Sukses

Kebijakan Jokowi Belum Sentuh Pengusaha Angkutan Umum

Minimal setiap pekerja transportasi umum itu mendapat bantuan bulanan setara UMK selama 3-6 bulan ke depan. Setiap bulan dapat dievaluasi.

Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mengkritisi kebijakan pemerintah dalam menangani wabah virus Corona. Pasalnya, kebijakan pemerintah saat ini dinilai belum menyentuh pelaku usaha bidang jasa transportasi umum.

Sejak kebijakan social distancing dan physical distancing pendapatan pelaku bisnis transportasi umum mengalami penurunan. Saat, bisnis angkutan umum terimbas seharusnya pemerintah dapat menyiapkan program recovery bagi bisnis transportasi umum.

Sejumlah bisnis Angkutan Bus Antar kota Antar Provinsi (AKAP), angkutan travel atau Angkutan Antar Jemput Antar Provinsi (AJAP), taksi reguler (konvensional), Angkutan Bus Pariwisata dapat diberikan program bantuan recovery demi keberlangsungan bisnisnya.

Minimal setiap pekerja transportasi umum itu mendapat bantuan bulanan setara UMK selama 3-6 bulan ke depan. Setiap bulan dapat dievaluasi.

"Jangan sampai nantinya bisnis angkutan umum ini gulung tikar, maka negaralah yang akan merugi nantinya," kata Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI, Djoko Setijowarno dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Kamis (2/4/2020).

Memang pemerintah telah mengeluarkan kebijakan lewat OJK. Yakni Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11 /POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019.

Namun regulasi tersebut tidak berpihak pada pengusaha angkutan umum. Sehingga tidak memberikan solusi aman bagi keberlangsungan bisnis transportasi umum.

 

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Tak Perlu Batasi Rp 10 Miliar

OJK tidak perlu membatasi debitur dengan fasilitas kredit kurang Rp 10 miliar yang harus dibantu. Permintaan pengusaha transportasi umum yakni penundaan kewajiban, bukan meminta tidak membayar hutang.

"Hilangkan saja batasan Rp 10 miliar itu, jika pemerintah benar-benar berpihak pada bisnis transportasi umum," kata dia.

Selain itu, menurut Djoko pemerintah terlalu berpihak dan memikirkan kelanggengan bisnis transportasi online. Padahal sesungguhnya sekarang ini mitranya sudah membebani negara dan masyarakat.

Bukan lagi mitra aplikator akan tetapi sudah menjadi mitra negara. Seharusnya aturan yang dikeluarkan OJK tanpa batasan jumlah pinjaman. Sebab

"Karena yang pinjaman besar, juga makin besar resikonya," sambung dia.

Apalagi, angkutan umum mengandalkan pendapatan harian. Disisihkan sebagian untuk mengembalikan angsuran setiap bulan.

Berapapun pinjamannya, kata Djoko, tetap butuh kebijakan. Mengingat semakin besar pinjamannya juga berarti semakin banyak yang bernaung di perusahaan tersebut.

Ini akan berdampak pada gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) dapat lebih besar dampaknya. Terlebih dalam kondisi sekarang, para pengusaha transportasi umum cukup dipusingkan memikirkan nasib pekerja yang harus diputus hubungan kerja (PHK).

"Apa tidak lebih baik kasih nafas buat semuanya supaya bersama-sama mempertahankan untuk semua pula," ungkap dia.

 

3 dari 3 halaman

Surat BPTJ

Badan Pengelola Transportasi Jakarta (BPTJ) telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 5 Tahun 2020 tentang Pembatasan Penggunaan Moda Transportasi untuk Mengurangi Pergerakan Orang dari dan ke wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi Selama Masa Pandemik Coronavirus Disease 2019 (Covid 19). Surat ini hanya memberikan rekomendasi bagi operator transportasi umum untuk membatasi layanan dan perpindahan orang di wilayah Jabodetabek serta dari dan ke Wilayah Jabodetabek.

Menurutnya tidak masalah jika suatu saat pemerintah akan menutup akses angkutan umum antar provinsi. Hal itu mudah dilakukan karena ada organisasi yang menaunginya, yaitu Organda.

Namun pemerintah, harus memberikan kompensasi bagi pengusaha angkutan umum, sebagai wujud negara hadir dan berpihak pada layanan transportasi umum. Selain negara hadir, juga sebagai pembeda antara bisnis angkutan umum yang tidak mau berbadan hukum dan yang mau berbadan hukum.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.