Sukses

Negara Asia Terlalu Memuja Pertumbuhan Ekonomi

Saat tumbuh terlalu tinggi lantaran pembangunan infrastruktur dan properti yang terlalu cepat, China mulai menekan pertumbuhannya.

Liputan6.com, Jakarta - Kawasan Asia masih dikenal sebagai mendongkrak utama pertumbuhan ekonomi global dibandingkan benua lainnya di dunia. Meski begitu, kebanyakan negara-negara di Asia dinilai terlalu fokus pada percepatan laju pertumbuhan dan melupakan kualitas dari peningkatan itu sendiri.

"Saya rasa di Asia, kita memiliki kebiasaan memuja pertumbuhan. Berbeda dengan China yang justru bicara soal kualitas pertumbuhan ekonominya," terang Managing Director, Chief Economist Asia Pacific Standard & Poor's Paul Gruenwald saat menjadi pembicara di acara Institute of International Finance (IIF) Asia Summit di Jakarta, Kamis (7/5/2015).

Paul menerangkan, saat ekonominya tumbuh terlalu tinggi lantaran pembangunan infrastruktur dan properti yang terlalu cepat, China mulai menekan pertumbuhannya. Pemerintah China sengaja melambatkan pertumbuhan ekonominya guna menciptakan neraca yang imbang dan mulai fokus pada ekspor.

"Kami tahu pertumbuhan yang melambat bukan berarti hal buruk. Tapi bisa menjadi hal positif jika dilakukan demi menjaga keseimbangan pertumbuhan negara," tutur Paul.

Menurutnya, bukan hanya China, sejumlah negara lain di Asia juga menimbun utang. Tapi siapa yang mampu mengubah kredit menjadi utang produktif yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.

Setiap negara memiliki potensi pertumbuhan, tapi pada akhirnya siapa yang tahu kapan membuka, meningkatkan dan memperlambat laju pertumbuhan perekonomiannya. "Indonesia juga pernah melakukan ini. Sekarang memang ada sejumlah perubahan di Indonesia," tandasnya.

Di Indonesia sendiri, Badan Pusat Statisitik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2015 mencapai 4,71 persen secara tahunan (year on year/yoy), atau turun dibandingkan kuartal I 2014 sebesar 5,21 persen.

Kepala BPS Suryamin mengatakan besaran pertumbuhan ekonomi ini dipengaruhi melemahnya perekonomian di China. "Yang menentukan pertumbuhan ekonomi karena ekonomi China menurun dari 7,4 persen menjadi 7 persen," kata dia.

Penyebab lainnya pelemahan harga minyak mentah dunia. Kemudian penurunan nilai ekspor dan impor di kuartal I dibandingkan periode yang sama di tahun lalu. (


* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.