Sukses

LKPP: Potensi Belanja Pengadaan Belanja Barang dan Jasa UMKM Capai Rp 318 T

Kementerian, Lembaga, dan Pemerintah daerah diminta untuk meningkatkan pengadaan Belanja barang dan Jasa UMKM.

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Roni Dwi Susanto, meminta kepada Kementerian, Lembaga, dan Pemerintah daerah untuk meningkatkan pengadaan Belanja barang dan Jasa UMKM.

“Kami laporkan untuk potensi belanja pengadaan untuk usaha mikro dan kecil pada tahun 2020 sebesar Rp 318,03 triliun atau 37 persen dari total belanja pengadaan dan sampai saat ini realisasinya sudah mencapai  Rp 82,64 triliun atau 25,99 persen dari potensi belanja UKM,” kata Roni dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Tahun 2020, Rabu (18/11/2020).

Untuk bisa mengejar angka 40 persen sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta kerja, maka belanja pengadaan usaha mikro dan kecil harus ditingkatkan lagi.

Ia meminta pimpinan Kementerian lembaga dan kepala daerah didorong untuk berkontrak dengan usaha mikro kecil untuk paket pengadaan yang nilainya sama dengan Rp 2,5 miliar.

Sementara untuk paket pengadaan yang nilainya diatas Rp 2,5 miliar dapat berkontrak dengan usaha menengah dan atau usaha besar dan non kecil dengan tetap melibatkan usaha mikro dan kecil menggunakan produk dalam negeri dalam pemenuhan barang jasanya.

Disamping itu LKPP telah menyediakan laman khusus bagi usaha kecil pada portal pengadaan nasional untuk memberikan informasi yang terkait usaha kecil secara luas antara lain informasi tentang jumlah pelaku usaha kecil, potensi nilai belanja pengadaan untuk usaha kecil, dan jenis komoditas pada katalog elektronik yang dijual oleh usaha kecil.

“Kami laporkan LKPP telah mencanangkan program  untuk mendukung program usaha mikro dan usaha kecil UKM go digital melalui proses belanja langsung Kementerian Lembaga, pemerintah daerah yang bernilai paling tinggi Rp 50 juta Kepada usaha mikro kecil yang tergabung dalam e-marketplace,” ujarnya.

Program ini merupakan bagian dari gerakan bangga buatan Indonesia sebagai upaya pemerintah untuk menanggulangi dampak covid-19 terhadap kegiatan perekonomian khususnya bagi usaha mikro dan kecil.

“Sampai saat ini sudah 71 kemudian lembaga pemerintah daerah yang memanfaatkan Belanja pengadaan,” katanya.

 Kata Roni, LKPP akan terus menambah jumlah marketplace yang bergabung produk yang dicantumkan dan sistem market yang sudah ada dan menjajaki untuk belanja penggunaan yang langsung dengan nilai Rp 50 juta menjadi sampai dengan 200 juta.

Dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa tentunya kelembagaan pengadaan barang dan jasa harus menjadi lebih kuat dan mandiri melalui pembentukan unit kerja pengadaan barang dan jasa pemerintah.   

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Belanja Barang dan Jasa Pemerintah Masih di Bawah 50 Persen Senilai Rp 289,34 triliun

Total realisasi nilai belanja barang jasa pada 2020 belum mencapai 50 persen. Nilainya hingga 9 November 2020 baru sebesar Rp 289,34 triliun dari nilai Rp 1.027,1 triliun.

Ini diungkapkan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Roni Dwi Susanto. 

“Kami laporkan dari total nilai belanja barang jasa tahun 2020 sebesar Rp 1.027,1 triliun bahwa pencapaian realisasinya sampai dengan tanggal 9 November kurang dari 50 persen dari Rp 289,34 triliun,”kata Roni dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Tahun 2020, Rabu (18/11/2020).

Ia menjelaskan dari Rp 289,34 triliun itu yang sudah selesai tender sebesar Rp 228,76 triliun dan yang masih berproses Rp 60,58 triliun.

Di mana yang masih berproses itu merupakan pekerjaan konstruksi Rp 48,80 triliun yang didalamnya menyangkut pengadaan K/L Rp 41,55 triliun dan Pemda Rp 7,25 triliun.

Sementara dari Rp 228,76 triliun yang sudah selesai tender di dalamnya menyangkut pekerjaan konstruksi sebesar Rp 148,31 triliun (K/L Rp 72,92 triliun dan Pemda Rp 75,39 triliun).

Kata Roni, hal ini pastinya tentunya didukung oleh pengguna pengadaan secara elektronik serta SDM pengadaan yang semakin baik kompetensinya sehingga dapat dilakukan efisiensi sebesar Rp 90 triliun.

“Rendahnya kinerja penyerapan belanja pengadaan barang jasa pemerintah berdampak terhadap pelayanan publik dan pada akhirnya dapat menghambat pertumbuhan dan pemerataan ekonomi,” ujarnya.

Dia mengatakan jika Pandemi covid-19 ini seharusnya menjadi momentum bagi semua untuk melakukan belanja pengadaan barang dan jasa khususnya untuk mengatasi dampak ekonomi dan sosial dari pandemi, kata Roni.

“Meskipun pelanggan pengadaan barang jasa untuk menangani covid bersifat segera tidak dapat ditunda namun tetap harus memenuhi prinsip cepat, efektif, transparan tanpa meninggalkan akuntabilitasnya untuk mencapai tujuan pengadaannya punya value for money,” jelasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.