Sukses

Sri Mulyani Kaji Penghapusan Pajak Properti Mewah

Penghapusan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) properti dan kapal pesiar atau yacht masih menjadi wacana.

Liputan6.com, Jakarta - Penghapusan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) properti dan kapal pesiar atau yacht masih menjadi wacana.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani menyatakan, saat ini pihaknya tengah mengkaji hal tersebut. Adapun penghapusan pajak rumah dan kapal pesiar mewah tersebut dianggap sebagai salah satu cara menggenjot pertumbuhan sektor properti di tanah air.

Dia juga mengungkapkan telah melakukan pertemuan dan pembahasan mengenai rencana tersebut bersama Kamar Dagang Industri (Kadin) sektor kontruksi dan properti.

"Seperti yang sudah saya sampaikan, kita ketemu Kadin dari sektor konstruksi dan properti untuk masukan mengenai kebijakan bidang perpajakan, diharapkan bisa meningkatkan dari kegiatan di sektor properti," kata Sri Mulyani saat ditemui di Gedung Dhanapala Kemenkeu, Jakarta, Senin (17/12/2018).

Dia juga mengatakan, pihaknya harus evaluasi dampak baik dan buruknya kebijakan tersebut jika diterapkan. Aturan mengenai ini sebelumnya diatur dalam PMK Nomor 35/2017 dan PMK Nomor 90/2015.

"Pada saat yang sama, kita juga harus evaluasi dari sisi pengaruh kegiatan ekonomi sektor atau komoditas PPNBM ini. Plus minusnya kita evaluasi secara baik," ujar dia.

Ke depannya, beberapa kebijakan lain di bidang perpajakan akan diambil untuk meningkatkan pertumbuhan sektor properti. Tidak hanya properti mewah, kelas menengah hingga properti murah pun akan segera diatur.

"Kita berharap properti, baik yang sifatnya kecil untuk masyarakat berpendapatan rendah, kemudian properti kelas menengah dan properti yang levelnya tinggi, kita lakukan review terhadap policy-nya sehingga mereka memiliki sumbangan yang tetap optimal terhadap perekonomian," ujar dia.

Sebagai informasi, saat ini setiap hunian mewah yang dijual pengembang dikenakan PPnBM sebesar 20 persen dari penjualan. Batas pengenaan pajak itu ditetapkan kepada hunian mewah dengan harga Rp 20 miliar ke atas.

 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kemenkeu Siapkan Berbagai Insentif Pajak untuk Tarik Investasi

Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah siapkan beragam kebijakan perpajakan untuk menarik investasi. Ini sesuai arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Menteri Keuangan, Sri Mulyani menuturkan, kalau dlihat dari scope-nya, sekarang ini insentif perpajakan yang diberikan kepada dunia usaha mencakup tax holiday yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35 Tahun 2018 yang akan diperluas dari sisi sektornya. Kemudan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), kelompok bidang usahanya yang akan mendapatkan tax holiday.

"Kita juga menggunakan tax allowance, memberikan insentif untuk usaha kecil menengah dan juga pembebasan PPN (pajak pertambahan nilai), serta insentif perpajakan di sektor pertambangan, serta biaya masuk yang ditanggung oleh pemerintah," ujar Sri Mulyani, seperti dikutip dari laman Setkab, Kamis 22 November 2018.

Selain itu, ia menuturkan, pemerintah juga memberikan insentif berdasarkan kawasan seperti Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), kawasan industri, dan free trade zona, dan tempat penimbunan barang.

Berbagai insentif ini, lanjut Sri Mulyani diminta oleh Presiden Jokowi untuk dievaluasi sangat ketat dari sisi efektivitasnya.

Ia menunjuk contoh seperti tax holiday dalam waktu enam bulan dari April hingga hari ini sudah ada Rp 162 triliun penanaman modal baru yang mendapatkan tax holiday untuk sembilan perusahaan yang akan mempekerjakan lebih dari 8.000 tenaga kerja di Indonesia. Dari sembilan itu adalah penanaman modal baru sama sekali dan satu adalah perluasan.

"Kita akan terus diminta oleh Bapak Presiden untuk menyederhanakan prosesnya dan juga mengevaluasi dari sisi kebutuhan efektivitas dari tax holiday ini untuk betul-betul meningkatkan investasi,” ujar Sri Mulyani.

Kedua mengenai untuk usaha kecil dan menengah, menurut dia, dengan penurunan tarif dari satu persen menjadi 0,5 persen. Jumlah pembayaran pajak di usaha kecil menengah sekarang ini meningkat karena tarifnya menjadi kecil yakni 0,5 persen final.

Ia menuturkan, jumlah pembayar pajak baru mencapai lebih dari 232.000 dari 1,5 juta pembayar pajak usaha kecil dan menengah. Sedangkan jumlah pajak yang dikumpulkan sekarang mencapai lebih dari Rp 5 triliun.

Sri Mulyani Indrawati juga mengemukakan, untuk berbagai kebijakan sektor perpajakan di dalam menunjang sektor kegiatan investasi dan ekspor, saat ini pihak sedang memfinalkan berbagai macam kebijakan yang sekarang ini sedang di dalam proses.

"Yang sedang akan dikeluarkan, yang pertama rancangan Peraturan Menteri Keuangan yang kami akan segera luncurkan di dalam rangka menunjang kegiatan ekonomi dan investasi, pertama adalah untuk fasilitas pajak tidak langsung untuk bidang Hulu Migas dan pengalihan Participating Interest dan Uplift. Itu sedang kita selesaikan bersama-sama dengan Kementerian ESDM,” ujar Sri Mulyani.

Selain itu, pemerintah juga menambah jumlah kegiatan ekspor jasa yang bisa mendapatkan fasilitas dari sisi perpajakan insentif dalam bentuk PPN tarif 0 persen, yaitu 7 (tujuh) jenis jasa baru yang sekarang mendapatkan untuk PPN tarif 0 persen, yaitu yang selama ini hanya jasa makro.

"Sekarang ini kita masukkan jasa teknologi dan informasi, jasa untuk penelitian dan pengembangan, jasa hukum, jasa akuntansi pembukuan (jasa audit), jasa perdagangan, jasa interkoneksi, jasa sewa alat angkut dan jasa pengurusan alat transportasi (freight forward)," terang Sri Mulyani.

Ia menambahkan, saat ini dilakukan finalisasi untuk PMK (Peraturan Menteri Keuangan)-nya sehingga kita dapat memiliki fasilitas yang sama dengan negara-negara ASEAN yang lain.

Sementara dalam rangka untuk devisa hasil ekspor yang sudah disampaikan oleh Menko Perekonomian dan Gubernur Bank Indonesia, Kementerian Keuangan juga menyelesaikan policy agar mereka yang akan meletakkan depositonya di dalam negeri dari hasil ekspor terutama yang berasal dari sumber daya alam; apabila mereka tinggal 1 bulan, mendapatkan PPh depositonya menjadi hanya 10 persen dari yang tadinya di atas 15 persen; untuk yang 3 bulan, PPh final depositonya adalah 7,5 persen; untuk yang tinggal devisanya dalam waktu lebih dari 6 bulan akan 0 persen.

"Apabila mereka mengkonversikan ke rupiah akan diberikan insentif lebih besar, yaitu apabila devisa hasil ekspor yang diletakkan dalam deposito rupiah (dalam waktu 1 bulan), maka PPh-nya menjadi hanya 7,5 persen; apabila 3 bulan dalam bentuk rupiah, makanya PPh-nya hanya 5 persen; dan apabila 6 bulan ke atas, (PPh) mereka 0 persen,” sambung Sri Mulyani.

Untuk PMK mengenai Penggunaan Nilai Buku dalam rangka Penggabungan, Peleburan, dan Pemekaran Usaha, menurut Menkeu, pihaknya juga akan segera selesaikan di dalam rangka untuk meningkatkan kapasitas dari perusahaan-perusahaan untuk melakukan merger akuisisi maupun pembentukan holding.

Sedangkan terkait dengan properti, menurut Menkeu, saat ini sedang diselesaikan PMK terutama untuk rumah, apartemen yang selama ini dapatkan kendala karena ada PPnBM yang sangat tinggi dengan menaikkan threshold (batas bawah)-nya dari yang tadinya Rp 20 miliar menjadi Rp 30 miliar, dan menurunkan PPh pasal 22-nya untuk pembelian hunian tersebut dari 5 persen menjadi 1 persen.

"Dengan demikian kita berharap sektor konstruksi akan menjadi meningkat dari segi kegiatan usahanya,” ucap Sri Mulyani. Untuk bea keluar minerba (mineral dan batu bara), menurut Menkeu, juga akan diselesaikan terutama menyangkut kewajiban untuk membangun pemurnian (smelter).

Adapun untuk beberapa peraturan yang lain, Kementerian Keuangan masih akan terus melakukan koordinasi terutama untuk perpajakan dan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) batu bara. “Ini untuk mengatur berbagai macam perusahaan yang bekerja di industri batubara generasi pertama. Ini sedang akan diselesaikan bersama-sama dengan Menteri ESDM dari revisi PP 23 Tahun 2010,” kata Sri Mulyani.

Ia juga menambahkan, pemerintah juga akan melakukan perubahan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2015 di dalam rangka untuk PPN impor kendaraan angkutan terutama untuk sewa pesawat dari luar negeri.

"Ini agar Indonesia, dibandingkan negara-negara ASEAN yang lain, bisa sama dari segi rezim PPN, terutama di bidang angkutan udara dalam bentuk sewa pesawat dari luar negeri,” ujar Sri Mulyani.

 

 Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.