Sukses

Banyak Kendala, Pemerintah Alihkan Insentif Gaji Bebas Pajak ke Subsidi Upah

Awalnya, stimulus PPh 21 tersebut ditujukan bagi pekerja, dan bukan untuk operasional perusahaan.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah terus mengupayakan penyerapan stimulus penanganan covid-19 berjalan efektif. Sebagai langkah konservatif, pemerintah akan merelokasikan secara besar-besaran insentif usaha yang kurang optimal penyerapannya.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu mengatakan jika pemerintah akan semakin konservatif dalam menggunakan insentif-insentif perpajakan.

"Khususnya juga mengevaluasi perpajakan yang tidak terlalu banyak yang digunakan, khususnya yang PPh 21. PPh 21 itu sekitar Rp 25 triliun, itu tidak terpakai banyak, itu sudah dialokasikan untuk pengeluaran-pengeluaran, termasuk subsidi upah,” ujar dia di Jakarta, Rabu (19/8/2020).

Awalnya, stimulus PPh 21 tersebut ditujukan bagi pekerja, dan bukan untuk operasional perusahaan. Di mana karyawan mendapatkan relaksasi PPh 21 yang ditanggung pemerintah (P-DTP).

Namun karena ada kendala, maka pemerintah mengalihkan pada subsidi gaji untuk karyawan dengan penghasilan di bawah Rp 5 juta.

“Ada kendala masalah administrasi dan masalah teknisnya. Sehingga sekarang lebih masuk akal kalau kita alihkan itu langsung dalam bentuk subsidi gaji melalui BPJS ketenagakerjaan yang lebih bagus (database-nya),” kata Febrio.

Saat ini, BPJS Ketenagakerjaan mencatat 15,7 juta orang yang pendapatannya di bawah Rp 5 juta yang rajin bayar iuran BPJS Ketenagakerjaan.

“Ini juga jadi bagus narasinya, bahwa pekerja yang sudah rajin bayar BPJS untuk menabung untuk dirinya sendiri, oleh pemerintah pada saat seperti ini ya kita berikan something back ke pekerja ini. Ini bagus, dan hari ini tadi saya lihat datanya sudah lebih dari 12 juta yang sudah masuk nomor rekeningnya,” sebut dia.

Selebihnya, sekitar 3 juta pekerja lainnya merupakan peserta mandiri. Artinya, pekerja perlu mendaftarkan rekeningnya secara mandiri kepada BPJS Ketenagakerjaan untuk mendapatkan subsidi sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.

** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020

Tonton Video Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pemberian Insentif Bantu Wajib Pajak Pulihkan Usaha di Masa Pandemi

Rancangan APBN 2021 yang diarahkan untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional mendapat sambutan yang positif. Kebijakan insentif pajak perlu dilakukan untuk membantu likuiditas wajib pajak badan maupun perorangan.

“Insentif pajak akan sangat membantu kalangan dunia usaha yang saat ini sedang kesulitan cash flow, sehingga mencegah terjadinya PHK. Insentif juga bisa diarahkan untuk membantu pendapatan wajib pajak perorangan yang sedang tertekan,” jelas Head of Tax RSM Indonesia Ichwan Sukardi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (18/8/2020).

Lebih lanjut Ichwan Sukardi menambahkan, pemerintah perlu terus memonitor kebijakan penurunan tarif PPh badan, yang untuk tahun 2020 dan 2021 turun dari 25 persen menjadi 22 persen, dan diturunkan kembali menjadi 20 persen untuk tahun 2022 dan seterusnya. Khusus PPh badan perusahaan go public bisa diturunkan lagi sebesar 3 persen menjadi 19 persen dan 17 persen.

Menurut Ichwan, dalam kajian OECD Corporate Tax Statistic Juli 2020, banyak negara terus menurunkan tarif PPh badan. Saat ini rata-rata tarif PPh badan dari 109 negara anggota OECD adalah 20,6 persen dari tahun 2000 sebesar 28 persen. Selain itu terdapat 88 negara OECD yang menurunkan tarif PPh badan. Jumlah negara yang menerapkan tarif PPh badan 10-20 persen bertambah dari 7 negara menjadi 28 negara. Selain itu kompetisi penurunan tariff PPh Badan pada Negara-negara ASEAN juga harus dipertimbangkan.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato nota keuangan dan RAPBN 2021. Untuk tahun depan, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 4,5-5,5 persen, dengan ditopang defisit anggaran sebesar 5,5 persen dari PDB atau sebesar Rp 971,2 triliun.

Defisit ini lebih rendah dibandingkan defisit anggaran di tahun 2020 sekitar 6,34 persen dari PDB atau sebesar Rp 1.039,2 triliun. Adapun target penerimaan pajak pada tahun depan ditargetkan sebesar Rp 1.268,5 triliun, yang disumbangkan oleh pajak penghasilan sebesar Rp 699,9 triliun, pajak pertambahan nilai Rp 546,1 triliun.

Beberapa insentif yang akan dilakukan pemerintah pada tahun 2020 adalah PPh 21 ditanggung pemerintah, PPh final UMKM ditanggung pemerintah, pembebasan PPh 22 impor, pengurangan angsuran pajak PPh 25, pengembalian pendahuluan PPN, fasilitas bea masuk, serta pemberian insentif untuk kegiatan vokasi dan litbang.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.