Soal Revisi Istilah COVID-19, Yuri: Tidak Ada Perubahan dalam Identifikasi Kasus

Mengenai revisi istilah COVID-19, Jubir Yuri tegaskan tidak ada perubahan dalam kaitan identifikasi kasus.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 15 Jul 2020, 18:00 WIB
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto saat konferensi pers Corona di Graha BNPB, Jakarta, Kamis (9/7/2020). (Dok Badan Nasional Penanggulangan Bencana/Fotografer Dume Sinaga)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan merevisi istilah dalam definisi operasional penanganan COVID-19, yaitu Orang Dalam Pemantauan, Pasien Dalam Pengawasan, Orang Tanpa Gejala, dan Kasus Konfirmasi.

"Orang Dalam Pemantauan, Pasien Dalam Pengawasan, Orang Tanpa Gejala, Kasus Konfirmasi, kita akan ubah menjadi kasus suspect, kasus probable, kemudian kita juga akan mendefinisikan tentang kasus konfirmasi," kata Juru Bicara Pemerintah untuk COVID-19 Achmad Yurianto di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, BNPB, Jakarta, kemarin (14/7/2020).

Dari keterangan resmi yang diterima Health Liputan6.com, Yuri tak menyangkal bahwa perbaikan istilah COVID-19 tersebut memiliki pengaruh terhadap sistem pelaporan yang nanti akan dilakukan pada hari-hari berikutnya.

Namun, secara prinsip dan mendasar, Yuri menjelaskan tidak ada perubahan di dalam kaitan identifikasi kasus.

"Tetap dengan menggunakan basis penegakan diagnosa pemeriksaan antigen dengan Real Time PCR atau menggunakan TCM. Sekali lagi, ini (identifikasi COVID-19) adalah berbasis pada pemeriksaan antigen, bukan melakukan pemeriksaan antibodi," jelasnya.

Saksikan Video Menarik Berikut Ini:

2 dari 4 halaman

Definisi Kasus Suspek

Pasien suspek Covid-19 asal Polam saat dirujuk ke Pare-pare

Secara garis besar, definisi kasus suspek, pertama, kasus infeksi saluran pernapasan yang akut di dalam riwayat penyakitnya dalam 14 hari sebelum sakit, dia atau orang yang bersangkutan berasal atau tinggal di daerah yang sudah terjadi penularan lokal.

"Maka, kita masukkan ini dalam kelompok suspek," kata Yuri.

Kedua, dalam 14 hari terakhir pernah kontak dengan kasus yang sudah terkonfirmasi positif atau kontak dengan kasus probable. Kontak dalam hal ini adalah kontak dekat. Kontak dekat kurang dari 1 meter tanpa pelindung dengan waktu sekitar lebih dari setengah jam, dan seterusnya.

"Maka, ini juga kita masukkan di dalam kelompok kasus suspek atau kemudian, infeksi saluran pernapasan atas yang berat, dan harus dirawat di rumah sakit, dan tidak kita ketemukan penyebabnya secara spesifik yang meyakinkan bahwa, ini bukan penyakit COVID," terang Yuri.

"Artinya, kita curiga bahwa, ini adalah COVID maka, kita masukkan ini di dalam kelompok suspek."

Selanjutnya, semua kasus Pasien Dalam Perawatan (PDP) adalah kasus suspek. Termasuk kasus Orang Dalam Pemantauan yang memiliki keluhan ISPA dan pernah kontak dengan kasus terkonfirmasi positif. Hal itu masuk ke dalam kasus suspek.

 

3 dari 4 halaman

Kasus Probable dan Kontak Erat

Perawat menyiapkan makanan di ruangan pasien di Rumah Sakit Haji, Jakarta, Jumat (9/5/2020). Garda terdepan penanganan Covid-19 ini tetap menjalani bulan Ramadan di sela-sela menangani pasien terinfeksi dengan melakukan tadarus Al Quran dan juga buka puasa bersama. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Untuk kasus probable, apabila penderita dengan infeksi saluran pernapasan berat disertai dengan gangguan pernapasan atau kasus meninggal dengan hasil uji klinis bahwa disebabkan COVID-19.

"Dari gambaran rontgen paru, misalnya, kita dapatkan gambaran hasil pemeriksaan laboratorium darah belum terkonfirmasi pemeriksaan RT-PCR. Maka, ini kita masukkan di dalam kasus probable," jelas Yuri.

Dengan demikian, kasus probable adalah kasus yang klinis diyakini COVID-19 dalam kondisi atau keadaan berat, tapi belum dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis COVID-19 melalui RT-PCR.

Pada istilah kontak erat, artinya apabila seseorang terlibat kontak dengan konfirmasi positif atau kasus probable, maka yang bersangkutan masuk ke dalam kelompok kontak erat.

Dalam hal ini, kasus konfirmasi yang dimaksud harus sudah melalui pemeriksaan PCR dan hasilnya positif.

"Bisa dengan gejala simptomatis atau tanpa gejala, asimtomatis. Ini termasuk di dalam kelompok pasien yang konfirmasi," tambah Yuri.

4 dari 4 halaman

Pedoman Pengendalian COVID-19

Dokter menggunakan APD memeriksa gigi pasien anak di klinik Medikids kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Selasa (7/7/2020). Pelayanan dokter gigi dengan menggunakan APD lengkap untuk memenuhi protokol kesehatan guna mencegah penyebaran covid-19 di era kenormalan baru. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Yuri menambahkan perubahan istilah COVID-19 telah diatur dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Tentang Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Disease 19 atau COVID-19 dengan nomor KMK HK 0107/menkes/413/2020.

Surat tersebut merupakan revisi kelima yang mana mencabut KMK 247 tentang revisi keempat.

"Ini adalah revisi kelima yang kemudian mencabut KMK 247 tentang revisi keempat," tambahnya.

Adanya perbaikan istilah di atas akan gunakan sebagai pedoman di dalam pencegahan dan pengendalian COVID-19. Diharapkan dapat menjadi pedoman bagi pengendalian COVID-19 baik pemerintah, pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten/kota.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya