Awan 'Pelangi' Cantik di Langit Jepang

Warna warni itu muncul saat jejak kondensasi pesawat yang terbentuk dekat matahari.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 14 Mei 2016, 12:26 WIB
Warna warni awan 'pelangi'. (Twitter @Kagaya 11949)

Liputan6.com, Oshimura - Seorang fotografer Jepang mendapati pemandangan menakjubkan yang diabadikan dalam beberapa potret. Menurutnyaawan unik dengan semburat 'pelangi' yang dibidiknya merupakan hasil dari contrail atau jejak kondensasi dari pembakaran pesawat jet yang mengudara sebelumnya di langit Oshinomura, Yamanashi.

Menurut Kagya yang dikutip dari Daily Mail, Sabtu (14/5/2016), warna warni itu muncul saat jejak kondensasi pesawat yang terbentuk dekat matahari dan cahayanya memantulkan jutaan tetesan air atau kristal es yang terbentuk setelah jet melintas.

Fenomena contrail terjadi ketika pesawat terbang di atas 25.000 kaki, di mana suhu udara sekitar minus 86 Fahrenheit.

Dalam kondisi tersebut, uap air yang dipancarkan oleh mesin pesawat jet mengkristal dan membentuk garis-garis putih yang di langit, yang dikenal sebagai contrail. Biasanya jejak itu tak akan bertahan lama di langit.

Tapi tak demikian jika sudah ada sejumlah besar uap air di atmosfer. Jejak putih di angkasa itu akan bertahan lama bahkan hingga berjam-jam -- karena uap air berlebih dari mesin jet di udara di sekitarnya melewati titik jenuh.

"Meskipun pelangi dan contrail menghasilkan gambar yang menakjubkan, mereka juga bisa menjadi alasan radiasi matahari lebih banyak mencapai permukaan," demikian para ilmuwan memperingatkan.

Fotografer Kagya yang memotret penampakan langkaitu lantas berbagi gambar cantiknya itu di Twitter.

Kagya telah bekerja sebagai seniman digital sejak tahun 1990-an dan mengambil gambar bertema natural di sebagian besar bidikannya, seperti alam semesta, planet biru dan umat manusia. Termasuk karya awan 'pelangi' yang baru-baru ini dipotretnya.

Hasil dari Polusi?

Para peneliti telah menemukan data baru yang menunjukkan lapisan kristal yang tertinggal dari contrail menyebabkan terjadinya penyebaran cahaya.

Tidak ada cukup data untuk mendukung berapa banyak efek kabut es yang ditinggalkan oleh pesawat terbang, namun para peneliti percaya mungkin itu telah mengubah sistem iklim.

"Kabut ini disebabkan oleh pesawat terbang, dan secara bertahap memutihkan langit biru," kata Charles Long dari Earth System Research Laboratory NOAA, pada konferensi pers pekan ini di Geophysical Union Fall Meeting Amerika.

"Kami mungkin akan benar-benar melakukan beberapa geoengineering -- konsep memanipulasi iklim bumi guna melawan efek pemanasan global -- yang tidak disengaja di sini."

Teori ini berasal dari studi sebelumnya tentang berapa banyak sinar matahari mencapai permukaan bumi.

Dari tahun 1950 hingga 1980-an, cahaya matahari tampak anggap kemudian mulai datang kembali dengan kekuatan penuh, membuktikan energi yang tidak konstan.

"Ketika para ilmuwan mencari penyebabnya, mereka mencoba menghubungkan perubahan ini untuk dengan variabel yang dikeluarkan oleh matahari," kataMartin Wild dari Institute for Atmospheric and Climate Science at ETH Zurich selama konferensi pers.

Sejumlah besar aerosol terdeteksi ke atmosfer pertengahan abad 20, yang akhirnya memblokir sebagian energi matahari. Hal ini disebabkan oleh tingkat polusi yang melonjak, tetapi ketika negara-negara yang sangat padat seperti AS dan Eropa mengalami penurunan kadar polusi, termasuk jumlah aerosol, maka matahari akan bersinar lebih cerah dari biasanya.

Selain temuan ini, Long dan rekan-rekannya menemukan bahwa sebagian cahaya matahari turun langsung ke permukaan bumi, tetapi lainnya tersebar saat melalui atmosfer.

Dengan sedikit polusi, cahaya menyebar akan langsung turun ke Bumi. Jika sebaliknya, maka akan akan redup.

Long percaya lalu lintas udara adalah alasan semua partikel-partikel itu tercipta, dari knalpot mesin pesawat memiliki aerosol dan uap air. Kondisi di atmosfer yang sangat dingin dan menjadikan partikel-partikel itu berfungsi sebagai inti untuk kristal es yang membentuk contrail terlihat cerah mengalir di belakang pesawat.

"Beberapa contrail disebutkan berkontribusi terhadap perubahan iklim," menurut para ilmuwan lainnya.

Sebuah contrail mungkin hilang, tapi itu tersembunyi di balik kabut tipis yang dingin. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya