Sukses

Kemenristek Dukung Riset dan Inovasi Lewat Pendanaan Pengabdian Masyarakat

Program pendanaan pengabdian masyarakat ini diberikan kepada 10 universitas untuk meningkatkan angka partisipasi dosen atau peneliti.

Liputan6.com, Jakarta - Riset dan inovasi menjadi hal penting dalam menunjang perekonomian negara. Untuk itu, Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) memberikan berbagai dukungan agar semakin banyak riset dan inovasi yang dihasilkan Indonesia.

"Salah satu bentuk dukungan Kemenristekdikti dalam mendukung riset dan inovasi dalam negeri adalah dengan meluncurkan pendanaan pengabdian masyarakat pada 2021 ini," ujar Menteri Riset dan Teknologi atau Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brojonegoro dalam diskusi secara daring, Jakarta, Selasa (30/3/2021).

Program pendanaan pengabdian masyarakat ini diberikan kepada 10 universitas untuk meningkatkan angka partisipasi dosen atau peneliti dalam melaksanakan program yang bermutu. Hal tersebut juga untuk meningkatkan kapasitas pengelolaan program di perguruan tinggi.

"Kemudian juga bertujuan untuk mendorong daya saing bangsa dalam segala aspek," jelas Bambang.

Kebijakan riset 2021 akan berlangsung untuk seterusnya. Program tersebut akan berupaya untuk membantu permasalahan ekonomi yaitu hilirisasi dengan mendorong teknologi 4 guna penciptaan nilai tambah utama dari produk Sumber Daya Alam dan berperan aktif dalam penanggulangan dampak pandemi.

"Kemenristek selalu berupaya memberikan dukungan bagi seluruh stakeholder agar semakin banyak riset dan inovasi yang dihasilkan," tandasnya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Menristek: Ekosistem Riset Berkembang Selama Pandemi Covid-19

Sebelumnya, Pandemi Covid-19 memberikan peluang bagi pembuatan kebijakan berbasis bukti untuk lebih menonjol. Pemerintah Indonesia, universitas dan lembaga think tank memprioritaskan penelitian di beberapa bidang penelitian seperti kesehatan masyarakat, kedokteran, penggunaan big data dan ekonomi.

Untuk menghasilkan riset yang akurat dan cepat tersebut, perlu didukung oleh ekosistem pengetahuan dan inovasi yang komprehensif. Tantangan utama seperti pendanaan, ketersediaan dan akses data, serta hubungan periset dengan pembuat kebijakan yang masih perlu dibenahi.

Profesor Riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dewi Fortuna Anwar mengungkapan, untuk menciptakan hal tersebut, perlu peran aktif dari aktor-aktor utama yang memungkinkan terbentuknya ekosistem pengetahuan dan inovasi.

Mereka adalah para knowledge producers (penghasil pengetahuan-universitas, lembaga penelitian atau think tank), knowledge users (pengguna pengetahuan- kementerian), knowledge enablers (pembuat kebijakan dan badan pendanaan), dan knowledge intermediaries (media dan organisasi masyarakat sipil).

Pemerintah melalui Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN) telah membentuk konsorsium untuk menangani Covid-19.

Konsorsium yang beranggotakan lembaga penelitian di bawah koordinasi Kemenristek/BRIN seperti LIPI, beberapa perguruan tinggi (PT), Penelitian dan Pengambangan (Litbang) Kementerian Kesehatan serta melibatkan dunia usaha baik swasta maupun BUMN mempunyai fokus membantu mencegah, mendeteksi cepat Covid-19 melalui riset dan inovasi seperti vaksin, suplemen, pengobatan dan teknologi Kesehatan.

"Kami telah mencoba menerapkan triple helix di dalam Konsorsium Riset dan Inovasi tentang Covid-19 untuk menghubungkan dunia penelitian dengan dunia industri dan pemerintah. Berbagai elemen dilibatkan, mulai dari kesehatan, ikatan farmasi maupun Kementerian BUMN dan Kementerian Perindustrian," kata Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro dalam acara Diskusi Kebijakan: Penanggulangan Covid-19 Berbasis Pengetahuan dan Inovasi, yang diselenggarakan Knowledge Sector Initiative (KSI) dan Katadata, Senin (22/6/2020).

"Pandemi ini juga menunjukkan ekosistem riset yang selama ini kita bayangkan, justru berkembang dengan baik. Sebelumnya kita tidak mempunyai produksi ventilator sendiri, pandemi ini membuat inovasi bekerja dan menghubungkannya dengan dunia industri," imbuh Menristek.

Dia melanjutkan, bahwa Kemenristek/BRIN akan tetap mengedepankan pengetahuan dan inovasi dalam upaya menanggulangi pandemi Covid-19. Data yang digunakan saat ini adalah peta sains yang merupakan pendekatan riset ilmu pengetahuan untuk mengatasi endemi dan pandemi. Hal ini adalah sebuah pendekatan riset selain dari kesehatan itu sendiri.

Dewi Fortuna Anwar menegaskan, dalam ekosistem inovasi, hasil dari riset vaksin yang disebutkan oleh Menristek tersebut akan menghasilkan hilirisasi. Fokusnya bagaimana seluruh elemen ini bersinergi agar hasil penelitian bisa menjadi inovasi: dipasarkan, digunakan, dan dengan demikian mendongkrak kemajuan dan daya saing bangsa. Kemajuan bangsa, dalam konteks ekonomi global, dinilai lewat daya saing dan kemampuan inovasi.

"Dalam implementasinya, ekosistem pengetahuan maupun inovasi membutuhkan kapasitas negara untuk menggerakkan semua elemennya. Kapasitas negara ini tercermin dari kapasitas kelembagaan dan kapasitas sumber daya manusia ASN-nya yang mempunyai kinerja secara efisien dan efektif," ujar Dewi Fortuna Anwar.

Sementara itu, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumnolo mengatakan, di internal ASN, selama pandemi tetap berusaha produktif dan inovatif untuk pempercepat proses layanan untuk melayani masyarakat.

"KemenPAN-RB saat ini juga ingin memasukkan indikator inovasi dalam penyusunan kebijakan kita untuk terbangunnya sinergitas bersama untuk menyatukan langkah dalam kerangka ekosistem pengetahuan dan inovasi menuju pencapaian kesejahteraan rakyat. Dan juga, data itu sangat penting. Kami juga sangat mendorong pertukaran data yang terbuka antarinstansi, data yang saintifik," kata Tjahjo Kumolo.

Peneliti Senior Center for Innovation Policy and Governance (CIPG) Yanuar Nugroho juga memberikan tanggapannya pada diskusi ini.

"Saat ini yang dibutuhkan oleh ekosistem riset dan inovasi adalah state capacity, bagaimana negara mengatur, hadir dan mengorkestrasi agar ekosistem ini berjalan dengan baik. Karena masih ada beberapa tantangan untuk dihadapi bukan hanya tantangan teknologi namun yang lebih besar adalah tantangan sumber daya manusia," papar dia.

Selain mengoptimalkan ilmuwan dan peneliti di dalam negeri, Kemenristek/BRIN juga berusaha mengoptimalkan kolaborasi antara peneliti di Tanah Air dengan peneliti dan ilmuwan diaspora. Diharapkan kolaborasi itu dapat menangani masalah pandemi lebih cepat dan tepat sasaran khususnya dalam bidang kesehatan masyarakat serta pemulihan ekonomi pasca Covid-19.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.