Sukses

Masih Wajar, Pengusaha Tetap Minta Pemerintah Hati-hati Soal Utang

Menurut Global Finance, per Desember 2018, rasio utang Indonesia tercatat sebesar 29,8 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Liputan6.com, Jakarta Masalah utang Indonesia memang selalu menarik untuk diperbincangkan dan kerap menjadi senjata untuk mengkritik pemerintah, terlebih jelang Pemilihan Presiden (Pilpres) seperti saat ini.

Namun demikian, menurut Global Finance, per Desember 2018, rasio utang Indonesia tercatat sebesar 29,8 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Lantas bagaimana tanggapan pengusaha terhadap rasio utang ini?

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, secara porsi terhadap PDB, posisi utang memang masih relatif terkendali dan dalam struktur yang sehat.

"‎Kalau dari proporsinya, sebenarnya masih cukup baik karena masih di bawah 30 persen dari PDB," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Minggu (17/2/2019).

Meski demikian, lanjut dia, yang harus juga diperhatikan yaitu bagaimana efektivitas dan dampak dari utang ini terhadap ekonomi.

Meski utang dipergunakan untuk hal yang produksi, seperti untuk membangun infrastruktur, namun hal tersebut belum berdampak positif pada peningkatan investasi di Indonesia.

"Namun kita harus lihat bagaimana utang itu di-disbursed. Penggunaan sebagian besar untuk pembiayaan infrastruktur. Infrastruktur diperbaiki untuk menarik investor. Namun sayangnya meskipun infrastruktur dibangun, investasi kita tahun ini malah turun," tutur dia.

Menurut Shinta, hingga kuartal III 2018, investasi asing atau foreign direct investment (FDI) hanya sebesar Rp 293,7 triliun. Dibandingkan dengan periode yang sama di 2017 yang sebesar Rp 318,5 triliun.

"Ini artinya kepercayaan investor asing menurun. Belum lagi karena berbagai insentif yang dikeluarkan pemerintah sekitar Rp 150 triliun potensi penerimaan hilang," ungkap dia.

Oleh sebab itu, Shinta meminta pemerintah berhati-hati dalam mengambil utang. Sebelum memutuskan untuk kembali berutang, diperhitungkan secara matang risiko dan manfaat dari utang itu sendiri.

"Oleh karena itu, pemerintah harus tetap berhati-hati dalam mengambil utang, karena masih banyak risikonya. Belum lagi risiko global," tandas dia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Rasio Utang RI Ternyata Terendah No.2 di ASEAN

 Isu banyaknya utang Indonesia kembali marak menjelang debat pilpres 2019 kedua. Calon presiden nomor 2 Prabowo Subianto sudah memakai isu ini dan menyebut Sri Mulyani sebagai Menteri Pencetak Uang.

Utang Indonesia memang naik secara rasio terhadap GDP pada era Presiden Jokowi. Menurut data Global Finance per Desember 2018, rasio utang Indonesia pada GDP sudah mendekati 30 persen.

 

Mengapa perhitungan utang ke rasio GDP itu penting? Mengutip CNBC, perbandingan rasio terhadap GDP menghitung daya bayar negara dan membantu mengukur seberapa besar utang menolong pertumbuhan.

Bagaimana di Indonesia? Jika melihat data Global Finance pada akhir tahun lalu, rasio utang Indonesia terhadap GDP adalah terendah kedua di Asia Tenggara, dan hanya dikalahkan Brunei. Berikut daftarnya:

Indonesia: 29,8 persen

Malaysia: 55,1 persen

Brunei: 2,3 persen

Singapura: 112,8 persen

Vietnam: 57,8 persen

Myanmar: 33,1 persen

Filipina: 39,7 persen

Laos: 66,7 persen

Kamboja: 31,7 persen

Thailand: 41,9 persen

Tentunya, semakin besar rasio utang terhadap GDP bukanlah hal baik, karena negara terancam kesulitan mengelola utang. Meski begitu, nyatanya banyak negara yang rasio utangnya melewati 100 persen, seperti Amerika Serikat yang baru menyentuh 104,1 persen, bahkan rasio utang Jepang sudah 238 persen.

Pada awal tahun ini, Sri Mulyani menyebut rasio utang telah mencapai 30 persen. Ia pun menyebut, batas aman utang Indonesia adalah tidak mencapai 60 persen dari GDP.

"Banyak negara maju yang punya utang lebih banyak, banyak negara-negara emerging juga punya utang lebih banyak," ujarnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini