Pasang Surut Usaha Takjil di Tengah Pandemi Corona

Penjual takjil di tahun ini harus menghadapi hantaman pandemi Covid-19 yang menyebabkan kerugian sekitar 70 persen.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 06 Mei 2020, 20:00 WIB
Aktivitas jual beli makanan untuk berbuka puasa di kawasan Bendungan Hilir, Jakarta, Sabtu (25/4/2020). Meski ditengah pandemi virus Covid-19, masyarakat masih antusias berburu penganan berbuka puasa dengan tetap menerapkan pola jaga jarak dan memakai masker. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Madiun - Ramadan menjadi bulan yang dinanti-nanti oleh pegiat jajanan takjil. Tak jarang, berawal dari berjualan takjil, berlanjut menjadi usaha yang cukup menjanjikan di kemudian hari usai Ramadan.

Begitupun dengan Clara Shinta, salah satu dari banyak orang yang mencoba peruntungannya dengan menjual takjil saat Ramadan tiba.

Pada 2013, ia mulai menjual takjil 'mie cool', atau es yang menyerupai tekstur mie dengan kuah dan disertai pelengkap lainnya, yang seluruhnya terbuat dari bahan dasar jelly.

"Kalau jualan takjil 2013, mie cool di alun-alun," ujarnya pada Liputan6.com, Rabu (6/5/2020).

Sejak saat itu, setiap tahun Clara selalu berjualan takjil saat Ramadan. Puncaknya adalah pada tahun lalu, dimana ia berhasil memasarkan dua jenis produk.

"Paling memuncak tahun kemarin. Karena yang dijual tahun kemarin dua produk. Awalnya hanya satu produk saja," kata dia.

Adapun produk lain yang dimaksudkan selain mie cool adalah cheese tea, dilengkapi dengan boba, yang memang menjadi tren minuman akhir-akhir ini.

2 dari 2 halaman

Alami Kerugian

Pedagang menyiapkan minuman untuk berbuka puasa di kawasan Bendungan Hilir, Jakarta, Sabtu (25/4/2020). Meski ditengah pandemi virus Covid-19, masyarakat masih antusias berburu penganan berbuka puasa dengan tetap menerapkan pola jaga jarak dan memakai masker. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Kendati demikian, pada tahun ini, ia harus menghadapi hantaman pandemi Covid-19, yang menyebabkan kerugian sekitar 70 persen. Clara juga mengaku, bahwa pada Ramadan kali ini, ia hanya mampu menjual satu jenis produk saja.

"Lebih ramai tahun 2019 dibanding tahun-tahun sebelumnya. Tapi yang paling drastis ya tahun ini. Penurunan banget. Dan hanya menjual satu produk saja," bebernya.

"Penurunan karena dampak covid-19 ini bisa dibilang, sampai 70 persen," lanjut Clara.

Meski sempat tutup di awal pemberlakuan PSBB di Madiun pada April lalu, hingga hari ini tidak ada cabang yang tutup permanen atau mengurangi pegawainya.

Usaha waralaba - atau populer disebut franchise, yang digelutinya saat ini, telah memiliki 4 cabang di Madiun dan total 25 cabang di seluruh Indonesia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya