesia akan tumbuh 5,2 persen hingga 5,3 persen pada 2022. Selain itu, diperkirakan pertumbuhan ekonomi dikuartal IV juga bisa mencapai 5 persen.

"Pertumbuhan ekonomi kita sudah mulai pulih dan momentumnya juga menguat di kuartal III dan di kuartal IV ini diperkirakan akan tumbuh sekitar 5 persen, sehingga total pertumbuhan ekonomi (2022) seperti disampaikan pak presiden di 5,2 - 5,3 persen," kata Sri Mulyani dalam Keterangan Pers Menteri terkait Sidang Kabinet Paripurna yang dipantau secara daring di Jakarta, Senin (16/1/2023).

Disisi lain, investasi juga sudah pulih kembali. Ekspor dan impor diprediksi masih tinggi untuk mendukung industri manufaktur. Dari pemulihan ekonomi, Menkeu melihat seluruh sektor sudah pulih kembali.

Adapun sektor yang terhantam sangat berat selama covid seperti transportasi dan akomodasi dan makanan minuman yang waktu itu kontraksinya 10 persen dan 15 persen, sekarang mereka sudah tumbuh positif.

"Transport itu tumbuhnya 21 persen di kuartal III dan akomodasi dan makan minuman tumbuh 11,3 persen. Ini yang menyebabkan kenapa indonesia level GDP-nya atau PDB-nya 6,6 persen diatas pre pandemi yaitu pada tahun 2019 sebelum terjadi pandemi. Ini satu prestasi baik," kata Menkeu.

Secara regional semua pulau mengalami pemulihan ekonomi. Sumatera 4,71 persen, Kalimantan 5,67 persen, Sulawesi 8,24 persen, Maluku 7,51 persen. Bahkan Bali dan Nusa Tenggara yang mengalami tekanan cukup lama di tahun 2020 sudah tumbuh 6,69 persen, serta Jawa tumbuh 5,7 persen.

"Ini menggambarkan seluruh pemulihan accross the board. Seluruh pulau seluruh daerah seluruh sektor. Ini menurunkan pengangguran dari tadinya 7,1 persen ke 5,9 persen dan kemiskinan dari 10,2 persen ke 9,5 persen," ungkap Menkeu.

3 dari 3 halaman

Peran APBN

Sementara itu, APBN 2022 telah mendorong pemulihan ekonomi agar semakin kuat dan stabil. Belanja negara tumbuh 10,9 persen mencapai Rp 3090,7 triliun tahun 2022.

"Pendapatan negara tadi disampaikan 30,5 persen tumbuh mencapai Rp 2.626,4 triliun dan defisit kita jauh lebih kecil yang tadinya harusnya 4,5 persen menjadi hanya 2,38 persen atau turun Rp 310 triliun penurunan defisit kita," ujarnya.

Alhasil, dengan adanya pemulihan ekonomi, penerimaan perpajakan kita juga membaik tahun 2022. Pajak badan atau korporasi tumbuh 71,7 persen.

"Ini menggambarkan dunia usaha sektor korporasi kita relatif pulih sejak terhantam covid dimana pajaknya sempat merosot 37,9 persen," ujarnya.

Kemudian, pajak yang dibayarkan karyawan dalam hal ini naik 14,6 persen dari sebelumnya sempat turun 4,4 persen. Sedangkan PPN mampu tumbuh 24,6 persen. Sri Mulyani mengaku angka itu juga merupakan pemulihan yang kuat dari kontraksi 15,3 persen pada saat awal covid.

"Kami melihat dengan adanya pajak yang naik juga bea dan cukai kita mendorong dari sisis ekspor dan impor diaman pertumbuhan mencapai 23,3 persen dalam bentuk bea masuk dan keluar," pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.