Tak Mau Impor, Harga Beras RI Lebih Mahal dari Thailand

CSIS menilai untuk menambal kekurangan dari kebutuhan beras nasional, pemerintah seharusnya tetap membukan keran impor.

oleh Septian Deny diperbarui 23 Jun 2015, 21:01 WIB
Buruh memindahkan beras impor dari kapal ke truk di Pelabuhan Barang Lembar, Lombok Barat, NTB, Rabu (26/1). Ribuan ton beras impor dari Vietnam akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan raskin.(Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Kebijakan pemerintahan Joko Widodo yang seolah pantang untuk melakukan impor bahan pangan dinilai sebagai suatu yang tidak masuk akal.

Ekonom CSIS Haryo Aswicahyono mengatakan, pemerintah tidak boleh menutup mata terhadap kurangnya produksi pangan pokok seperti beras di dalam negeri. Sehingga untuk menambal kekurangan dari kebutuhan beras nasional, pemerintah seharusnya tetap membukan keran impor.

"Sekarang pemerintah ada kebijakan larangan impor pangan, terutama beras. Ya terserah pemerintah sih, tetapi kan produksi kita tidak mencukupi," ujarnya dalam diskusi publik Mengapa Pertumbuhan Ekonomi di Era Jokowi Turun? Di Wisma Proklamasi, Jakarta, Selasa (23/6/2015).

Menurut Haryo, akibat pemerintah tidak mau melakukan impor beras sedangkan tidak ada upaya yang terbilang sukses dalam meningkatkan produksi beras di dalam negeri, harga beras nasional kini jauh lebih mahal dibanding harga beras di dunia.

Haryo mengungkapkan, bahwa harga beras di Indonesia saat ini lebih mahal dua kali lipat dibandingkan harga beras di Thailand.

"Sekarang harga beras kita lebih mahal dua kali lipat dari harga harga internasional. Bahkan dibanding Thailand, harga beras kita juga lebih mahal dua kali lipat," jelasnya.

Haryo menyatakan, yang harus dilakukan oleh pemerintah seharusnya membuka kemudahan bagi pengusaha untuk melakukan perdagangan dengan pengusaha di negara lain. Dengan demikian, harga kebutuhan masyarakat tidak lagi melonjak tinggi.

"Seperti kita harus membenahi dwelling time, karena ini lebih sulit daripada kita melakukan proteksi. Kemudian juga pemerintah harus dorong trade facilitation. Pengusaha perlu single window, sehingga ada kemudahan untuk perizinan," tandasnya. (Dny/Ndw)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya