Sukses

Minim Literasi Keuangan Bikin Orang Jatuh Miskin di Tengah Pandemi

Pemerintah AS gencar melakukan literasi keuangan untuk mengedukasi masyarakat mereka apalagi di tengah pandemi sehingga tidak banyak yang jatuh miskin.

Liputan6.com, Jakarta - Dampak pandemi Covid-19 tidak bisa dipandang sebelah mata. Arus permintaan dan penawaran terhambat. Orang-orang tidak bisa bekerja dan jatuh miskin karena virus dan bisnis terancam gulung tikar karena tidak ada pembeli.

Akhirnya, Indonesia memasuki situasi darurat dengan pertumbuhan ekonomi yang minus 5,32 persen pada kuartal II 2020 (data BPS).

Namun di saat darurat seperti ini, masyarakat Indonesia justru tidak memiliki dana cadangan untuk membantu mereka hidup. Hal itu dikarenakan masih minimnya literasi keuangan yang dipelajari.

"Implikasinya, dari pertumbuhan negatif ini banyak kaum marjinal yang mendadak jatuh miskin karena nggak bekerja dan mereka nggak siap menghadapi keadaan darurat ini. mereka nggak punya uang buat berjaga-jaga," ujar Anggota Dewan Komisioner bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tirta Segara dalam webinar, Kamis (13/8/2020).

Lanjut Tirta, hal itu tercermin dari data Kementerian Keuangan yang menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan yang tumbuh 1,89 juta hingga 4,86 juta dan pengangguran yang meningkat 2,92 juta hingga 5,23 juta.

Namun, bukan cuma Indonesia saja yang mengalami hal itu. Warga Amerika Serikat (AS) juga masih minim literasi keuangan. Sekitar 2/3 penduduk AS ternyata tidak lulus tes literasi keuangan level basic.

"Sekitar 40 persen masyarakat AS tidak memiliki uang untuk berjaga-jaga, lalu utang kartu kredit di AS mencapai titik tertinggi dan setengah dari penduduk AS tidak bisa berharap pada uang pensiun," jelas Tirta.

Oleh karenanya, pemerintah AS sedang gencar melakukan literasi keuangan untuk mengedukasi masyarakat mereka apalagi di tengah pandemi. Demikian pula dengan OJK.

"Edukasi ini memang sangat penting di masa krusial ini, dan OJK juga meletakkan literasi keuangan ini sebagai program prioritas ke kampus-kampus untuk memberikan pesan ke milenial-milenial," kata Tirta. Hal ini tentu saja agar tak banyak lagi yang jatuh miskin.

** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Angka Pengangguran dan Kemiskinan Kompak Naik Akibat Virus Corona

Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan, angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang mengakibatkan pengangguran dan angka kemiskinan serentak naik akibat pandemi Virus Corona beberapa waktu terakhir. PHK kini menembus angka 2,1 juta sementara kemiskinan naik dari 9,41 menjadi 9,78 persen.

"Beberapa hal yang menjadi catatan adalah Covid ini juga berdampak pada mereka yang terkena PHK meningkat. Data kemarin dari Kemenaker naik menjadi 2,1 juta, pekerja migran itu 34.100 itu dipulangkan dan yang masih di datanya 1,4 juta. Kita melihat tingkat kemiskinan dari 9,41 menjadi 9,78 persen," ujar Airlangga, Jakarta, Rabu (12/8).

Meski pengangguran dan kemiskinan menunjukkan kenaikan, sejumlah indikator ekonomi kini mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan usai pemerintah menerapkan kenormalan baru. Pertama adalah sektor otomotif mulai menggeliat meskipun pergerakannya tergolong kecil.

"Kalau kita lihat dari situasi yang ada beberapa hal sudah menunjukan bahwa sudah ada kenaikan dan geliat di masa normal baru ini. PMI berangsur bergerak 46,9. Sektor otomotif sudah mulai ada demand kendaraan dan sektor ritel mulai naik negatif 20 ke negatif 14," jelasnya.

Kemudian indikator lain, kata Airlangga, indeks keyakinan konsumen mulai mengalami perbaiki ke 83. Tidak hanya itu permintaan dan penjualan semen juga meningkat, artinya masyarakat mulai melakukan kegiatan ekonomi yang dapat mengurangi tingkat pengangguran.

"Indeks keyakinan konsumen ke 83, penjualan semen juga sudah meningkat 6 persen dan inflasi year on year masih terkendali meskipun velotile foodnya turun tapi administered price sudah mulai agak naik," jelasnya.

3 dari 3 halaman

Fokus Pemulihan Ekonomi

Dalam mendorong percepatan pemulihan ekonomi, pemerintah memiliki fokua terhadap dua hal yaitu kesehatan dan ekonomi. Pemerintah menargetkan, pada pertengahan 2022 hingga 2023 terjadi pemulihan ekonomi maupin kesehatan secara menyeluruh.

"Kemudian mengenai skema penanganan Covid-19 dua hal yang harus kita jaga yaitu kesehatan dan ditambah juga terkait mata pencaharian penduduk dan kita mempunyai mid term target di 2022-2023 terjadi pemulihan kesehatan maupun ekonomi," tandasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.