Sukses

Indonesia Banjir AC Murah Asal China, Ini Sederet PR Pemerintah

Ekonom mengkritisi impor produk pendingin ruangan atau air conditioner (AC) murah asal China yang membanjiri pasar Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengkritisi impor produk pendingin ruangan atau air conditioner (AC) murah asal China yang membanjiri pasar Indonesia.

Menurut dia, pemerintah punya sederet pekerjaan rumah. Salah satunya, kelambatan dalam menopang daya saing produk industri dalam negeri.

"Kita melihat, salah satunya daya saing dalam negeri juga relatif lambat. Biaya bahan bakunya juga masih banyak didatangkan dari impor kalau untuk produsen lokal," kata Bhima kepada Liputan6.com, Sabtu (5/3/2022).

Selain itu, ia melihat Indonesia masih jauh tertinggal dari China soal teknologi terbarukan. Bhima mengatakan, biaya riset dan pengembangan teknologi di Tanah Air masih relatif rendah.

"Kalau AC kan bicara efisiensi listrik. Kita tertinggal jauh soal teknologi. Hak patennya juga dipegang oleh banyak produsen di luar negeri, baik Jepang maupun China," ungkap dia.

"Jadi mulai benahi satu per satu lah. Sebenarnya juga bisa dimulai dari bagaimana pengadaan barang dan jasa pemerintah pusat dan daerah untuk barang-barang elektronik, harusnya juga TKDN lebih didorong. Jadi ada contoh dulu gitu dari pemerintah," imbuhnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

SNI

Selanjutnya, Bhima mengutarakan, jika Pemerintah RI tidak bisa bermain dalam kenaikan bea masuk, maka yang bisa dimainkan adalah hambatan-hambatan non-tarif.

Termasuk juga dengan memperketat Standar Nasional Indonesia (SNI) hingga memperbanyak proses sertifikasi untuk barang-barang impor. Dia menilai, itu jadi salah satu cara untuk mencegah banjirnya barang impor masuk ke Indonesia.

"Tapi di dalam negeri juga harus ada daya saing, SDM, insentif untuk riset dan pengembangan bagi produsen elektronik lokal. Itu yang harusnya didorong paralel. Termasuk juga biaya logistik yang sekarang masih 23,5 persen dari PDB. Sudah bersaing dengan China, karena biaya logistik mereka jauh lebih murah," tuturnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini