Sukses

Tempe dan Tahu Makin Mahal, Gara-Gara Impor Kedelai Terlambat

Harga tahu dan tempe mengalami kenaikan pada November 2022 sehingga menjadi salah satu komoditas penyumbang angka inflasi. Mengapa harga tahu dan tempe bisa makin mahal?

Liputan6.com, Jakarta Harga tahu dan tempe mengalami kenaikan pada November 2022 sehingga menjadi salah satu penyumbang angka inflasi. Sepanjang November 2022, masing-masing komoditas mengalami inflasi di atas 2 persen (mtm).

"Pergerakan di harga tahu dan tempe masih menyumbang inflasi dan mengalami kenaikan harga-harga," kata Deputi Bidang Statistik, Distribusi dan Jasa, Badan Pusat Statistik (BPS) Setianto, dalam konferensi pers, di Jakarta, Kamis (1/12/2022).

Berdasarkan data BPS, di November, komoditas tahu mengalami inflasi 2,12 persen (mtm) dan 12,43 persen (yoy). BPS mencatat harga tahu per kilogram di level Rp 11.680.

Begitu juga dengan harga tempe yang ikut naik di November menjadi Rp 12.949 per kilogram. Sehingga tingkat inflasinya naik 2,13 persen (mtm) dan 13,56 persen (yoy).

Kenaikan harga tahu dan tempe ini karena stok kedelai di dalam negeri yang mulai menipis. Sementara itu, informasi dari Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan Kementerian Pertanian (Kementan) realisasi impor kedelai terlambat.

"Stok kedelai dalam negeri yang menipis sedangkan realisasi impor kedelai ini lambat," kata dia.

Sebagai informasi, produk pangan turunan kedelai mengalami kenaikan harga dalam 3 bulan terakhir. Bahkan secara tahunan harga komoditas tahu meningkat 12,43 persen dan tempe sebesar 13,56 persen.

"Kalau dilihat dari portal Chicago Board of Trade, tren keniakan harga kedelai sejak September 2022" kata dia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Inflasi November 2022 Turun ke 5,42 Persen

Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut tingkat inflasi November 2022 mengalami pelemahan. Tingkat inflasi di bulan November tercatat 5,42 persen (yoy) atau lebih rendah dari tingkat inflasi di bulan Oktober sebesar 5,71 persen (yoy).

"Terdapat tekanan inflasi yang melemah pada bulan November ini. Kalau dilihat secara tahunan, terjadi inflasi 5,42 persen atau terjdi kenaikan indeks harga konsumen (IHK) dari 107,05 pada bulan November menjadi 112,85 di Oktober," kata Deputi Bidang Statistik, Distribusi dan Jasa, BPS, Setianto dalam konferensi pers, Jakarta, Kamis (1/12/2022).

Setianto melanjutkan secara bulanan tingkat inflasi di bulan November tercatat 0,09 persen (mtm). Sehingga tingkat inflasi tahun kalendernya sebesar 4,82 persen.

Berdasarkan komoditasnya, penyumbang inflasi tertinggi yaitu bensin, bahan bakar rumah tangga, tarif angkutan udara, rokok, beras, telur ayam ras, dan tarif angkitan dalam kota.

"Ini komoditas penyumbang inflasi tertinggi secara tahunan," kata dia.

Setianto menjelaskan, dari 90 kota dan kabupaten yang diamati BPS, tingkat inflasi tertinggi terjadi di Tanjung Selor, Kalimantan. Tingkat inflasinya mencapai 9,20 persen yang dikontribusi dari komoditas angkutan udara (2,07 persen), bensin (1,2 persen), bahan bakar rumah tangga (0,87 persen) dan cabai rawit (0,21 persen).

 

3 dari 3 halaman

Inflasi Terendah

Sementara itu, tingkat inflasi terendah ada di Maluku Utara, yakni Kota Ternate dengan tingkat inflasi hanya 3,26 persen. Adapun komoditas penyumbang inflasinya yaitu angkutan udara (1,21 persen), bensin (0,66 persen), bawang merah (0,39 persen) dan bahan bakar rumah tangga (0,21 persen).

"Inflasi terendah dari 90 kota dan kabupaten di Ternate sbesar 3,26 persen," kata dia.

Sementara itu, tingkat inflasi tertinggi berdasarkan pulau antara lain, di Sumatera , inflasi tertinggi ada di Bukit Tinggi sebesar 7,01 persen. Di Jawa, tingkat inflasi tertinggi di Jember sebesar 7,76 persen. Di Kalimantan, inflasi tertinggi ada di Tanjug Selor sebesar 9,20 persen.

Untuk wilayah Bali-Nusra, tingkat inflasi tertinggi di Kupang sebesar 7,30 persen. Di Sulawesi, inflasi tertinggi ada di Pare-Pare sebesar 7,11 persen. Sedangkan di Papua, tingkat inflasi tertinggi di Kota Jayapura sebesar 6,81 persen.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.