Stunting adalah Masalah Gizi Kronis pada Anak, Apa Saja Gejalanya?

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebut, meski proses stunting terjadi mulai dari dalam kandungan, kondisi tersebut baru akan terlihat ketika anak sudah menginjak usia 2 tahun.

oleh Dyah Puspita Wisnuwardani diperbarui 15 Jun 2023, 17:00 WIB
Ilustrasi anak (Foto: Pixabay/PixelLoverK3)

Liputan6.com, Jakarta - Stunting masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah Indonesia. Menurut target, pengentasan stunting hingga 14 persen di Tanah Air memiliki tenggat waktu hingga 2024.

Mengutip laman promkes.kemkes.go.id, stunting adalah permasalahan gizi kronis yang disebabkan kurangnya asupan gizi dalam rentang waktu yang cukup lama. Umumnya, hal ini terkait asupan makan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebut, meski proses stunting terjadi mulai dari dalam kandungan, kondisi tersebut baru akan terlihat ketika anak sudah menginjak usia 2 tahun.

Menurut dr Himawan Aulia Rahman, Sp.A) dari RS EMC Tangerang, stunting disebabkan oleh ketidakcukupan penenuhan nutrisi yang tidak terjadi tiba-tiba.

"Stunting tidak terjadi secara tiba-tiba. Secara umum, stunting disebabkan oleh ketidakcukupan pemenuhan nutrisi. Kondisi ini dapat dimulai bahkan ketika janin masih berada di dalam kandungan hingga berlanjut setelah bayi lahir, terutama dalam 2 tahun pertama kehidupan," jelas Himawan, dikutip dari laman emc.id.

Sementara menurut UNICEF, stunting didefinisikan sebagai persentase anak-anak usia 0 sampai 59 bulan dengan tinggi badan di bawah minus (stunting sedang dan berat) dan minus tiga (stunting kronis). Tinggi dan berat badan anak itu diukur dengan menggunakan standar pertumbuhan anak yang dikeluarkan oleh WHO.

Stunting tidak hanya dikaitkan dengan pertumbuhan fisik anak yang terhambat, melainkan juga menjadi sebab otak anak tidak berkembang optimal. Perkembangan otak yang terhambat itu dapat mempengaruhi kemampuan mental dan belajar anak tidak maksimal serta berdampak pada prestasi belajar yang buruk.

Efek jangka panjang kondisi stunting dan kurang gizi kronis akan dirasakan individu bahkan setelah dewasa. Stunting dan kondisi kurang gizi lainnya kerap kali dianggap sebagai salah satu faktor risiko gangguan kesehatan seperti diabetes, hipertensi, obesitas, dan kematian akibat infeksi.

2 dari 3 halaman

Penyebab Stunting

Ilustrasi stunting. (Photo created by jcomp on www.freepik.com)

Mengenai penyebab stunting, Himawan menyebut ada tiga, yakni kondisi sosioekonomi keluarga, cara pemberian makan yang salah (inappropriate feeding practice), dan anak menderita infeksi atau penyakit kronik.

Sementara itu, Kemenkes mengutip situs Adoption Nutrition menyebut sejumlah faktor berikut sebagai penyebab stunting:

  1. Kurang gizi kronis dalam waktu lama
  2. Retardasi pertumbuhan intraurine
  3. Tidak cukup protein dalam proporsi total asupan kalori
  4. Perubahan hormon yang dipicu oleh stres
  5. Sering menderita infeksi pada awal usia anak
3 dari 3 halaman

Gejala Stunting

Ilustrasi Stunting (Istimewa)

Guna mencegah stunting, masyarakat perlu mengetahui dan memahami gejala yang muncul pada anak. Salah satu cara yang bisa dilakukan yang bisa dilakukan yakni memeriksakan tinggi badan dan kondisi anak secara rutin di pelayanan kesehatan terdekat seperti dokter, bidan, posyandu, maupun puskesmas.

Berikut ini adalah beberapa gejala stunting pada anak yang harus diwaspadai oleh para orangtua, menurut Kementerian Kesehatan:

  • Pertumbuhan tulang pada anak yang tertunda
  • Berat badan rendah apabila dibandingkan dengan anak seusianya
  • Sang anak berbadan lebih pendek dari anak seusianya
  • Proporsi tubuh yang cenderung normal tapi tampak lebih muda/kecil untuk seusianya.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya