Sukses

Rupiah Terus Melemah, Ini Kata Pengusaha Ritel

Mata uang Garuda diprediksi terus melemah terhadap dolar Amerika Serikat.

Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar (kurs) Rupiah belum menunjukkan penguatan pada Kamis (5/7/2018) ini. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), kurs beli Rupiah mencapai Rp 14.315 per USD, sedangkan kurs jual Rp 14.459 per USD.

Rupiah menguat dari posisi perdagangan kemarin, di mana kurs beli mencapai Rp 14.271 per USD, dan kurs jual mencapai Rp 14.415 per USD.

Head of Corporate Communication PT Map Aktif Adiperkasa (MAP), Fetty Kwartati mengungkapkan, penguatan yang ditunjukan oleh mata uang Garuda terhadap Dolar AS ini belum sepenuhnya mempengaruhi daya beli masyarakat. Sejauh ini, pihaknya masih melihat perkembangan dari pertumbuhan daya beli masyarakat.

"Karena kita bicaranya di middle upper segment mereka kan lebih. Jadi artinya depresiasi rupiah sepanjang masih di level sekarang kelihatannya belum mempengaruhi daya beli. Makanya kami masih melihat pertumbuhan penjualan yang lumayan stabil sampai di akhir Juni walaupun rupiah sudah terdepresiasi dari awal tahun ya," jelas dia di Bursa Efek Indonesia, Jakarta.

"Kalau di middle atau low end mungkin agak berbeda tapi kami ada di middle upper class yang semuanya jadi daya beli masih terjaga di level rupiah saat ini," sambung Fetty.

Meski belum terlihat secara besar pengaruhnya terhada perusahaan ritel yang bergerak di bidang fashion dan gaya hidup ini, Fetty berharap penguatan terhadap nilai tukar rupiah dapat kembali stabil.

"Tentunya kami berharap level ini bisa lebih membaik dan stabil karena kalau terus depresiasi maka someday akan ada dampak," imbuhnya.

Sekretaris Perusahaan MAA, Ratih D Gianda mengatakan, penguatan Rupiah tidak menyurutkan daya beli masyarakat khususnya level menengah.

"Seperti Ibu Fetty katakan targetnya middle up akan sangat membantu dan juga sekarang animo masyarakat untuk olahraga dan terkadang membeli barang prinsipnya merk is matters, tanpa banyak mempertimbangkan harga," dia menandaskan.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Rupiah Berpeluang Tertekan Sepanjang Juli, Kenapa?

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali merosot tajam hingga menyentuh level 14.400. Bahkan mata uang Garuda diprediksi terus melemah terhadap dolar Amerika Serikat.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara, rupiah akan terus berlanjut bisa tembus level 14.800 per dolar AS.

"Pelemahan kurs akan terus berlanjut hingga akhir bulan Juli dengan prediksi terburuk menyentuh 14.700-14.800 per dolar," kata Bhima saat dihubungi Merdeka.com, Kamis (5/7/2018).

Bhima mengungkapkan pelemahan atau depresasi tersebut diperkirakan sebagai imbas dari perang dagang antara AS dan Tiongkok. "Efek perang dagang dikhawatirkan menurunkan kinerja ekspor negara berkembang seperti Indonesia," ujar dia.

Bhima menjelaskan, dampak negatif lainnya adalah kemungkinan kaburnya para investor asing. "Akhirnya investor asing melakukan aksi jual secara besar-besaran baik dari pasar modal maupun pasar surat utang,” kata dia.

Bhima menilai,pemerintah lambat mengantisipasi kemungkinan tersebut. Kebijakan yang diambil Bank Indonesia pun dinilai belum berhasil.

"Antisipasi dari pemerintah juga lambat, ibarat pemadam kebakaran yang bingung ketika api makin membesar. BI sudah kerja keras dari sisi moneter, tapi dari sisi fiskalnya belum ada gebrakan. Itu yang menurunkan kepercayaan investor. Selain karena data kinerja ekonomi Indonesia memburuk. Seperti defisit transaksi berjalan yang melebar dan defisit perdagangan," kata dia.

Sementara itu, Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede menuturkan, nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dalam jangka pendek masih dipengaruhi oleh kekhawatiran perang dagang antara AS dan China jelang kebijakan pemerintah AS yang akan berlakukan tarif impor bagi produk China sebesar USD 34 miliar yang akan efektif pada 6 Juli 2018.

"Pelaku pasar antisipasi dampak dari implementasi kebijakan proteksionisme tersebut bagi volume perdagangan global serta prospek pertumbuhan ekonomi negara berkembang,” ujar dia.

Ia menuturkan, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS bersama mata uang negara berkembang lainnya juga dipengaruhi yuan yang melemah usai kelonggaran kebijakan moneter bank sentral China sebagai langkah kebijakan antisipasi dampak perang dagang sehingga dorong bank sentral China dan pemerintah melemahkan nilai tukarnya.

"Namun demikian, pengetatan kebijakan moneter Bank Indonesia dengan menaikkan 100 basis poin pada semester I diperkirakan akan tetap jaga confidence pasar sehingga menahan keluarnya dana asing dari pasar keuangan dan menarik minat investasi mempertimbangkan suku bunga kebijakan riil diperkirakan mencapai 1,75 persen. Level itu sangat atraktif dibandingkan suku bunga kebijakan riil di kawasan negara berkembang,” kata dia.

Josua menambahkan, menjaga kepercayaan pelaku pasar terutama mendorong aliran modal asng masuk ke pasar keuangan diperkirakan dapat redam defisit transaksi berjalan pada 2018 sehingga perkuat neraca pembayaran. "Dengan penguatan neraca pembayaran selanjutnya nilai tukar rupiah akan stabil,” ujar dia.

 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.