Sukses

Perang Dagang Kembali Berkobar, Bagaimana Efeknya ke Indonesia?

Liputan6.com, Jakarta - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berada di zona merah pada sesi pertama perdagangan saham awal pekan ini.

Pernyataan Presiden AS Donald Trump yang mengancam menaikkan tarif impor barang China menjadi 25 persen dengan nilai USD 200 miliar direspons negatif pasar.

Berdasarkan data RTI, Senin (6/5/2019), IHSG melemah 72,48 poin atau 1,15 persen ke posisi 6.246,97. Indeks saham LQ45 tergelincir 1,57 persen ke posisi 981,71. Seluruh indeks saham acuan kompak tertekan.

Sebanyak 287 saham melemah sehingga menyeret IHSG ke zona merah. 111 saham diam di tempat dan 86 saham menguat. Nilai transaksi harian saham Rp 4 triliun dengan aksi jual investor asing Rp 383,87 miliar di pasar regular.

PT Ashmore Asset Management Indonesia menilai, pernyataan Presiden AS Donald Trump akan menaikkan tarif impor barang China senilai USD 200 miliar menjadi 25 persen dan menambah nilai barang USD 325 miliar akan terkena tarif merupakan hal mengejutkan dan jadi sentimen negatif buat pasar. Hal tersebut juga berdampak terhadap IHSG.

Ini seiring sentimen perang dagang kembali berkobar yang sebelumnya mereda dan pasar menilai kalau negosiasi perdagangan AS-China capai kata sepakat. Akan tetapi, pernyataan Trump pada akun media sosial Twitternya memberikan sentimen negatif.

Ashmore melihat dampak perang dagang akan mendorong aliran dana investor asing keluar dari pasar modal.

"Akan tetapi kalau benar perang dagang berkelanjutan, ada kemungkinan dalam jangka waktu panjang akan ada perpindahan pusat manufaktur yang tadinya ke China ke negara lain dan mungkin kita (Indonesia-red) salah satunya," tulis Ashmore.

Oleh karena itu, diharapkan ada pertumbuhan aliran dana investor masuk ke sektor riil di Indonesia sebagai dampak perang dagang. Ini berpotensi positif untuk Indonesia.”Walaupun jangka pendek harus suffer dulu karena portofolio outflow,” tulis Ashmore.

Di tengah sentimen itu, Ashmore memang sudah menaikkan porsi pasar uang di kisaran 13-18 persen. Ini untuk mengantisipasi volatilitas yang terjadi.

Saat ini, Ashmore juga masih fokus untuk sektor saham yang berkaitan dengan properti, infrastruktur dan kontraktor. "Akan tetapi dengan apa yang terjadi hari ini ada kemungkinan pindah ke sektor lebih defensif seperti consumer," tulis Ashmore.

Namun, Ashmore mengingatkan kalau menunggu kejelasan dari langkah pemerintahan AS di bawah pimpinan Donald Trump mengenai tarif impor pada Jumat pekan ini.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Trump Ancam Naikkan Tarif Impor Barang China

Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyatakan, tarif impor barang China senilai USD 200 miliar akan meningkat menjadi 25 persen pada Jumat.

Hal ini terjadi di tengah klaim pemerintah kalau pembicaraan perdagangan dengan China berjalan baik dalam beberapa minggu terakhir.

Awalnya tarif impor China diterapkan 10 persen. Selain itu, Trump juga mengancam akan menaikkan tarif pada awal tahun tetapi menunda keputusan itu setelah China dan AS sepakat untuk duduk dalam negosiasi perdagangan.

Trump pun mengancam akan mengenakan tarif 25 persen terhadap impor barang China senilai USD 325 miliar.

Trump mengatakan, pembicaraan perdagangan dengan China terus berlanjut tetapi bergerak terlalu lambat ketika Beijing mencoba kembali bernegosiasi.

Lewat akun media sosial Twitter, Donald Trump menulis status kalau selama 10 bulan, China telah membayar tarif sebesar 25 persen senilai USD 50 miliar untuk teknologi dan 10 persen pada barang lainnya senilai USD 200 miliar.

Pembayaran ini sebagian tanggung jawab atas hasil ekonomi kami yang luar biasa. 10 persen akan naik hingga 25 persen pada Jumat. USD 325 miliar barang tambahan yang dikirim kepada kami oleh China tetap tidak dibayar, tetapi akan segera dengan tingkat 25 persen.

Tarif yang dibayarkan ke AS berdampak kecil pada biaya produk, sebagian besar ditanggung oleh China. Kesepakatan perdagangan dengan China berlanjut, tetapi terlalu lambat. Karena mereka berusaha untuk menegosiasikan kembali. Tidak!.

Berdasarkan data AS impor barang dari China sebesar USD 539,5 miliar dan defisit perdagangan mencapai USD 419,2 miliar pada 2018. Jika Trump menindaklanjuti ancamannya, hampir semua barang yang diimpor dari China ke AS akan hadapi tarif.

Pada Jumat pekan lalu, Wakil Presiden AS Mike Pence menuturkan, Trump tetap berharap dia bisa mencapai kesepakatan dengan China.

Gedung Putih menyatakan, perundingan terbaru telah membuat Beijing dan Washington semakin dekat untuk satu kesepakatan.

"Diskusi tetap fokus untuk membuat ke arah kemajuan besar pada masalah struktural penting dan menyeimbangkan kembali hubungan perdagangan AS-China," tutur Press Secretary Sarah Sanders, seperti dikutip dari laman CNBC, Senin (6/5/2019).

Adapun poin penting antara AS dan China adalah pencurian kekayaan intelektual dan transfer teknologi paksa. Ada juga ketidaksepakatan tentang apakah tarif harus dihapus atau tetap sebagai mekanisme penegakan.

 

3 dari 3 halaman

Bursa Saham Berjangka AS Tertekan

Aksi jual tajam akan mulai terjadi pada awal pekan ini di wall street. Hal itu seiring Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akan menaikkan tarif pada barang-barang yang diimpor dari China.

Sentimen tersebut menimbulkan keraguan pada optimisme baru-baru ini kalau dua negara ekonomi terbesar dunia itu dekat dengan resolusi untuk negosiasi perdagangan.

Pada Minggu malam waktu setempat di AS, indeks saham Dow Jones berjangka merosot lebih dari 400 poin. Indeks saham berjangka S&P 500 dan Nasdaq juga tergelincir. Mengutip laman CNN Money, Senin (6/5/2019), indeks saham S&P 500 susut 1,4 persen dan indeks saham Nasdaq terperosok 1,5 persen.

Indeks saham Nasdaq terdiri dari sejumlah saham teknologi akan terpukul seiring tingginya tarif terhadap produk China.

Harga minyak juga turun tajam pada Senin pagi di perdagangan Asia. Harga minyak mentah AS turun 2,83 persen menjadi USD 60,19 per barel. Sementara itu, harga minyak Brent berjangka susut 2,48 persen menjadi USD 69,09 per barel.

Lewat akun media sosial Twitter, Donald Trump menulis status kalau selama 10 bulan, China telah membayar tarif sebesar 25 persen senilai USD 50 miliar untuk teknologi dan 10 persen pada barang lainnya senilai USD 200 miliar. Pembayaran ini sebagian tanggung jawab atas hasil ekonomi kami yang luar biasa. 10 persen akan naik hingga 25 persen pada Jumat. USD 325 miliar barang tambahan yang dikirim kepada kami oleh China tetap tidak dibayar, tetapi akan segera dengan tingkat 25 persen.

Tarif yang dibayarkan ke AS berdampak kecil pada biaya produk, sebagian besar ditanggung oleh China. Kesepakatan perdagangan dengan China berlanjut, tetapi terlalu lambat. Karena mereka berusaha untuk menegosiasikan kembali. Tidak!.

Sentimen perang dagang tersebut menjadi kekhawatiran terhadap wall street. Apalagi indeks saham acuan di wall street sentuh rekor tertinggi.

“Pergantian sentimen lebih ketat seiring pembicaraan perdagangan China-AS dan Presiden menerapkan taktik keras, seperti dapat membuat koreksi pasar saham menjadi tajam,” ujar Ekonom MUFG Union Bank, Chris Rupkey, seperti dikutip dari laman CNBC, Senin pekan ini.

Ia menambahkan, selama berminggu-minggu pasar telah terbuai dengan sentimen perang dagang AS-China yang mereda dan berpikir perjanjian sudah dekat. Akan tetapi, hal itu tidak lagi.

“Ini dapat menyebabkan pasar saham melemah dan mengirim risiko eksternal ke prospek ekonomi AS yang melonjak,” kata dia.

Adapun saham-saham perusahaan AS dengan penjualan besar di China dapat alami kerugian pada Senin waktu setempat termasuk Apple. Selain itu juga Caterpillar dan Boeing juga bisa mendapatkan tekanan. Ditambah produsen chip dan Wynn Resorts juga akan terkena dampaknya.

 

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.