Lalu Lintas Pelayaran Global di Laut Arktik Ancam Eksistensi Paus Narwhal

Eksitensi paus narwhal di laut Arktik kian terancam oleh meningkatnya lalu lintas pelayaran global.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Jul 2018, 09:36 WIB
Kapten penjaga pantai Kanada Victor Gronmyr melihat es yang menutupi Selat Victoria dari atas kapal pemecah es Finlandia MSV Nordica saat melintasi Northwest Passage melalui Kepulauan Arktik Kanada (22/7). (AP Photo/David Goldman)

Liputan6.com, Moskow - Para peneliti menyebut bahwa dampak buruk pemanasan global di kawasan Arktik, dua hingga tiga kali lebih cepat terasa dibandingkan kawasan lain di dunia. Hal itu ternyata mengancam kelestarian ekosistem setempat. 

Akibat meluasnya lautan es Arktik yang mencair, jalur pelayaran global pun kian banyak dimanfaatkan sebagai jalur pelayaran alternatif.

Namun, sebagaimana dikutip dari VOA Indonesia pada Minggu (8/7/2018), riset terbaru menunjukkan semakin sibuknya lalu lintas kapal di perairan Arktik, jutsru berisiko mengancam eksistensi paus narwhal dan beberapa jenis paus lainnya.

Paus narwhal kerap dijuluki 'unicorn Arktika" karena memiliki benjolan serupa tanduk di bagian dahinya. Paus ini dikenal memiliki sensitivitas tinggi terhadap habitatnya, sehingga sedikit saja mengalami gangguan, maka eksistensinya pun bisa terancam.

Surutnya lautan es telah menyebabkan jalur-jalur pelayaran di lautan Arktik, seperti Passage Northwest dan Northern Sea Route di sepanjang pantai utara Rusia, menjadi mudah dilewati.

Padahal, dua kawasan tersebut dulunya dikenal sebagai kawasan "ganas" bagi pelayaran global, namun menjadi habitat yang baik bagi beberapa jenis paus, termasuk paus narwhal.

"Kita berada di tepi jurang. Akan ada banyak sekali kapal melintasi Arktik. Salah satu yang memotivasi studi ini adalah untuk memahami kondisi kita sekarang dan apa tindakan yang harus diambil," kata Donna Hauser dari Universitas Alaska Fairbanks.

Bersama dengan beberapa rekan ilmuwan lainnya, Hauser mempelajari tujuh spesies Arktik, termasuk singa laut, paus, dan beruang kutub. Mereka menentukan tingkat kerentanan berdasarkan kombinasi antara paparan hewan itu terhadap lalu lintas perkapalan, dan sensitivitasnya secara umum.

Mereka membatasi penilaiannya hanya pada bulan September 2017, ketika lautan es berada pada tingkat terendah dan paling banyak kapal melintasi perairan Arktik.

"Kapal-kapal pada umumnya menimbulkan suara di bawah laut, dan suara itu mengganggu mamalia laut, terutama spesies-spesies paus yang bergantung pada suara untuk melakukan banyak hal di lautan," jelas Hauser.

 

Simak video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

Beruang Kutub Lebih Kuat

Seekor beruang kutub jantan, Tongki memakan buah yang telah dibekukan di Everland Resort, Korea Selatan, Kamis (21/6). Akibat udara panas, pihak pengelola kebun binatang berinisiatif untuk memberi es krim pada beruang 23 tahun itu. (AFP/Jung Yeon-je)

Paus narwhal dianggap sangat berisiko terkena dampak negatif perluasan jalur pelayaran di Arktik, karena mamalia tersebut memiliki sensitivitas tinggi di antara hewan sejenis lainnya di kawasan lingkar Kutub Utara. 

Di sisi lain, para peneliti menemukan fakta bahwa beruang kutub memiliki daya tahan paling kuat terhadap perubahan tersebut, meskipun hal itu bukanlah kabar baik jika jalur pelayaran global terus dibuka di kawasan Arktik. 

Menurut Hauser, beruang kutub terselamatkan oleh kecenderungan hidup di darat, meski sejatinya hewan berbulu putih itu dikenal piawai berenang di lautan es. 

Selain itu, beruang kutub juga jauh dari risiko gangguan terkait dikarenakan mamalia tersebut tidak menggunakan suara sebagai sarana komunikasi utama, sehingga tidak terlalu sensitif dengan lalu lintas kapal.

Ditambahkan oleh Hauser, dengan memahami mamalia laut mana yang paling berisiko, para ilmuwan bisa membantu menyusun rencana untuk mengantisipasi masa depan yang dipenuhi ketidak-pastian di kawasan Arktik.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya