Kredit Bank Masih Tumbuh 11,28% di Februari 2024

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pertumbuhan kredit per Februari masih tumbuh dua digit yakni 11,28% secara tahunan (yoy) menjadi Rp 7.095 triliun.

oleh Tira Santia diperbarui 02 Apr 2024, 15:30 WIB
Karyawan memeriksa pasokan uang di Cash Pooling Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (9/5/2019). Bank Mandiri menyiapkan uang tunai untuk mengantisipasi kenaikan kebutuhan di masyarakat saat Ramadan dan jelang Idul Fitri 2019. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pertumbuhan kredit per Februari masih tumbuh dua digit yakni 11,28% secara tahunan (yoy) menjadi Rp 7.095 triliun.

"Industri perbankan melanjutkan tren pertumbuhan yang positif, dnegan kredit tetap tumbuh double digit di bulan Februari 2024 sebesar 11,28% year on year," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam Konferensi Pers RDK Bulanan Maret 2024, Selasa (2/4/2024).

Kata Dian, pencapaian tersebut didukung oleh kualitas kredit yang masih terjaga. Hal itu tercermin dari non performing loan (NPL) dengan net 0,82%,dan NPL gross 2,35%,.

Menurutnya, jika dibandingkan dengan periode Januari 2024, rasio NPL Februari 2024 justru mengalami perbaikan. Tercatat rasio NPL net turun 3 basis poin (bps), sedangkan NPL gross masih sama.

Disamping itu, kredit dalam risiko atau loan at risk (LAR) secara tahunan juga turut membaik, jika dibandingkan dengan Februari 2023, sementara Loan to Asset Ratio ( LAR ) turun 295 basis poin (bps) menjadi 11,56%.

DPK

Lebih lanjut, Dian menyampaikan terkait dana pihak ketiga (DPK) per Februari 2024 naik sebesar 5,66% secara tahunan (yoy) menjadi Rp 8.441 triliun.

Namun, jika dibandingkan dengan Januari 2024, pertumbuhan DPK justru mengalami pelambatan. Tercatat pada Januari DPR perbankan hanya tumbuh 5,8% yoy.

2 dari 3 halaman

Bos OJK: Stabilitas Jasa Keuangan Maret 2024 Tetap Terjaga

Peluncuran Peta Jalan PEPK dilakukan Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dan Kepala Eksekutif Pengawas PEPK OJK Friderica Widyasari Dewi dan dihadiri pimpinan Industri Jasa Keuangan (IJK), perwakilan asosiasi IJK, Kementerian dan Lembaga, anggota Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas Pasti) serta akademisi di Jakarta, Selasa. (Dok. OJK)

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar, melaporkan stabilitas sektor jasa keuangan nasional Maret 2024 tetap terjaga. Kinerja intermediasi yang kontributif didukung oleh likuiditas yang memadai dan tingkat permodalan yang kuat.

Disisi lain, OJK menilai saat ini kondisi perekonomian dan pasar keuangan Global cukup kondusif yang secara umum lebih baik daripada ekspektasi.

"Namun perkembangan geopolitik global masih perlu dicermati, seiring peningkatan ketegangan di Timur Tengah dan Ukraina yang berpotensi membawa dampak kepada kondisi perekonomian global," kata Mahendra dalam Konferensi Pers RDK Bulanan Maret 2024, Selasa (2/4/2024).

Secara global misalnya, di Amerika Serikat kinerja ekonomi terlihat solid dan di atas ekspektasi sebelumnya. Namun inflasi masih cenderung atau belum berubah dibandingkan sebelumnya.

The Fed pada The Federal Open Market Committee (FOMC) meeting pada Maret 2024 merevisi ke atas pertumbuhan ekonomi Amerika secara cukup signifikan, diiringi kenaikan perkiraan inflasi.

Meski demikian, bank sentral Amerika Serikat tetap mempertahankan rencana penurunan tingkat suku bunganya yakni FFR sebesar 75 bps di tahun 2024 ini. Likuiditas diperkirakan juga akan lebih baik seiring rencana The Fed mengurangi laju Quantitative tightening (QT).

 

3 dari 3 halaman

Normalisasi

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar saat pembukaan perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2024 di Jakarta, Selasa (2/1/2024). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Disamping itu, kebijakan akomodatif The Fed juga diikuti oleh bank sentral Eropa dan Bank of England yang juga mengisyaratkan atau menurunkan suku bunga di tahun ini.

Langkah normalisasi juga dilakukan oleh bank of Japan yang meninggalkan era suku bunga negatif, dengan menaikkan suku bunganya sebesar 10 basis poin yang pertama kali dalam 8 tahun terakhir.

Sementara, di Tiongkok rilis beberapa kinerja ekonomi seperti penjualan ritel, kenaikan impor, dan tingkat inflasi di atas ekspektasi pasar dengan kebijakan fiskal dan moneter tetap akomodatif.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya