Sukses

HEADLINE: Minyak Goreng Dipatok Rp 14.000 Seliter, Ampuh Atasi Harga Meroket?

Harga minyak goreng melambung tinggi sejak akhir tahun lalu hingga saat ini. Pemerintah pun kemudian memutuskan untuk menjalankan kebijakan satu harga. Efektifkah kebijakan tersebut?

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak goreng mengamuk sejak sebelum periode Natal 2021 dan Tahun Baru 2022. Harga minyak goreng sempat melambung hampir dua kali lipat atau 100 persen.

Biasanya atau normalnya, harga minyak goreng ada di kisaran 14 ribu per liter. Namun dalam dua bulan ini harganya melompat menjadi Rp 24 ribu per liter.

Banyak masyarakat mengeluh dengan kenaikan harga ini. Salah satunya adalah pengusaha warteg. Ketua Komunitas Warung Tegal Nusantara (Kowantara) Mukroni mengatakan, para pengusaha warteg tidak berani menaikkan harga makanan meskipun harga minyak goreng naik, karena takut ditinggal lari pelanggan.

"Sementara kami belum berani naikan harga karena memberatkan para pelanggan yang daya ekonominya belum pulih sepenuhnya. Takutnya pelanggan lari dari kami karena harganya mahal," papar dia kepada Liputan6.com, Rabu (19/1/2022).

Akibatnya, pengusaha warteg harus menanggung kerugian, meski tidak terlalu besar atau di bawah 10 persen dari pendapatan normal. Itu berkat strategi yang dijalankan, dengan mengecilkan porsi makanan jualan saat harga minyak goreng melambung. "Untuk sementara kami mengecilkan ukuran gorengan, tapi tidak menaikan harga makanan," ujar Mukroni.

Mengatasi kenaikan harga minyak goreng yang tak masuk akal ini, pemerintah pun menjalankan berbagai langkah. Pertama yang dilakukan adalah menjalankan operasi pasar.

Di awal tahun, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi melibatkan 70 industri minyak goreng sebagai upaya mendukung program penyediaan minyak goreng terjangkau bagi masyarakat. Program operasi pasar pemerintah dan industri ini ditargetkan berlangsung selama 6 bulan.

Namun ternyata upaya operasi pasar tidak ampuh. Harga minyak goreng masih di atas langit. Oleh karena itu, pada Selasa 18 Januari 2022, pemerintah memutuskan untuk mematok harga minyak goreng.

Mendag mengatakan bahwa pemerintah memberlakukan minyak goreng satu harga. Harga yang ditetapkan Rp 14.000 per liter untuk kemasan 1 liter, 2 liter, 5 liter, hingga 25 liter. Harga minyak goreng ini mulai berlaku pada 19 Januari 2022 pukul 00.01 dan dikhususkan untuk penggunaan rumah tangga dan usaha mikro dan kecil.

"Seluruh minyak goreng baik premium dan sederhana akan dijual setara Rp 14 ribu per liter, atau semua jenis kemasan baik premium maupun sederhana mulai 1 liter hingga 25 liter bagi pemenuhan kebutuhan rumah tangga dan usaha mikro dan kecil,” kata dia dalam konferensi pers yang berlangsung pada Selasa 18 Januari 2022.

Kebijakan ini akan lebih dulu berlaku di seluruh toko ritel yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo). Artinya, untuk kemasan minyak goreng di pasar tradisional, penyesuaian harganya akan menyusul satu minggu kemudian.

“Sebagai awal pelaksanaannya, kebijakan minyak satu harga akan dilakukan melalui ritel modern yang jadi anggota Aprindo. Kemudian untuk pasar tradisional akan diberikan waktu satu minggu untuk lakukan penyesuaian,” katanya.

Tak Perlu Panik

Mendag pun mengimbau kepada masyarakat untuk tidak melakukan pembelian secara berlebihan dengan adanya minyak goreng satu harga ini.

“Tak perlu panic buying karena pemerintah jamin bahwa pasokan dan stok minyak goreng dengan harga Rp 14 ribu, pemerintah akan mencukupi kebutuhan masyarakat,” tegasnya.

Pemerintah melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDPKS) menambah subsidi sebesar Rp 7,6 triliun untuk membiayai penyediaan minyak goreng kemasan. Mendag Lutfi menyebut akan sediakan 250 juta liter per bulan.

“Atau setara 1,5 miliar liter selama enam bulan kedepan. Ini sudah disosialisasikan kepada produsen dan pengusaha ritel,” katanya.

Mendag pun meminta kepada pelaku ekspor bahan baku minyak goreng untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Dengan memastikan akan mengenakan sanksi pembekuan usaha hingga pencabutan izin ekspor.

Tujuannya, untuk memastikan pasokan bahan baku minyak goreng dalam negeri terpenuhi. Sehingga masyarakat rumah tangga, pelaku usaha mikro dan kecil mampu menjangkau harga minyak goreng murah.

Bahkan, Mendag Lutfi menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 02 Tahun 2022 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19 Tahun 2021 Tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor. Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada 24 Januari 2022.

“Kebijakan in digunakan ini sebagai pencatatn sebagai pelaku usaha yang akan ekspor palm olein atau CPO agar minyak goreng terpantau dan pasokan CPO bahan baku minyak sawit tersedia. Ini bukan pelarangan untuk ekspor CPO dan Palm Olein, ini untuk catatan untuk ketersediaan CPO di dalam negeri. Dan ketersediaan barang ke luar,” katanya.

“Tak ada larangan untuk lakukan ekspor pada saat ini. Kemudian, kami lanjutkan, dalam hal ini nanti kepada para produsen atau eksportir ketentuan tersebut akan ada sanksi pencabutan dan pembekuan,” imbuhnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Harga Turun Tapi Dibatasi

Perintah dari Mendag soal minyak goreng satu harga tersebut langsung dijalankan peritel. Pada 19 Januari 2022, beberapa minimarket yang dikunjungi oleh Liputan6.com sudah menjual minyak goreng dengan harga Rp 14 ribu per liter. Harga ini berlaku untuk semua merek.

Di sebuah minimarket di kawasan Cipadu Tangerang Selatan, tampak masyarakat menyerbu minyak goreng. Warga antre di kasir untuk membayar.

Sedangkan di rak pajang tinggal ada beberapa kemasan saja. Padahal waktu baru menunjukkan pukul 10.00 WIB.

"Saya tahu dari tetangga, harga minyak goreng sudah turun jadi Rp 14 ribu. Dia sudah beli duluan makanya saya langsung lari ke sini," kata Ida (52), salah satu pembeli kepada Liputan6.com.

Di minimarket tersebut, pembelian dibatasi tidak boleh lebih dari 2 liter. Menurut penjaga minimarket, pembatasan tersebut memang diperintahkan oleh kantor pusat.

Manajemen PT Indomarco Prismatama, pengelola Indomaret mengatakan bahwa perusahaan juga membatasi jumlah pembelian minyak goreng.

Ada pembatasan pembelian minyak goreng maksimal dua liter per konsumen per hari dan kemasan lima liter maksimal satu pcs.

“Benar. Pembatasan ini tujuannya lebih untuk pemerataan kepada konsumen,” ujar Direktur Marketing PT Indomarco Prismatama, Darmawie Alie saat dihubungi Liputan6.com, lewat pesan singkat Rabu (19/1/2022).

Ia juga menyatakan, pihaknya sudah menjual minyak goreng sesuai dengan harga yang telah diumumkan Rp 14.000. “Ya seperti yang diumumkan di toko,” kata dia.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Aprindo Roy Nicholas Mandey pun memastikan, seluruh ritel modern di berbagai penjuru Indonesia sudah menjual minyak goreng satu harga sejak waktu yang sudah ditentukan.

"Oh iya, per hari ini sudah kita lakukan. Itu di seluruh Indonesia, dari Aceh sampai Jayapura, tanpa terkecuali," tegas Roy Mandey kepada Liputan6.com, Rabu (19/1/2022).

Namun, dia tidak bisa menindaki jika ada pelaku usaha di luar anggota Aprindo yang menjual harga minyak goreng di atas Rp 14 ribu per liter.

"Kalau dia bukan anggota Aprindo kita tidak setop ya. Kalau yang belum menjual Rp 14 ribu pasti bukan anggota Aprindo, dan itu tugas pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan yang akan menindak," ungkapnya.

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mendukung kebijakan pemerintah soal minyak goreng satu harga di level Rp 14 ribu per liter. GAPKI pun menjamin ketersediaan minyak sawit untuk bahan baku minyak goreng aman.

“Kami dari GAPKI tidak secara langsung berhubungan dengan minyak goreng, maka posisi kami adalah kalau GAPKI tentu mendukung program ini yang dipimpin oleh Kementerian Perdagangan. Yang jelas bahwa kami bisa mengatakan ketersediaan CPO untuk bahan baku minyak goreng sangat cukup,” kata Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono.

 

Warung Kelontong

Sedangkan Ketua Umum Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia (AIMMI) Adi Wisoko, tidak yakin Pemerintah dapat menjamin harga minyak goreng bisa turun di kisaran Rp 14 ribu per liter hingga seluruh pelosok tanah air.

Lantaran, program distribusi minyak goreng kemasan sederhana sebanyak 11 juta liter melalui operasi pasar dan ritel modern yang dimulai sejak November 2021 dinilai tidak memenuhi target. Bahkan harga minyak goreng masih tetap mahal.

“Arti kata secara keseluruhan tidak memenuhi komitmen yang seharusnya 11 juta liter ini. Maka, itulah yang terjadi, lanjutan dari minyak goreng tetap tinggi tidak turun,” kata Adi dalam RDP dengan Komisi VI DPR RI, Rabu (19/1/2022).

Sekarang Pemerintah menerapkan kebijakan minyak goreng satu harga sebesar Rp 14 ribu per liter yang diberlakukan untuk seluruh kemasan sederhana hingga bermerek.

Peran BPDPKS sangat menentukan dalam menanggung semua kerugian yang dialami oleh penjual ritel modern, penjual toko, hingga penjual warung eceran. Selain itu, Pemerintah juga harus membuktikan hingga level bawah bahwa minyak goreng semua dijual rata Rp 14 ribu per liter.

“BPDP itu harus bisa bertanggung jawab, artinya kalau kita jual supermarket atau minimarket jelas ada, kalau kita jual ke toko-toko itu tokonya jelas. Namun, bagaimana mendapatkan bukti itu bisa capai Rp 14 ribu sampai tingkat pembeli eceran yang terbawah di warung-warung,” ujarnya.

Mungkin untuk ritel modern bisa mudah terdata, dan dapat segera mengajukan kerugiannya ke BPDPKS untuk mengganti ongkos beli sebelumnya dari produsen. Namun, untuk warung-warung eceran bawah cukup sulit.

“Sisa-sisa yang belum terjual harus tercatat semua terbukti semua baru bisa diajukan ke BPDP, ini yang sudah ada di supermarket. Hasilnya tidak tahu apakah bisa menurunkan secara keseluruhan dan bisa menikmati harga Rp 14 ribu, kita hanya bisa nunggu,” pungkasnya.

 

3 dari 5 halaman

Kebijakan Pilih Kasih

Sedangkan Sekretaris Jenderal Induk Koperasi Pedagang Pasar (Inkoppas), Ngadiran, mengatakan program minyak goreng satu harga Rp 14 ribu per liter tidak turut dirasakan pedagang pasar.

"Sampai dengan hari ini saya coba monitor kawan-kawan di pasar, temen-temen pedagang itu belum mendapatkan alokasi atau belum bisa menjual minyak goreng yang harga Rp 14 ribu," kata Ngadiran kepada Liputan6.com, Rabu (19/1/2022).

"Karena, kalau minyak goreng harga itu menurut keterangan pak Dirjen Perdagangan Dalam Negeri (Kementerian Perdagangan), penjualnya hanya ritel modern," ungkapnya.

Dia pun menyesalkan implementasi kebijakan minyak goreng satu harga yang seakan pilih kasih tersebut. Sebab, banyak pelanggan yang kemudian lari meninggalkan pasar untuk beralih ke toko ritel modern.

"Otomatis lah (ditinggal). Karena di ritel modern, Alfamart/Indomaret di mana saja menjual dengan itu, ngapain ke pasar yang harganya Rp 18-19 ribu, atau 2 liter Rp 38-40 ribu," terangnya.

