Sukses

Neraca Perdagangan Surplus 14 Bulan Berturut-turut, Sinyal Pemulihan Ekonomi

Di tengah pandemi Covid-19 performa neraca perdagangan Indonesia tercatat cukup impresif.

Liputan6.com, Jakarta Di tengah pandemi Covid-19 performa neraca perdagangan Indonesia tercatat cukup impresif. Ekspor dan impor Indonesia mengalami surplus selama 14 bulan berturut-turut sejak Mei 2020, termasuk pada Juni 2021 yang surplus USD 1,32 miliar. Tren ini sekaligus menunjukkan kalau aktivitas ekonomi di Indonesia terus berlanjut pulih. 

“Performa neraca perdagangan yang cukup resilient di tengah pandemi tersebut perlu diapresiasi.  Namun, untuk menjaga keberlanjutan surplus perdagangan ke depan, perlu terus dicermati beberapa faktor kunci,” ucap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang juga Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) Airlangga Hartarto di Jakarta beberapa waktu lalu.

Menko Airlangga mengatakan beberapa faktor kunci yang perlu diperhatikan di antaranya stabilitas pertumbuhan permintaan global, khususnya pada pasar utama, peran dan fungsi perwakilan perdagangan dalam mendorong peningkatan ekspor, dinamika perkembangan harga dan volume ekspor  komoditas utama dan potensial. 

“Serta strategi pemerintah dalam menjaga keseimbangan pertumbuhan impor khususnya pada komponen impor konsumsi,” jelas Menko Perekonomian ini.

2 dari 2 halaman

Proyeksi Neraca Perdagangan

Menanggapi hal tersebut, Ekonom Center of Reform on Economics Indonesia (CORE) Yusuf Rendy Manilet memproyeksikan surplus neraca perdagangan akan meningkat pada Agustus 2021 mendatang meski diterapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.

“PPKM Darurat ini tidak akan menghentikan peningkatan surplus dagang kita. Sebab, perekonomian partner dagang kita seperti Tiongkok sudah cukup stabil, ditambah adanya peningkatan harga komoditas unggulan seperti kelapa sawit dan batu bara yang membuat ekspor kita aman,” jelas Yusuf. 

Lebih lanjut, Yusuf mengatakan di sisi impor, Indonesia juga tidak akan berpengaruh cukup signifikan. Pasalnya, dalam PPKM Darurat, pemerintah tetap memperbolehkan sektor esensial dan kritikal tetap beroperasi.

“Meski impor akan menurun karena melemahnya permintaan dari masyarakat, namun ini tidak akan menurun secara signifikan karena beberapa sub industri juga tidak terlalu terdampak, seperti logam mulia, farmasi, dan makanan dan minuman yang terus berjalan meski ada pembatasan jam operasional dan sistem pembelian. Jadi tidak perlu khawatir,” ungkapnya.

 

(*)