Sukses

Pemerintah Tetap Jaga Pengelolaan BUMN Saat Rupiah Merosot

Menkeu Sri Mulyani menuturkan, pemerintah akan perhatikan kondisi keuangan BUMN Karya yang banyak bertugas dalam pembangunan infrastruktur.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan, pemerintah akan terus menjaga kondisi keuangan dan tata kelola badan usaha milik negara (BUMN) di tengah tekanan stabilitas ekonomi, terutama nilai tukar rupiah.

Dia menuturkan, BUMN akan tetap menjalankan penugasan dari pemerintah dengan optimal. "Bersama Menteri BUMN, (kami) menjaga agar kesehatan keuangan dan tata kelola dari BUMN, baik itu dari sisi governance maupun transparansi, akan terus dijaga dan ditingkatkan," ujar Sri Mulyani di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (28/5/2018).

"Dengan demikian, BUMN akan jadi sumber confident dan bukan spekulasi. BUMN terus menjalankan peran sebagai penggerak ekonomi dan kadang mendapat penugasan dari pemerintah untuk berbagai kebijakan," kata dia.

Sri Mulyani menjelaskan, bersamaan dengan berjalannya penugasan dari pemerintah, BUMN juga akan menjalankan tata kelola perusahaan dengan prinsip kehati-hatian. Selain itu, perusahaan-perusahaan pelat merah juga dipastikan tetap memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat.

"Karena tugas yang penting ini, maka corporate governance akan terus diperkuat dengan menekankan prinsip kehati-hatian. BUMN juga akan terus meningkatkan value perusahaan, di saat yang sama tetap berusaha melakukan pelayanan maksimal ke masyarakat," ujar dia.

"Jadi di satu sisi program pembangunan, tapi sebagai korporat tetap harus berjalan sehat," kata Sri Mulyani.

Dalam menjalankan misi pembangunan, BUMN akan mengoptimalkan pembiayaan ekuitas sehingga leverage utangnya tetap dalam batas aman, sehingga tidak menimbulkan persepsi negatif.

Untuk itu, BUMN akan menggunakan alternatif financing, antara lain sekuratisasi, penerbitan komodo bond, dan bekerja sama dengan investor strategis dalam meningkatkan sinergi antara BUMN atau swasta.

"Pemerintah memberikan perhatian kondisi BUMN seperti PT Pertamina dan PLN yang mendapatkan penugasan penyediaan energi, pembangunan kilang, pembangkit listrik dan penyaluran energi bersubsidi. Agar di satu sisi tetap bisa jalankan penugasan pemerintah namun di sisi lain tetap memiliki neraca keuangan dan tata kelola yang makin baik dan sehat," ujar dia.

Sri Mulyani menuturkan, pemerintah akan perhatikan kondisi keuangan BUMN Karya yang banyak tugas pembangunan infrastruktur. Salah satu yang dilakukan memantau neraca BUMN dan menjaga agar tidak mendapatkan masalah baik dari sisi aliran dana kas dan keuntungan.

 

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Gubernur BI Ungkap 3 Penyebab Utama Pelemahan Rupiah Sejak Februari

Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo mengatakan Indonesia menghadapi berbagai tekanan sejak awal Februari. Tekanan terutama dirasakan terhadap stabilitas, khususnya nilai tukar rupiah.

"Itu memang lebih karena perubahan kebijakan di AS yang memang berdampak ke seluruh negara, termasuk Indonesia. Ini bukan fenomena yang dihadapi Indonesia saja, seluruh negara maju maupun emerging market itu terkena dampaknya," kata Perry, di gedung Kementerian Keuangan RI, Jakarta, Senin 28 Mei 2018.

Perry mengungkapkan, ada tiga faktor utama yang menyebabkan terjadinya tekanan pada stabilitas eksternal khususnya nilai tukar di berbagai negara.

Pertama, rencana kenaikan suku bunga The Fed yang sejumlah pelaku pasar memperkirakan lebih agresif. Prediksi itu didasarkan pada perekonomian AS yang semakin membaik sehingga pelaku pasar memperkirakan The Fed kemungkinan masih akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak empat kali atau tiga kali lagi.

"Kedua, kebijakan fiskal AS yang lebih ekspansif, penurunan pajak, ekspansi fiskal yang lebih besar sehingga defisit fiskal yang lebih tinggi menjadi 4 persen per PDB. Bahkan ada yang memperkirakan 5 persen per PDB tahun depan. Jadi utang AS lebih tinggi, sehingga suku bunga US Treasury bond-nya naik," jelas dia.

Dia mengungkapkan, semula BI memperkirakan US Treasury bond hanya 2,75 persen. Akan tetapi, sejak Februari terjadi overshooting 3,2 persen dan sekarang 3,1 persen. "Itu kenapa terjadi capital revearsal, dan pembalikan modal dari negara maju maupun emerging market lari ke AS. Pada saat yang sama, mata uang dolar menguat ke seluruh mata uang dunia," dia menjelaskan.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.