"Mereka juga akan belanja ke hypermarket, minimarket maupun ritel modern yang ada di wilayahnya. Jangankan beda Rp 3-4 ribu, beda Rp 500 aja masyarakat lari," keluh Ngadiran.

Padahal, Ngadiran beberapa kali sudah berkontak dengan Kementerian Perdagangan agar pedagang pasar turut mendapat alokasi minyak goreng Rp 14 ribu. Menurut dia, pedagang pasar sudah siap mengikuti tata cara dan syarat yang ditetapkan pemerintah.

"Saya sudah menyampaikan, saat kami dialog secara virtual maupun lewat media lain, kami menyampaikan, kami selaku pedagang pasar tradisional, warung tradisional juga diberikan kesempatan untuk membantu masyarakat dan pemerintah menjual minyak goreng yang katanya dijual Rp 14 ribu," tuturnya.

 

4 dari 5 halaman

Ada Permainan

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengendus ada praktik kartel dalam urusan harga minyak goreng yang melambung di tanah air. Alasannya, Indonesia sebagai produsen Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia tak mampu menstabilkan harga minyak goreng di harga wajar.

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menilai, jika Indonesia sebagai produsen terbesar CPO, seharusnya harga minyak goreng tak akan melambung tinggi di pasaran domestik. Kemudian, ia pun menduga peningkatan demand di periode Natal 2021 dan Tahun Baru 2022 (Nataru) bukan penyebab kenaikan harga yang belum kunjung menurun.

“Sejak awal saya menduga bahwa ini bukan efek nataru, karena kalau efek nataru tentu kenaikannya tidak gila-gilaan atau diluar batas kewajaran. Oleh karena itu ini ada dugaan kartel atau praktik usaha persaingan tidak sehat lainnya. Sehingga sangat mendistorsi pasar baik dari segi harga atau pasokan,” katanya.

Dengan begitu, ia meragukan upaya pemerintah yang mengguyur subsidi untuk menurunkan harga minyak goreng tak akan menyelesaikan masalah. Justru malah akan membuang-buang anggaran.

“Karena sebenarnya penyakit intinya bukan soal itu saja, tapi harusnya pemerintah mengendus dan membongkar adanya dugaan kartel terhadap bisnis CPO dan minyak goreng di indonesia,” kata Tulus.

 

5 dari 5 halaman

Dugaan Kartel

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tengah melakukan penyelidikan terkait dugaan praktik kartel penyebab mahalnya harga minyak goreng di pasaran.

Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur menyampaikan, saat ini proses penyelidikan masih dalam tahap awal. Yakni, pada tahap penelitian. "Iya, bahwa untuk (praktik kartel) minyak goreng, masih dalam penelitian KPPU," ujarnya.

Deswin melanjutkan, sejauh ini KPPU belum melakukan intervensi maupun memanggil para pelaku usaha terkait.

Adapun, temuan penelitian atas terjadinya dugaan praktik kartel pada komoditas pangan berbasis CPO tersebut akan segera diumumkan.

Pangkas Ekspor Sawit

Anggota Komisi VI DPR RI, Andre Rosiade, mengusulkan pemerintah mengurangi ekspor kelapa sawit atau crude palm oil untuk mengatasi harga minyak goreng yang melambung di dalam negeri.

Hal itu disampaikan dalam RDPU dengan beberapa asosiasi minyak, di antaranya Ketua Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Ketua Umum Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia (AIMMI).

Kemudian, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), dan Direktur Utama PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN) INACOM, Rabu (19/1/2022).

"Tinggal mengurangi pasar ekspor untuk diwajibkan mengisi kebutuhan dalam negeri dulu karena CPO (Crued Palm Oil) ini kan produksinya Indonesia. Masa ekspor yang kita kasih kesempatan dulu?" kata Andre.

Menurut dia, ekspor kelapa sawit dikurangi demi memenuhi kebutuhan dalam negeri. Dia menegaskan tidak peduli dengan harga kelapa sawit tembus diangka Rp 15 ribu per kg, yang terpenting kebutuhan masyarakat diutamakan.

“Mohon maaf kita enggak peduli harga CPO ini Rp 15 ribu atau berapa, tapi bagaimana rakyat Indonesia ini harus dikedepankan,” tegasnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini