Sukses

Kebijakan Covid-19 Masih Ketat, Ekonom Pangkas Proyeksi Ekonomi China

Ekonom di China menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi di negaranya karena pengetatan kebijakan Covid-19 menghambat aktivitas ekonomi negara itu.

Liputan6.com, Jakarta - Kemerosotan di pasar properti dan sektor manufaktur, yang secara gabungan menyumbang setengah dari produk domestik bruto China, memperberat upaya pemulihan negara itu dari gangguan ekonomi yang disebabkan oleh kebijakan Covid-19 yang ketat.

Juga pada Kamis (1/9/2022), survei sektor swasta menunjukkan aktivitas pabrik di China berkontraksi untuk pertama kalinya dalam tiga bulan pada Agustus 2022 di tengah melemahnya permintaan, sementara kekurangan listrik dan kasus baru Covid-19 mengganggu produksi.

Masalah-masalah ini membuat para ekonom di China memangkas perkiraan PDB negara tersebut.

"Mempertimbangkan dampak penjatahan listrik yang tidak terduga, bersama dengan kenaikan kasus Covid-19, penurunan properti, dan konsumsi yang lamban, saya telah menurunkan pertumbuhan PDB pada kuartal ketiga menjadi 3,5 -4 persen dari 5 persen," kata Nie Wen, ekonom di Hwabao Trust yang berbasis di Shanghai.

"Kabinet telah menyatakan keprihatinan serius yang relatif besar atas keadaan ekonomi saat ini," ujarnya, dikutip dari US News, Jumat (2/9/2022). 

"Ekonomi berada pada risiko penurunan dua kali lipat karena kelemahan properti yang masih ada, kekurangan listrik di tengah gelombang panas dan wabah Covid-19 lokal," ungkap Xiangrong Yu, kepala ekonom China di Citi, dalam sebuah laporan.

Hampir 70 kota di China melaporkan penurunan harga rumah baru pada bulan Agustus 2022. Ini juga merupakan penurunan terbesar sejak mulainya pandemi Covid-19, menurut China Index Academy, salah satu perusahaan riset real estat independen terbesar negara itu.

Sementara itu, China mengatakan akan mengungkapkan rincian terkait langkah-langkah kebijakan ekonomi baru pada awal September 2022, menurut laporan media pemerintah yang mengutip pejabat pemerintahan, setelah pertemuan yang dipimpin oleh Perdana Menteri China Li Keqiang.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Survei: Kebijakan Ketat Covid-19 Bikin Perusahaan AS Tunda Investasi ke China

Sejumlah perusahaan asal Amerika Serikat (AS) membatalkan atau menunda investasi ke China. Hal ini karena kebijakan terkait Covid-19 yang ketat di negara itu.

Hal itu diungkapkan oleh organisasi perdagangan antara Amerika Serikat dan China, U.S.-China Business Council (USCBC), dalam laporan survei tahunan terhadap 117 perusahaan anggota organisasi tersebut. 

Dilansir dari US News, Kamis (1/9/2022) lebih dari setengah dari perusahaan anggota USCBC sedang menunda investasi di China, karena pembatasan ketat untuk meredam penularan Covid-19 manghambat aktivitas ekonomi di sana, menurut laporan itu.

"Kemungkinan besar bahwa perusahaan akan kembali dipaksa untuk menghentikan sebagian operasi karena lockdown dan dampak pada permintaan konsumen telah merusak kepercayaan di lingkungan bisnis," kata USCBC dalam laporannya.

Seperti diketahui, ekonomi China hampir tidak terhindar dari kontraksi pada kuartal II 2022 karena lockdown Covid-19 yang meluas dan sektor properti yang merosot merusak kepercayaan konsumen dan bisnis.

Aktivitas ekonomi masih belum pulih 100 persen karena banyak kota di China, termasuk pusat manufaktur dan tempat-tempat wisata populer, memberlakukan lockdown pada Juli 2022 setelah wabah baru varian Omicron ditemukan.

"Sebagian besar perusahaan yang disurvei mengatakan efek negatif dari kebijakan Covid-19 di Beijing dapat dipulihkan, tetapi 44 persen mengatakan akan membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk memulihkan kepercayaan bisnis," ungkap USCBC.

Selain Covid-19, perusahaan AS yang disurvei USBC juga menyoroti kekhawatiran dari dampak ketegangan AS-China, dan hambatan akses pasar yang signifikan di China membuat tingkat pesimisme meningkat, meskipun ada jaminan perlakuan yang sama terhadap perusahaan asing.

Hal ini mempengaruhi keputusan perusahaan tentang rantai pasokan dan investasi di masa mendatang, kata USCBC.

3 dari 3 halaman

Nomura dan Goldman Sachs Kembali Pangkas Proyeksi Ekonomi China 2022

 Goldman Sachs dan Nomura kembali menurunkan prediksi pertumbuhan ekonomi China, di tengah ketidakpastian yang dipicu dari kebijakan nol-Covid-19 dan krisis energi.

Dilansir dari CNBC International, Jumat (19/8/2022) Goldman Sachs menurunkan proyeksi ekonomi China dalam setahun penuh 2022 menjadi 3,0 persen dari semula 3,3 persen.

 Sementara Nomura memangkas proyeksi ekonomi China setahun penuh menjadi 2,8 persen dari 3,3 persen.

Pemotongan tersebut mewakili pesimisme yang berkelanjutan di antara bank-bank investasi atas target pertumbuhan resmi ekonomi China sebesar 5,5 persen.

Namun pada Juli 2022, pejabat China mengindikasikan ekonomi negara itu mungkin tidak akan mencapai target PDB tahun ini.

Terkait proyeksi terbarunya, ekonomGoldman Sachs mengutip data ekonomi terbaru untuk bulan Juli serta kendala energi jangka pendek karena gelombang panas yang ekstrim di China.

Seperti diketahui, China menjadi salah satu negara yang menghadapi gelombang panas terburuk dalam beberapa dekade. Masalah iklim ini membebani pasokan listrik yang sudah tertekan dan menyebabkan pengurangan produksi di beberapa wilayah negara itu.

Ekonom dari Goldman dan Nomura juga mencatat kenaikan kasus Covid-19 secara nasional serta kontraksi investasi properti yang membuat minat investasi surut.

Pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi China datang setelah People's Bank of China secara tak terduga memangkas dua suku bunga - pinjaman kebijakan jangka menengah dan alat likuiditas jangka pendek - untuk kedua kalinya tahun ini.

Nomura dan Goldman sama-sama mencatat bahwa respons stimulus Beijing mungkin sangat terbatas.

“Berbeda dengan kekhawatiran beberapa orang tentang terlalu banyak stimulus kebijakan di semester kedua, risiko sebenarnya adalah bahwa dukungan kebijakan Beijing mungkin terlalu sedikit, terlambat dan tidak begitu efisien,” kata Nomura.

Goldman Sachs mengatakan, penurunan suku bunga yang mengejutkan tidak selalu menandakan awal dari pelonggaran yang lebih agresif, menambahkan bahwa pembuat kebijakan tidak hanya menghadapi kendala ekonomi, tetapi juga politik.

"Fokus mereka saat ini kemungkinan adalah membendung risiko penurunan lebih lanjut dan memastikan lapangan kerja dan stabilitas sosial menjelang Kongres Partai ke-20," sebut Goldman.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.