Sukses

Penguatan Dolar AS Tekan Harga Minyak Dunia

Harga minyak West Texas Intermediate berjangka AS turun 76 sen atau 1,18 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak turun untuk hari ketiga pada penutupan perdagangan Selasa (Rabu pagi waktu Jakarta) karena dolar Amerika Serikat (AS) naik ke level tertinggi usai aksi jual di Wall Street.

Meskipun mengalami penurunan pada perdagangan Rabu, pasar minyak masih membukukan kinerja positif jika diakumulasikan sejak awal tahun. Bahkan setelah Wall Street mengalami penurunan terbesar sejak 2011.

Mengutip Reuters, Rabu (7/2/2018), harga minyak mentah Brent untuk pengiriman April turun 76 sen atau 1,12 persen menjadi US$ 66,86 per barel, setelah menyentuh sesi rendah US$ 66,53 per barel, terendah sejak 2 Januari.

Sedangkan harga minyak West Texas Intermediate berjangka AS turun 76 sen atau 1,18 persen, untuk menetap di US$ 63,39 per barel, terendah sejak 22 Januari.

Indeks saham utama AS yaitu S&P 500 telah melemah 6,8 persen sejak mencapai rekor tertinggi pada 26 Januari. Sedangkan pelemahan minyak masih sebesar 5,2 persen atau di bawah pelemahan bursa saham.

"Saat ini harga minyak bertindak sebagai boneka dan dolar AS menjadi dalangnya," jelas analis senior ICAP, Brian LaRose.

Harga minyak memang memiliki hubungan terbalik dengan dolar AS. Alasannya, penguatan dolar AS akan membuat harga minyak menjadi lebih mahal bagi investor yang melakukan transaksi dengan mata uang di luar dolar AS.

Satu hal yang membuat harga minyak tak jatuh terkapar adalah adanya pasokan yang terkendali dari negara-negara anggota organisasi pengekspor minyak (OPEC) dan beberapa negara lain di luar OPEC seperti Rusia.

OPEC dan beberapa negara non-OPEC memang sepakat untuk mengurangi atau mengendalikan produksi demi menjaga harga minyak agar tidak jatuh.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Perdagangan sebelumnya

Pada perdagangan sehari sebelumnya, harga minyak diperdagangkan lebih rendah terpicu kenaikan pasokan dari Amerika Serikat (AS). Kondisi permintaan yang lemah dan penguatan Dolar baru-baru ini menambah tekanan di pasar ekuitas dan komoditas.

"Kami pasti mulai menaikkan bendera merah terutama jika harga minyak berada di area US$ 67 untuk Brent. Jika kita bisa keluar dari area itu, akan memberi kesan kepada kita ada kemungkinan harga bisa lebih tinggi, tapi kami akan menyarankan jika periode konsolidasi sideways dapat berlanjut," kata Brian LaRose, Analis Teknikal United-ICA.

Laporan bulanan pekerjaan AS pada hari Jumat menunjukkan pertumbuhan upah merupakan yang tercepat dalam hampir sembilan tahun. Ini memperburuk aksi jual pasar yang telah berlangsung saat saham-saham Eropa keluar dari rekor tertinggi dan kenaikan harga komoditas akibat dolar.

Pasar minyak mentah dunia telah memburuk dalam beberapa minggu terakhir, karena harga minyak Laut Utara mencapai titik terendah dalam delapan bulan. Sementara minyak mentah Ursia Rusia berpindah tangan pekan lalu pada tingkat terendah dalam setahun.

Harga minyak, yang baru-baru ini mencapai tingkat tertinggi dalam hampir tiga tahun, telah ditekan oleh kenaikan produksi minyak mentah AS, yang dapat mengancam usaha Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak melakukan pembatasan pasokan demi menaikkan harga.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.