Survei LPI Nyatakan 2023 Bakal Jadi Tahun yang Berat

Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) merilis hasil survei nasional terbarunya, bertema potensi ancaman 2023. Hasilnya, menurut survei, tahun 2023 bakal menjadi tahun yang berat dan gelap disebabkam beragam faktor, mulai dari perang Ukrania-Rusia hingga ancaman resesi global.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 23 Des 2022, 21:30 WIB
Pejalan kaki melintasi pedestrian Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (23//9/2020)(Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) merilis hasil survei nasional terbarunya, bertema potensi ancaman 2023. Hasilnya, menurut survei, tahun 2023 bakal menjadi tahun yang berat dan gelap disebabkam beragam faktor, mulai dari perang Ukrania-Rusia hingga ancaman resesi global.

“Tahun 2023 dihantui tekanan dan potensi ancaman multidimensi yang tidak mudah, baik yang dipengaruhi oleh faktor dari dalam maupun luar negeri,” kata Direktur Eksekutif LPI Boni Hargens saat jumpa pers di Hotel Semanggi Jakarta, seperti dikutip dari siaran pers diterima, Jumat (23/12/2022).

Boni merinci, ada empat parameter yang digunakan untuk mengukur potensi kegelapan tahun 2023. Pertama, Stabilitas Nasional dan Ancaman Resesi Ekonomi; kedua, Politik Identitas; ketiga, Kekerasan Horizontal dan Separatisme Papua; dan keempat Terorisme dan Ancaman Ideologi.

“Berdasarkan parameter pertama, sebesar 27.8% meyakini ancaman resesi dapat mempengarhi. Sementara untuk stabilitas nasional, 37.52% responden menilai pada tahun 2023 berpotensi memburuk,” rinci Boni.

Selanjutnya, sambung dia, adalah kekerasan horizontal dan separatisme di Papua yang turut menyumbang potensi 2023 membaik kian tipis.

“Skornya sebesar 34%. Sementara responden yang meyakini bahwa penyebaran ideologi radikal berbasis agama akan meningkat signifikan pada tahun politik 2023 dan jelang 2024 adalah sebesar 28%,” jelas Boni.

Parameter berikutnya adalah politik identitas. Responden meyakini potensi politik identitas akan mengemuka sejalan dengan tahun politik 2023. Hal itu ditunjukkan dengann 37% suara responden yang mengamini faktor tersebut.

Terakhir, politisasi agama juga masuk dalam parameter ini, setidaknya oleh dua faktor, yaitu ideologi dan politik. Untuk faktor ideologi 31.8 persen dan tertinggi kedua adalah politik dengan 28.33 persen.

2 dari 2 halaman

Metode Survei

Sebagai informasi, survei dilakukan pada 5 - 16 Desember 2022 dengan meminta pandangan kelas intelektual menengah melalui google form, surel, WhatsApp, zoom dan wawancara tatap muka.

Jumlah sampel dalam survei ini sebanyak 900 orang. Mereka terdiri dari para para dosen/pakar, peneliti, anggota LSM/NGO, dan aktivis/seniman.

Selain itu, standar deviasi survei 0.4 dengan margin of error di kisaran 2% pada tingkat kepercayaan ± 98%. Teknik sampling digunakan pada riset ini adalah cluster sampling, yaitu analisis yang dilakukan pada sampel tersusun dan diseleksi berdasarkan parameter yang telah ditentukan sebelumnya.

“Parameter penentu ini dapat berupa demografi, latar belakang, atau atribut lainnya yang dapat menjadi fokus penelitian,” Boni menutup.

Infografis Peringatan IMF dan Antisipasi Indonesia Hadapi Resesi Global. (Liputan6.com/Trieyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya