Sukses

Defisit Bengkak, Utang Indonesia Bakal Tambah Rp 21,2 Triliun

Defisit anggaran mengalami peningkatan dari Rp 272,2 triliun menjadi Rp 313,2 triliun terhadap PDB.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengajukan tambahan utang sebesar Rp 21 triliun untuk menutup pelebaran defisit yang diproyeksikan sebesar Rp 313,2 triliun atau 2,48 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2016.  Utang ini masuk dalam kebutuhan tambahan pembiayaan sebesar Rp 40,2 triliun.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, Suahasil Nazara mengungkapkan, defisit anggaran mengalami peningkatan dari Rp 272,2 triliun atau 2,15 persen dari PDB di APBN Induk 2016 menjadi Rp 313,2 triliun atau 2,48 persen terhadap PDB dalam RAPBN-P tahun ini.

"Karena defisit anggaran melebar jadi 2,48 persen dari PDB, kebutuhan pembiayaan pun meningkat Rp 40,2 triliun," ujar dia saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (16/6/2016).

Sumber pembiayaan Rp 40,2 triliun, kata Suahasil dipenuhi dari Sisa Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp 19 triliun tahun lalu dan Rp 21,2 triliun melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN).  

"Kami harap meskipun defisit melebar, tidak berpengaruh negatif terhadap pasar karena setengahnya (pembiayaan) dibiayai dari SAL," ujar Suahasil.

Seperti diketahui, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR Kemenkeu) telah menarik utang sebesar Rp 262,4 triliun melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) hingga 31 Maret 2016. Sementara dari Bank Dunia (World Bank), pemerintah telah menyerap komitmen pinjaman senilai US$ 500 juta.

"Realisasi penerbitan SBN netto sampai dengan 31 Maret ini sebesar Rp 165,5 triliun atau secara gross mencapai Rp 262,4 triliun," ucap Direktur Strategis dan Portofolio Utang DJPPR, Schneider Siahaan.

Ia juga menjelaskan, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko telah menarik pinjaman program dari Bank Dunia sebesar US$ 500 juta. Sementara untuk porsi kepemilikan di surat utang Indonesia pada posisi 30 Maret 2016, Schneider mengakui mencapai 38,3 persen atau senilai Rp 604,7 triliun.

"Dari Bank Dunia ini adalah pinjaman lama atau tahun lalu yang ditarik awal tahun ini," kata dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini