Sukses

JK Minta The Fed Tak Jadi Patokan Soal Suku Bunga

Jika inflasi lebih rendah lagi maka ada peluang bagi BI menurunkan suku bunga acuan.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden (Wapres) RI Jusuf Kalla kembali menyindir suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang masih terbilang tinggi. Saat ini, BI menetapkan suku bunga acuan sebesar 7,5 persen, tidak berubah dalam 10 bulan terakhir.

JK mengaku heran dengan kebijakan untuk menurunkan suku bunga, dengan menimbang kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (AS)/The Federal Reserve (The Fed).

"Kita tak perlu dengan alasan apapun, The Fed lah naikan bunga, apapun lah, untuk menolong negeri ini. Janganlah para analis keuangan bicara bunga The Fed, apa urusannya," kata dia di Jakarta, Rabu (25/11/2015).

Dia pun mengaku tak khawatir jika The Fed menaikan suku bunga. Hal itu tidak membuat aliran dana asing keluar, pasalnya bunga BI masih tinggi di 7,5 persen.

"Dengan naik 0,25, itu masih kecil. Indonesia dengan 7,5 persen masih tinggi. Orang akan tetap percaya dengan Indonesia. Jangan dimain-mainkan itu di Republik ini," katanya.

Menanggapi itu, Gubernur BI Agus Martowardojo menilai jika Wapres JK mengingatkan peran BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar dengan memperhatikan inflasi.

 



Dia mengatakan, pada tahun 2013-2014 inflasi pernah  tinggi mencapai 8 persen. Kemudian perlahan turun, hingga saat ini dikisaran 4 persen.

Agus menambahkan, jika inflasi lebih rendah lagi maka ada peluang bagi BI menurunkan suku bunga acuan.

"Kalau Indonesia bisa terus jaga inflasi rendah dan stbil ini baik sekali. Karena negara-negara tetangga kita di ASEAN itu hampir semua yang besar-besar itu inflasinya hampir 3 persen. Nah kalau Indonesia sudah bisa mengarah ke situ akan baik. Kalau inflasinya sudah rendah, kalo nanti kondisi eksternalnya kita sudah lebih stabil itu bisa membuat tingkat bunga menjadi lebih rendah," jelasnya.

Namun memang, diakui Agus untuk menurunkan suku bunga perlu memperhatikan kondisi global. Pasalnya, jika suku bunga rendah maka ada potensi  aliran dana keluar yang mempengaruhi nilai tukar rupiah.

"Tetapi kita mesti hati-hati pada saat kondisi eksternal dan dunia masih tidak stabil itu bisa kalau tidak hati-hati dalam mengelola moneter itu bisa bikin nilai tukar jatuh, ataupun kondisi masalah likuiditas bisa berpengaruh. Jadi untuk saya ini di depan pemangku kepentingan ini kita saling mengkonfirmasi dan koordinasi," tandas dia. (Amd/Nrm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini